Anti Copyright

Bintang perlawanan

KATAKAN REVOLUSI, KAWAN!
Sebuah fitrah ketika manusia menyukai adat kebiasaan dan ingin mempertahankan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Maka, perubahan sejarah adalah sesuatu yang tidak mungkin kecuali dengan revolusi. Perubahan tanpa revolusi baru akan memberi dampak yang signifikan ketika telah memakan waktu yang lama.
Revolusi adalah sebuah perubahan mendadak, dan terjadi dalam waktu yang singkat, dimana semua adat kebiasaan masa lalu akan terhapus dan buyar seketika. Lehih jelasnya revolusi terjadi sebagai sebuah perubahan yang mendasar, cepat, dan menyeluruh yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Kehidupan manusia selalu disertai dengan kebiasaan-kebiasaan yang mengajaknya untuk mandek di dalamnya. Sedangkan revolusi ialah gerak cepat, dan manusia selalu memerlukannya.
Teman-teman sosialis (karena revolusi memang identik sekali dengan sosialis) menganggap “saat-saat kritis” kehancuran kapitalisme adalah syarat mutlak untuk memecah sebuah revolusi. Saat-saat kritis itu, kata Karl Marx adalah :
1. Ketika masyarakat hanya terbagi menjadi dua; kelas atas dan kelas bawah, kelas proletar dan kelas borjuis, kelas pekerja dan kelas majikan.
2. Terjadi over produksi. Artinya produk kapitalisme menjadi berlebihan, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara daya beli masyarakat sangat menurun.
3. Terjadi akumulasi modal. Dalam pengertian bahwa modal akhirnya terkonsentrasi pada segelintir borjuis saja. Kondisi ini dikarenakan hukum persaingan pasar yang sangat kejam.
Kalau kita memiliki pemikiran revolusi yang sama, maka saat ini kita tengah menanti perubahan yang sama dari kapitalisme yang sekuler kepada khilafah islamiyah. Jadi revolusi dapat kita jadikan sebagai salah satu cara untuk pembentukan khilafah. Tetapi,revolusi memerlukan syarat-syarat tertentu, yang kalau teman-teman kiri sebut sebagai “saat-saat kritis�?, dari segi system. Dari sisi cultural, revolusi juga memerlukan dukungan. Seperti rakyat Perancis yang tidak puas dengan kekuasaan monarki Louis VII.
Revolusi bisa gagal bila massa tidak memiliki kesadaran,mereka bergerak karena terpengaruh oleh orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan memobilisir yang kuat serta hebat. Untuk teori Marx diatas, Marxis menganggap bahwa bagi kondisi Indonesia saat ini, revolusi adalah jalan yang harus di tempuh karena melihat demokrasi sudah sedemikian bobroknya.
Sebagaimana kaum proletar yang tengah mereka bela, umat Islam saat ini belum memiliki kesadaran penuh akan ketertindasannya. Mereka tidak memiliki kesadaran dan mereka hanya mencoba bertahan hidup dan menjalani apa yang ada. Jangankan untuk hal itu, syumuliyatul Islam saja barangkali mereka tidak mengetahuinya. Tanpa kesadaran mereka, revolusi tidak akan pernah terjadi.
Kemudian, banyak aktivis yang benar-benar memperjuangkan mereka namun mereka terpisah dari umat, kita bergelut dengan buku, pemikiran dan berdiskusi mengenai ideologi. Tetapi kita tidak mengerti bagaimana keadaan umat dan apa yang diinginkan umat, yang diharapkan umat. Kita tidak pernah berdialog dengan umat dan merasakan langsung keadaan mereka diantara serangan ghazwul fikri yang demikian hebat. Tanpa pemahaman mengenai umat kita mencoba membela dan mencari solusi untuk umat. Entah itu di legislative, partai politik, maupun dimasjid-masjid dan pengajian. Kita bicara atas nama umat, tapi lucu, kita sendiri tidak ingin berempati dengan umat. Sehingga kita tidak tahu bagaimana keadaan sesungguhnya yang sedang dialami umat.
Apapun konsepnya, kalau memang kondisinya belum matang maka revolusi itu akan berakhir sia-sia. Hanya akan meminta korban yang tak ada artinya.
Di Indonesia kondisinya seperti itu. Umat (proletar) belum sepenuhnya merasa benar-benar tertindas oleh kekuasaan yang sebenarnya tiran itu.
Setidaknya, ada tiga hal yang patut dipertimbangkan sebelum melakukan revolusi (nyontek Hasan Al Banna yang juga dikutip di buku Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin). Pertama, revolusi biasanya menggunakan kekuatan militer atau pengerahan massa. Ketika kita mempergunakan kekuatan fisik dan senjata, sementara kondisi strukturalnya masih berantakan, sistemnya rancu, aqidahnya lemah dan cahaya imannya redup, maka pasti akan berakhir dengan kehancuran dan kebinasaan.
Kedua, apakah Islam memerintahkan kita agar selalu menggunakan kekuatan pada setiap situasi dan kondisi? Tentunya ada batasan, syarat dan arahan dalam penggunaannya.
Ketiga, apakah penggunaan kekuatan dalam revolusi ini merupakan solusi awal ataukah alternatif terakhir? Pertimbangan dampak serta resiko yang ditimbulkan tentu tidak bisa kita abaikan.

MENCIPTAKAN LENIN DAN STALIN
BAGI kaum kiri-jauh Leninis, ambruknya Republik Sosialis Uni Soviet telah melontarkan lebih banyak pertanyaan ketimbang yang terjawab. Kalau Uni Soviet benar-benar merupakan sebuah ’negara pekerja’, mengapa para pekerja tidak mau membelanya? Mengapa pada kenyataannya mereka menyambut hangat datangnya perubahan?
Apa yang terjadi pada “revolusi politik ataukah kontra-revolusi berdarah” -nya Trotsky? Organisasi-organisasi Leninis yang tak lagi memandang Uni Soviet sebagai negara pekerja juga belum bisa lepas dari kontradiksi-kontradiksi tersebut. Kalau memang Stalin merupakan sumber permasalahan, mengapa ada begitu banyak pekerja Rusia yang menyalahkan Lenin serta pemimpin-pemimpin Bolshevik lainnya?
Mitologi “Lenin, sang pencipta dan penopang revolusi Rusia” kini sekarat. Demikian pula yang akan terjadi pada semua kelompok Leninis karena, seiring arsip-arsip Soviet makin dibuka, akan semakin sulit untuk mempertahankan warisan Lenin. Sampai saat ini, kaum kiri di Barat telah menghindari dan memalsukan perdebatan tentang Lenin selama 60 tahun. Bagaimanapun, sekarang ini marak bermunculan artikel-artikel dan pertemuan-pertemuan oleh berbagai kelompok Trotskyis yang berusaha meyakinkan para pekerja bahwa Lenin tidak menggiring pada munculnya Stalin. Sayangnya, banyak dari perdebatan ini masih didasarkan atas fitnah dan pemalsuan-pemalsuan sejarah yang telah menjadi gejala Bolshevisme sejak 1918. Pertanyaan-pertanyaan kunci mengenai unsur-unsur apa yang membentuk Stalinisme, dan kapan “Stalinisme” pertama kali muncul dalam prakteknya, dihindari demi mempertahankan retorika dan kepalsuan sejarah.
Stalinisme didefinisikan oleh banyak ciri, dan sesungguhnya beberapa dari ciri-ciri ini sangat sulit ketimbang sebagian ciri lainnya untuk ditempatkan di kaki Lenin. Poin-poin panduan kebijakan luar negeri Stalin, misalnya, adalah ide tentang ko-eksistensi damai dengan Barat sembari membangun sosialisme di Republik Sosialis Uni Soviet (“sosialisme di satu negeri”). Lenin sering dipresentasikan sebagai lawan ekstrem terhadap Stalinisme seperti itu, Lenin dipresentasikan sebagai orang yang mau menempuh risiko apapun demi terwujudnya revolusi internasional. Akan tetapi, cerita ini, sebagaimana juga banyak cerita lainnya, tidaklah sepenuhnya seperti apa yang terlihat.
Poin-poin lain yang akan dianggap oleh banyak orang sebagai ciri Stalinisme mencakuppembentukan sebuah negara satu partai, tidak ada kontrol terhadap perekonomian oleh kelas pekerja, kekuasaan diktatorial individu-individu terhadap massa masyarakat, pelibasan secara brutal terhadap aksi-aksi pekerja, dan penggunaan fitnah serta penyelewengan sejarah
Sosialisme di Satu Negeri
Perjanjian Brest-Livtosk tahun 1918, yang menarik Rusia keluar dari Perang Dunia I, juga menyerahkan sebagian sangat besar wilayah Ukraina kepada bangsa Austro-Hungaria.
Jelaslah, ketika itu tidak ada potensi untuk meneruskan sebuah perang konvensional (khususnya setelah kaum Bolshevik menggunakan slogan «kedamaian, roti, tanah » untuk memenangkan dukungan massa). Namun demikian, hadirnya gerakan Makhnovis di Ukraina jelas menunjukkan sebuah potensi revolusioner yang sangat besar di kalangan petani dan pekerja Ukraina. Tidak ada upaya yang dilakukan guna mendukung atau menopang kekuatan-kekuatan yang memang berusaha untuk melakukan sebuah perang revolusioner melawan bangsa Austro-Hungaria. Mereka dikorbankan demi mendapatkan sebuah interval untuk membangun «sosialisme» di Rusia.
Poin kedua yang penting mengenai internasionalisme Lenin adalah penekanannya sejak tahun 1918 bahwa, yang menjadi tugas adalah membangun «kapitalisme negara”, misalnya dengan pernyataan «kalau kita mengintrodusir kapitalisme negara dalam masa kira-kira 6 bulan, maka kita akan mencapai keberhasilan yang besar…”. [1] Lenin juga diketahui pernah mengatakan «Sosialisme tak lain adalah monopoli-kapitalis negara yang dilakukan demi kemanfaatan seluruh rakyat”. [2] Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai konsep Lenin tentang sosialisme.
Negara Satu Partai
Satu ciri pokok lainnya yang oleh banyak orang biasanya diasosiasikan dengan Stalinisme adalah pembentukan sebuah negara satu partai, dan pembungkaman semua arus oposisi di dalam partai. Banyak kaum Trotskyis masih akan mengatakan kepada kamu bahwa kaum Bolshevik menyemangati kaum pekerja untuk bangkit dan memperdebatkan poin-poin di masa itu, baik di dalam maupun di luar partai. Kenyataannya sangatlah berbeda, karena kaum Bolshevik segera mengawasi secara keras kekuatan-kekuatan revolusioner di luar partai, dan kemudian mengawasi ketat orang-orang di dalam partai yang gagal mengikuti garis partai.
Pada April 1918, polisi rahasia Bolshevik (Cheka) menggerebek 26 pusat Anarkis di Moskow. Empat puluh orang Anarkis dibunuh atau terluka dan lebih dari 500 orang dipenjara. [3] Pada bulan Mei, terbitan-terbitan Anarkis yang terkemuka dibredel. [4] Kedua peristiwa ini terjadi sebelum alasan meletusnya Perang Sipil bisa digunakan ( ? terhadap kelompok-kelompok kiri lainnya.?) sebagai suatu ’pembenaran’. Penggerebekan-penggerebekan ini terjadi karena kaum Bolshevik mulai kalah dalam perdebatan-perdebatan mengenai pengelolaan industri Rusia.
Di tahun 1918 itu juga, sebuah faksi di partai Bolshevik yang kritis terhadap kebijakan partai yang mengintrodusir ’Taylorisme’ (penggunaan kajian-kajian tentang keping kerja, waktu dan gerak untuk mengukur hasil masing-masing pekerja, yang pada esensinya adalah ilmu tentang ekstraksi tenaga habis-habisan) di jurnal Kommunist dipaksa keluar dari Leningrad ketika mayoritas peserta konferensi partai di Leningrad mendukung tuntutan Lenin «agar para penggiat Kommunist menghentikan eksistensi organisasional mereka yang terpisah-pisah”. [5]
Jurnal ini terbit terakhir kali pada bulan Mei, dibungkam «Bukan dengan diskusi, bujukan ataupun kompromi, melainkan dengan suatu kampanye bertekanan tinggi di dalam organisasi-organisasi partai, yang didukung oleh serangan caci-maki kasar di pers partai…”. [6] Dahsyatnya kalau dikatakan mendorong perdebatan!! Satu contoh lebih jauh tentang ’mendorong perdebatan’ ala Bolshevik terlihat dalam perlakuan mereka terhadap Makhnovis di Ukraina. Tentara partisan yang berperang melawan baik kaum nasionalis Ukraina maupun para jenderal Putih pada satu masa membebaskan lebih dari 7 juta orang. Ini dipimpin oleh seorang anarkis, Nestor Mhakno, dan anarkisme memainkan peran besar dalam ideologi gerakan ini. Zona yang dibebaskan ini dikelola oleh sebuah soviet demokratik pekerja dan petani, dan banyak kolektif didirikan.

GEMA SPANYOL
Kaum Makhnovis masuk ke dalam perjanjian dengan kaum Bolshevik tiga kali agar bisa mempertahankan sebuah front yang kuat untuk melawan kaum Putih dan kaum nasionalis. Kendati demikian, mereka juga tiga kali dikhianati oleh kaum Bolshevik, dan pada kali ketiga mereka pun dihancurkan setelah kaum Bolshevik menangkap dan mengeksekusi semua delegasi yang dikirim ke sebuah dewan militer bersama. Penangkapan dan pembunuhan ini dilakukan atas instruksi Trotsky!
Uraian Daniel Guerin tentang sepak-terjang Trotsky terhadap kaum Makhnovis adalah instruktif «Trotsky menolak untuk memberikan senjata kepada para partisan Makhno, mengabaikan tugasnya untuk membantu mereka, dan kemudian menuduh mereka berkhianat serta sengaja membiarkan diri mereka dipukul oleh pasukan putih. Prosedur yang sama 18 tahun kemudian diikuti oleh kaum Stalinis Spanyol terhadap brigade-brigade anarkis”. [7]
Sumbat final diterapkan pada kehidupan politik di luar ataupun di dalam partai pada tahun 1921. Kongres partai pada 1921 melarang semua faksi di dalam partai komunis itu sendiri. Trotsky berpidato mengecam salah satu faksi tersebut, yakni Oposisi Pekerja, dengan mengatakan bahwa mereka telah «menempatkan hak pekerja untuk memilih wakil-wakil di atas partai. Seolah partai tidak berhak untuk menegaskan kediktatorannya meskipun kediktatoran itu untuk sementara waktu berbenturan dengan semangat demokrasi pekerja yang sedang berlangsung”. [8] Tak lama setelah itu, pemberontakan Kronstadt digunakan untuk membuang, memenjarakan dan mengeksekusi kaum anarkis yang tersisa. Lama sebelum matinya Lenin, warisan politik yang kini dibebankan kesalahannya pada Stalin telah tersempurnakan. Perbedaan pendapat telah dibungkam di dalam dan di luar partai. Negara satu partai berdiri pada tahun 1921. Stalin mungkin memang merupakan tokoh pertama yang mengeksekusi anggota-anggota partai dalam skala sangat besar, namun dengan adanya eksekusi orang-orang revolusioner di luar partai serta pembungkaman perdebatan di dalam partai sejak tahun 1918, maka logika untuk pembersihan-pembersihan ini jelas sudah tertanam sebelumnya.
Kelas Pekerja Di Bawah Kekuasaan Lenin
Satu wilayah kunci lainnya adalah posisi kelas pekerja dalam masyarakat Stalinis. Tidak ada kaum Trotskyis yang akan menyangkal bahwa di bawah kekuasaan Stalin, kaum pekerja tidak punya hak suara dalam pengelolaan tempat kerja mereka dan mengalami kondisi-kondisi yang kejam di bawah ancaman tangan besi negara. Namun demikian, sekali lagi, kondisi-kondisi ini mulai muncul di bawah kekuasaan Lenin, dan bukan Stalin. Segera setelah revolusi, kaum pekerja Rusia berusaha mem-federasi-kan komite-komite pabrik agar bisa memaksimalkan distribusi sumberdaya. Ini dihambat oleh serikat-serikat buruh dengan ’arahan’ dari Bolshevik.
Di awal 1918, basis kontrol oleh pekerja yang terbatas, yang ditawarkan oleh kaum Bolshevik (pada kenyataannya lebih sedikit lagi ketimbang yang diperhitungkan), menjadi jelas ketika semua keputusan harus disetujui oleh sebuah badan tinggi yang mana tak lebih dari 50% keanggotaannya bisa diisi oleh pekerja. Daniel Guerin menguraikan bagaimana kontrol Bolshevik terhadap proses pemilihan di pabrik-pabrik: “pemilihan-pemilihan untuk memilih komite-komite pabrik terus berlangsung, tetapi satu anggota sel Komunis membacakan daftar kandidat yang telah ditentukan sebelumnya, dan pemungutan suara dilakukan dengan cara mengacungkan tangan di tengah kehadiran garda-garda ’Komunis’ bersenjata. Siapapun yang menyatakan oposisinya terhadap kandidat-kandidat yang diajukan, akan terkena pemotongan upah, dll.” [9]
Pada 26 Maret 1918, kontrol oleh pekerja di proyek-proyek pembangunan jalan kereta api dihapuskan dengan sebuah dekrit yang penuh dengan frasa-frasa menjengkelkan yang menekankan «disiplin kerja besi» dan manajemen individu. Sekurangnya, kata para pengikut Trotsky, jalan-jalan kereta api bisa beroperasi tepat pada waktunya. Di bulan April Lenin menerbitkan sebuah artikel di Isvestiya yang mencantumkan pengenalan sebuah sistem kartu untuk mengukur produktivitas masing-masing pekerja. Dia mengatakan «… di Rusia kita harus mengorganisir pengkajian dan pengajaran sistem Talyor.” “Kepatuhan total terhadap suatu kehendak tunggal mutlak diperlukan untuk keberhasilan proses kerja…revolusi menuntut, demi kepentingan sosialisme, bahwa massa tanpa mempertanyakan lagi mematuhi kehendak tunggal para pemimpin proses kerja itu,” [10] demikian dinyatakan Lenin pada 1918. Ini terjadi sebelum meletusnya Perang Sipil, hal mana membuat klaim-klaim yang menyatakan bahwa, kaum Bolshevik pada waktu itu berusaha memaksimalkan kontrol oleh pekerja sebelum Perang Sipil menghambat usaha itu, menjadi sekadar omong kosong.
Dengan meletusnya Perang Sipil, kondisi menjadi jauh lebih buruk. Di akhir bulan Mei, dikeluarkan dekrit bahwa tak lebih dari 1/3 personalia manajemen di perusahaan-perusahaan industri yang perlu dipilih. [11] Beberapa «puncak momentum» di tahun-tahun berikutnya cukup penting untuk dikemukakan. Pada kongres ke-9 partai di bulan April 1920, Trotsky mengeluarkan komentarnya yang buruk tentang militerisasi kerja : “kelas pekerja… harus dilemparkan kesana-kemari, ditunjuk, diperintah persis seperti serdadu. Para disertir dari kerja harus ditempa di dalam batalyon-batalyon penghukuman atau dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi.” [12] kongres itu sendiri mendeklarasikan: «tidak ada kelompok serikat buruh yang perlu secara langsung campur tangan dalam manajemen industri.” [13]
Manajemen Satu Orang
Pada kongres serikat buruh di bulan April itu, Lenin membual betapa pada tahun 1918 dia telah ” menjelaskan perlunya mengakui otoritas diktatorial individu-individu tunggal demi tujuan melaksanakan ide soviet.” [14] Trotsky menyatakan bahwa «kerja… wajib bagi seluruh pelosok negeri, kewajiban bagi setiap pekerja adalah basis sosialisme ” [15] dan bahwa militerisasi kerja bukanlah langkah darurat. [16]
Dalam buku Perang, Komunisme dan Terorisme yang diterbitkan oleh Trotsky pada tahun itu, dia mengatakan, «Serikat -serikat hendaknya mendisiplinkan para pekerja dan mengajari mereka untuk menempatkan kepentingan-kepentingan produksi di atas kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan-tuntutan mereka sendiri.”
Dengan demikian, mustahillah untuk membedakan antara kebijakan-kebijakan ini dengan kebijakan-kebijakan kerja di masa kekuasaan Stalin.
Pemberontakan Pekerja
Barangkali kecaman yang paling pedas terhadap rezim-rezim Stalinis muncul setelah mereka melakukan pelibasan terhadap pemberontakan-pemberontakan pekerja, baik yang diketahui secara luas seperti di Berlin Timur pada 1953, di Hungaria pada 1956 dan di Cekoslovakia pada 1968 maupun yang skalanya lebih kecil, pemberontakan-pemberontakan yang kurang dikenal. Pemberontakan besar yang pertama seperti itu terjadi di masa kekuasaan Lenin dikarenakan adanya intimidasi berskala besar pada tahun 1921 di Kronstadt, sebuah pangkalan angkatan laut dan kota kecil dekat Petrograd.
Pemberontakan ini secara esensial terjadi ketika Kronstadt berupaya untuk secara demokratis memilih sebuah soviet, dan mengeluarkan serangkaian pernyataan yang menyerukan untuk kembali ke soviet-soviet yang demokratis serta kebebasan pers dan kebebasan bicara bagi partai-partai sosialis kiri.”
Upaya ini memenangkan dukungan bukan hanya dari massa pekerja dan pelaut di pangkalan itu, melainkan juga dari sebagian jajaran di partai Bolshevik. Respon kaum Leninis ketika itu brutal. Pangkalan Kronstadt digempur, dan banyak dari para pemberontak yang gagal melarikan diri dieksekusi. Kronstadt telah menjadi kekuatan penggerak untuk revolusi tahun 1917, dan pada 1921 revolusi mati bersama matinya Kronstadt.
Ada ciri-ciri lain yang lazim diterima sebagai karakter Stalinisme. Satu lagi yang cukup penting untuk diperhatikan adalah cara fitnah yang telah digunakan oleh organisasi-organisasi Stalinis sebagai senjata untuk melawan kelompok-kelompok kiri lainnya. Satu lagi yang lain adalah cara Stalin menulis ulang sejarah. Namun demikian, sekali lagi ini adalah turunan mendalam dari Leninisme. Mhakno, misalnya, diubah dari semula dielu-elukan oleh koran-koran Bolshevik sebagai «Sang Pembalas Kaum Putih “, kemudian digambarkan sebagai seorang Kulak dan bandit.
Fitnah
Kaum Trotskyis di masa modern sekarang senang sekali mengulangi bentuk fitnah ini dengan disertai penggambaran Mhakno sebagai seorang yang anti-Semit. Namun demikian, sejarawan Yahudi, M. Tchernikover, mengatakan: «Tak bisa dipungkiri bahwa, di antara semua tentara, termasuk Tentara Merah, kaum Makhnovis-lah yang berlaku paling baik terhadap penduduk sipil pada umumnya, dan penduduk Yahudi pada khususnya. ”
Kepemimpinan kaum Makhnovis berisikan orang-orang Yahudi, dan bagi mereka yang ingin berorganisasi dengan cara ini, ada detasemen-detasemen yang khusus untuk orang Yahudi. Peran yang dimainkan oleh kaum Makhnovis dalam menaklukkan kaum putih telah dihapuskan dari sejarah oleh setiap sejarawan Troskyis, tetapi beberapa sejarawan lain menganggap bahwa kaum Makhnovis memainkan peran yang jauh lebih menentukan ketimbang Tentara Merah dalam mengalahkan Wrangel.
Kronstadt memberikan satu contoh lagi mengenai bagaimana Lenin dan Trotsky menggunakan fitnah untuk menghadapi musuh-musuh politiknya. Keduanya berupaya menggambarkan pemberontakan tersebut sebagai diorganisir dan dipimpin oleh kaum putih. Pravda edisi 3 Maret 1921 menggambarkan pemberontakan Kronstadt sebagai «Sebuah skenario baru kaum Putih…. yang diperkirakan-dan tak ragu lagi memang disiapkan-oleh kaum kontra-revolusi Perancis. ” Lenin, dalam laporannya kepada Kongres ke-10 Partai pada tanggal 8 Maret, mengatakan, «Para jendral Putih, kalian semua tahu, memainkan peran besar dalam hal ini. Ini sepenuhnya terbukti. ”
Namun demikian, bahkan Isaac Deutscher, penulis biografi Trotsky, mengatakan dalam The Prophet Armed: «Kaum Bolshevik menuduh orang-orang Kronstadt sebagai para pendurhaka kontra-revolusioner yang dipimpin oleh seorang jendral Putih. Tuduhan ini nampak tak berdasar. ”
Menulis Ulang Sejarah
Beberapa orang Trotskyis di era modern ini mengulangi cara-cara memfitnah orang lain, misalnya Brian Pearce (sejarawan Liga Buruh Sosialis di Inggris) yang berusaha menyangkal bahwa hal seperti itu pernah terjadi: «Tidak ada pretensi yang dibuat dalam pernyataan bahwa para pendurhaka Kronstadt adalah Garda Putih. ”  Fakta sesungguhnya menunjukkan bahwa, satu-satunya jendral Tsaris yang ada di kubu pertahanan ditempatkan di sana sebagai komandan oleh Trotsky beberapa bulan sebelumnya! Biarlah kita serahkan kata-kata terakhir tentang hal ini kepada para pekerja Kronstadt: «Kawan-kawan, jangan biarkan dirimu disesatkan. Di Kronstadt, kekuasaan ada di tangan para pelaut, serdadu merah dan para pekerja revolusioner. ”
Ada ironi dalam fakta bahwa taktik-taktik fitnah dan menulis ulang sejarah, sebagaimana yang dilakukan secara sempurna oleh kaum Bolshevik di bawah kepemimpinan Lenin, kemudian digunakan dengan efek serupa terhadap kaum Trotskyis. Trotsky dan para pengikutnya dituduh sebagai «Fasis» dan agen imperialisme internasional. Mereka hendak dicoret dari sejarah revolusi. Kendati demikian, sekarang ini para pengikut Trotsky, yakni kaum Leninis terakhir yang tersisa, menggunakan taktik-taktik yang sama dalam menghadapi lawan-lawan politiknya.
Maksud dari artikel ini adalah untuk memancing banyak perdebatan yang diperlukan di kalangan kiri Irlandia tentang watak Leninisme dan bagaimana revolusia berjalan ke arah yang buruk. Konteks ambruknya Eropa Timur membuat semakin mendesak saja bagi perdebatan ini untuk bergerak melampaui kebohongan-kebohongan lama yang itu-itu juga. Kalau Leninisme terletak di jantung Stalinisme, maka organisasi-organisasi yang menganut ajaran Lenin berdiri untuk kembali membuat kesalahan-kesalahan yang sama. Siapapun dalam sebuah organisasi Leninis yang tidak menanggapi hal ini secara serius berarti persis sama buta dan tersesatnya dengan semua anggota partai komunis yang menganggap bahwa Uni Soviet merupakan sebuah negeri sosialis sampai hari kejatuhannya.

DARI AQIDAH KE REVOLUSI
Islam diwahyukan ke bumi tak sekadar sebagai sistem ibadah atau religius an sich, melainkan juga sebagai instrumen pencarian keadilan serta kebenaran yang hakiki untuk menghadapi hidup di dunia yang penuh tantangan. Islam memberikan kehidupan yang beradab, kedamaian, keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi masyarakat penganutnya serta lingkungan sekitarnya (rahmatan lil alamin).
Islam juga menghapus segala bentuk ketidakadilan yang kerap melahirkan proses penindasan antarsesama manusia dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Alquran juga senantiasa menuntut manusia berbuat adil (QS 7: 29, dan QS 49: 9, QS 49: 9). Dalam QS 5: 8, malah menegaskan keterkaitan antara sikap adil dengan taqwa.
Menurut Ibnu Taimiyah, keadilan ekonomi, politik, dan sosial merupakan masalah pokok dalam ajaran agama Islam. kehidupan manusia di muka bumi akan lebih tertata dengan sistem yang berkeadilan walau disertai suatu perbuatan dosa daripada dengan sistem tirani yang zalim.
Bahkan Nawab Haedar Naqvi menandaskan bahwa keadilan sosial dalam Islam berakar pada tauhid. keyakinan kepada Tuhan secara otomatis mempunyai konsekuensi untuk menciptakan keadilan. salah satu tidak akan ada tanpa yang satumya.
Sejarah telah memberikan pelajaran berharga bagi kita tatkala pada zaman Rasulullah, Islam dapat tampil demikian luar biasa gemilang dengan risalah/misi humanisme, universalisme sehingga mampu membangun peradaban emas.
Seolah-olah, Islam menjadi ikon baru peradaban manusia di tengah-tengah peradaban materialis Romawi dan Byzantium dengan tema-tema perjuangan hak asazi manusia, faham egalitarianisme, keadilan sosial, pelestarian lingkungan, pembelaan terhadap perempuan, serta agenda kemanusiaan lainnya agar tercipta kesejahteraan sosial, masyarakat yang baik serta taraf kehidupan yang tinggi. Penelitian Marshall G S Hodgson dalam The Venture of Islam menarik untuk dicermati.
Menurutnya, doktrin Alquran yang berbunyi “Engkau telah menjadi umat terbaik yang pernah dimunculkan untuk manusia, menganjurkan kebaikan (ma’ruf) seraya mencegah keburukan (munkar) dan percaya kepada Tuhan” (QS 3: 110) telah mendorong kaum Muslim untuk menciptakan sebuah tatanan sosial yang berkeadilan, sehingga menjadi center of the world.
Islam bersama elemen-elemen lain seperti ideologi, isme-isme, religion, seni, sastra, serta sains dan teknologi saling bahu-membahu membangun peradaban yang unggul. Hal serupa juga dikemukakan oleh Mahmud Muhammad Thaha.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sumber daya alamnya melimpah ruah. Tak ketinggalan, mayoritas penduduknya yang beragama Islam, juga telah menjadikan Indonesia sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia.
Naifnya, sumber daya yang ada hanya menjadi kue rebutan negara-negara kolonial yang kerap mengakibatkan bencana ekologi dan kemiskinan. Tatanan masyarakatnya amburadul, tidak ada kesejahteraan ekonomi, politik, maupun sosial. Di samping kekerasan dan kejahatan yang merajalela, tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat pun dirasakan sangat minim.
Tragisnya, paham-paham keagamaan yang ada malah saling terlibat percekcokan tentang hal-hal yang tidak perlu dalam tataran teologis yang abstrak. Sering pula terjadi tawuran lantaran saling berebut lahan kekuasaan dan politik pragmatis semata. Akibatnya energi umat Islam habis terbuang sia-sia tanpa hasil yang berarti.
Lebih lanjut, menurut pengamatan penulis, hampir sebagian besar negara-negara yang berpenduduk Muslim berada di bawah tekanan dan ketergantungan negara-negara kolonialis. Bahkan, negara kaya minyak sekalipun seperti Arab Saudi dan beberapa negara pengekspor minyak lainnya tak luput dari keadaan serupa.
Berkenaan dengan kondisi kemiskinan negara-negara Muslim tadi, mengapa hingga kini masih sering terjadi pertikaian antarmazhab dalam perkara teologis yang sebenarnya tidak cukup mendasar?
Di mana peran agama Islam dalam menciptakan kesejahteraan masyarakatnya? Bagaimana respon Islam terhadap problem kemiskinan dan kebangkrutan sosial itu? Apakah pemikiran keagamaan yang ada selama ini sudah mampu mewadahi dan memberikan jalan keluar terhadap problem tersebut, sehingga mampu mentransformasikan gagasan Islam itu?
Dalam konteks dunia Islam sekarang, khususnya Indonesia, nilai-nilai luhur ajaran Islam belum dapat ditransformasikan dengan sempurna. Idealitas pesan wahyu tidak lagi diwujudkan sebagai instrumen yang memihak kepada masyarakat lemah (mustad’afin).
Penyebabnya ada dua faktor, yaitu konsep teologi yang tidak selaras dengan etika wahyu (Al quran), serta penafsiran terhadap teks suci yang kurang memperhatikan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Tradisi pemikiran Islam yang dianut masyarakat masih senang berkutat pada persoalan teologis teoretis, wahyu, kedaulatan Tuhan an sich dan belum merambah kepada persoalan-persoalan empirik yang benar-benar dihadapi oleh manusia sekarang.
Tradisi pemikiran Islam jatuh dalam lubang teosentrisme dan jauh dari sifatnya yang humanis dan universal demi manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Akibatnya, gagasan tentang kesejahteraan sosial, kampanye antikemiskinan, semangat egaliterianisme, pluralisme, dan penegakan HAM baru dalam level ide dan slogan semata.
Penyelewengan atau penyimpangan terhadap konsep itu hanya dihukum secara moral “tidak baik” tanpa ada tindakan pemulihan yang jelas. Padahal Alquran telah menegaskan bahwa kefakiran cenderung kepada kekufuran. Penyelewengan terhadap pesan dan idealitas Alquran dianggap sebagai syirik muamalah
Sementara itu, perkembangan mutakhir pemikiran keislaman pun juga belum menunjukkan kemajuan yang lebih berarti. Dalam praktiknya, pemikiran Islam malah terbagi dalam dua kubu ekstrem yang saling berjauhan dan bertentangan. Di satu pihak muncul fenomena pemikiran yang bercorak fundamental dan konservatif.
Pemikiran dengan langgam yang pertama ini hanya disibukkan dengan gerakan purifikasi Islam lewat gagasan kembali kepada Alquran dan Sunnah. Ia terjebak dalam kebanggaan yang berlebihan terhadap kejayaan sejarah masa lampau, sehingga menjadi antiterhadap modernitas dan perkembangan sejarah yang selalu dinamis. Ia menganggap bahwa semua problem sosial dan kemasyarakatan akan selesai hanya dengan mengembalikan kepada teks yang tertulis dalam nash Alquran dan Sunnah tersebut.
Sedangkan di pihak lain muncul gagasan Islam liberal. Namun, kenyataannya Islam liberal terus sibuk dengan memproduksi isu dan wacana yang jauh dari realitas kebutuhan masyarakat. Ia kerap menjadi simbol elitisme dan kemewahan kaum pelajar kota, sehingga pada level tertentu dianggap abai terhadap misi sesungguhnya Islam sebagai sumber ide transformasi sosial untuk membebaskan rakyat, baik oleh kapitalisme global maupun lokal yakni negara dan pemilik modal.
Alhasil, gagasan transformasi sosial tersebut menjadi mandek, mandul, dan kehilangan ruh serta daya geraknya. Tanpa kita sadari, telah terjadi kesenjangan yang luar biasa antara nila-nilai universal diturunkannya Islam dengan kondisi realitas penganutnya. Kondisi seperti ini bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan hilangnya sifat “rahmatan lil alamin”, sehingga Islam akan ditinggalkan penganutnya.
Guna menjembatani adanya kesenjangan yang cukup lebar antara idealitas ajaran Islam dengan realitas kondisi pemeluknya yang miris akibat krisis sosial, maka pendapat Hassan Hanafi dalam bukunya “Dari Akidah Ke Revolusi” (Paramadina, 2003) menarik untuk dikutip di sini.
Menurutnya, kini sangat dibutuhkan kritik terhadap teologi lama baik dari segi objek kajian maupun metodologinya. Sebab, menurutnya, teologi yang ada dan berkembang dari ulama terdahulu sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan kekinian.
Dari segi objek kajian saja, teologi hanya bicara masalah semantik ketuhanan, sifat ma’shum nabi, atau masalah akal versus wahyu dan qadim atau hadisnya Alquran. Sedangkan dari segi metologinya, teologi tradisional tidak dilengkapi dengan perangkat ilmu-ilmu sosial dan perkembangan teknologi yang mutakhir.

Pemahaman terhadap cita-cita ideal agama tidak bisa cukup dipahamani tanpa dihadapkan pada problem kemanusiaan. Saya kira, sangat menarik pula untuk diungkapkan pendapat Kuntowijoyo dalam “Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi” (Mizan, 1993) yang menekankan perlunya orientasi dan paradigma baru, baik dalam tataran pemahaman keagamaan maupun konsep teologi yang ada. Sehingga gagasan transformasi Islam bisa dijalankan dengan sempurna
Untuk itulah, dalam rangka mengembalikan kembali cita-cita Islam yang belum dilaksanakan karena teredusir dan terdistorsi akibat penafsiran yang tidak utuh, menurut Kuntowijoyo, diperlukan program pembaharuan pemikiran untuk reaktualisasi/transformasi Islam untuk masa sekarang dan yang akan datang.
Pertama, perlunya dikembangkan penafsiran struktural yang lebih dari pada penafsiran individual dalam memahami ketentuan-ketentuan Alquran. Larangan untuk hidup berfoya-foya, misalnya, harus dipahami sebagai perintah untuk menyelidiki sebab-sebab struktural yang mengakibatkan terjadinya konsentrasi dan monopoli kekayaan oleh segelintir orang.
Kedua, mengubah cara berfikir secara subjektif ke cara berfikir objektif. Tentang perintah zakat, misalnya, tidak cukup dipahamani secara subjektif sebagai alat untuk membersihakan diri. Lebih dari itu, zakat haruslah lebih dioptimalkan pada tujuan utamanya; kesejahteraan sosial dan pemerataan ekonomi. Dari tujuan seperti ini, zakat lebih bisa dikembangkan menjadi budaya filantropi/berderma yang tidak terbatas pada apa yang tertulis dalam nash.
Ketiga, mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Sebab, kecenderungan yang berkembang selama ini hanyalah penafsiran Alquran secara normatif tanpa memperhatikan kemungkinannya bagi rumusan teoretis. Sebagai contohnya adalah perintah normatif Alquran untuk mengasihi dan memberikan sedekah bagi kaum fakir dan miskin, sehingga yang terjadi kemudian bisa diibaratkan hanyalah sebatas memberi ikan.
Padahal bila dikembangkan secara teoretis, maka konsep fakir dan miskin itu sejatinya merupakan perintah untuk menerangi adanya ketimpangan sosial (social inequality) dan menegakkan keadilan di semua level kehidupan.
Keempat, mengubah pemahaman yang a-historis menjadi historis. Kisah-kisah yang tertuang dalam Alquran seperti hijrah Muhammad dari Makkah ke Madinah bukanlah sekadar pindah begitu saja.
Melainkan harus ditafsirkan sebagai upaya Muhammad dan penganutnya untuk membebaskan diri menuju kepada wilayah yang lebih menjanjikan kehidupan dan masa yang lebih cerah dengan sebuah ideologi Islam murni dalam bingkai negara yang dijanjikan di akhir zaman. Jadi, memang diperlukan pemahaman dan penafsiran yang lebih kontekstual berkaitan dengan doktrin Islam secara keseluruhan. 

AKU DI TAHUN 2020
Pada 1 Januari 2020, saya terbangun menjelang matahari memancarkan sinarnya. Saya tak bisa lagi begadang manikmati malam tutup tahun. Seperti biasa, saya menyimak berita dari berbagai penjuru dunia. Computer mini saya otomatis memilah-milah berita favorit saya.
Sambil meneguk kopi Arabica yang berasal para pekebun di Sumatra, saya duduk dikursi rotan cantik buatan pengrajin Kalimantan. Berita favorit saya, berita ekonomi hasil hutan non kayu. Karena saya menginvestasikan pensiun saya pada perusahaan-perusahaan komunitas yang memproduksi berbagai produk perkebunan dan hutan.
Selama lima tahun terakhir, ekspor produk hasil hutan non kayu mencetak angka tertinggi dibanding industri lainnya. Lebih dari 25 juta keluarga aktif terlibat dalam budidaya dan pengolahan hasil hutan non kayu, seperti kosmetik, buah-buah lokal, makanan sehat, obat-obatan, kerajinan tangan dan bahkan beberapa produk diolah menjadi bioenergi.
Pemimpin Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah (NKRI) selalu memberikan penghargaan tertinggi pada para komunitas yang berhasil menyelamatkan perekonomian Indonesia. Setelah mimyak, gas, tambang, dan industri kehutanan rontok karena sumberdaya alam sudah habis dikeruk pada akhir abad ke-20 dan gagal dikelola oleh pemerintah reformasi.
Perubahan radikal terjadi melalui revolusi damai pada 2015, setelah gerakan para petani dan pekebun seluruh nusantara menolak membayar pajak. Mereka marah kepada pemerintah karena menjual kekayaan negara kepada investor asing. Gilirannya pemerintah memungut pajak gila-gilaan kepada rakyat.
Para petani dan pekebun Sistem Hutan Kerakyatan menjadi sasaran empuk pungutan pajak karena mereka berhasil meningkatkan perdagangan tradisional dengan para konsumen progresif dikota-kota besar di berbagai belahan dunia.
Para petani mampu membangun infrastuktur komunitas yang bertaraf internasional seperti sistem kesehatan komunitas, sistem pendidikan komunitas, sistem industri komunitas, sistem energi komunitas, sistem konservasi komunitas, sistem teknologi informasi komunitas dan banyak lagi. Intinya komunitas-komunitas telah menjelma manjadi kantong perekonomian yang luar biasa.
Mereka didukung oleh komunitas-komunitas urban yang progresif. Komunitas ini menjadi konsumen utama yang membelanjakan uangnya untuk membeli produk-produk komunitas kebun dan hutan.
Boleh jadi separo penduduk Indonesia sekitar 200 juta orang terlibat dalam sistem perdagangan alternatif yang lebih adil. Bahkan beberapa kantong masyarakat yang radikal mereka enggan menggunakan mata uang rupaih, mereka mencipta mata uang sendiri dan digunakan menjadi alat tukar yang sah antar-komunitas.
Presiden terpilih pasca revolusi rakyat adalah anak seorang pejuang petani dan pekebun yang mengecap pendidikan di berbagai negara di Amerika Latin, Eropa Timur, China dan Afrika Selatan.
Selama belajar, ia membangun jaringan lintas negara . Ia pun memiliki relasi bagus dengan para pemilik perusahaan besar di negara-negara utara. Ia kemudian memperjuangkan sistem perdagangan alternatif untuk membantu negara-nagara miskin keluar dari belenggu utang.
Ia bukan membangun perusahan internasional melainkan translokal. Ia menyebutnya multilokal yang berakar pada perusahaan-perusahaan komunitas. Maka tidak heran bila banyak komunitas memiliki perwakilan dagang di berbagai negara.
Ia pun mengubah sistem pendidikan komunitas. Dalam waktu sepuluh tahun, komunitas-komunitas kampung di Indonesia telah menghasilkan 10 ribu doktor di berbagai bidang. Para dokter kampung ini menjadi pemikir dan penegembangan gagasan kampung yang berwawasan teknologi tinggi yang murah.
Semua kampung telah memiliki jaringan internet, telepon, radio, dan televisi melalui satelit. Mereka menyewa sebuah satelit bersama dengan beberapa komunitas di Asia Tenggara. Para dokter ini membuat komunikasi antar komunitas menjadi murah bahkan gratis.
Pada saat terpilih menjadi presiden. Ia meminta parlemen mengubah nama Republik Indonesia menjadi Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah. Nama baru ini telah menghantarkan Indonesia menjadi negara baru yang disegani karena mampu keluar dari belenggu utang.
Perundingan dengan para negara kreditor dilakukan oleh para perunding ulung lintas negara dari organisasi-organisasi petani dan pekebun. Mereka meyakinkan negara kreditor bagaimana menyelamatkan perekonomian dunia melalui mekanisme yang lebih adil.
Para negara kreditor pada akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali sepakat mengkonversi utang menjadi ivestasi jangka panjang. Indonesia tertolong dengan program konversi utang baru. Indonesia bisa membelanjakan anggarannya bagi pembangunan infrastuktur sosialnya.
Program ini mampu membangun kepercayaan rakyat dan investor. Indonesia telah menjelma menjadi negara persemakmuran. Keselamatan rakyat terjamin! Ini buah yang dicita-citakan saat Indonesia memutuskan merdeka pada 1945.

KISAH SEORANG PUNKER
“Punk menolak Kapitalisme secara keseluruhan. Punk menuntut sesuatu yang baru. Punk adalah dan harus menjadi sosok yang revolusioner — dan apabila– kalian tidak setuju  ini maka sudah  waktunya bagi  kalian untuk beralih dari koleksi kaset hardcoremu ke CD-CD pop yang glamour buatan rockstar yang tersedia di toko-toko rekaman besar. Hanya jangan kaget apabila –suatu saat–  kita akan menghancurkan rumahmu dengan bulldozer. Karena hardcore hanyalah untuk kaum revolusioner (Making Punk A Threat Against Cuts of Profane Existence 1989-1993)……

Awalnya sederhana!. Sekitar 20 tahun lalu, seorang sepupu yang kuliah di FSRD ITB sering mendengarkan lagu-lagu The Ramones di kamarnya. Kadang juga The Clash, The Damned, Circle Jerks, Sex Pistols sampai The Exploited yang merupakan pelopor rambut Mohawk. Kalo boleh jujur group band diatas emang sedikit pusing untuk didengerin soalnya terlalu berat dikuping anak TK. Dan kamu tau? Biasanya anak TK –pada umumnya– suka lagu yang sederhana seperti lagu-lagu Bu Kasur atau lagu-lagu Level 42, A-Ha, Genesis, Rod Steward yang saat itu lagi in. Tapi aku berbeda!. Model lagu yang dibawakan The Ramones dengan aba-aba “one-two-three-four, jreng!” membuatku keenakan joget. Lagu mereka ngebuatku pengen lari dan teriak-teriak di sawah belakang rumah..
Kala itu, orang tua memaklumi kalau anaknya yang masih kecil doyan nongkrong di depan radio butut sepupunya sambil ngapalin teks lagu –lagu berbahasa inggris. Bahkan, orang tuaku terkadang tertawa, karena aku yang belum fasih berbahasa Inggris menyanyikan lirik lagu yang kudengarkan asal-asalan. Lirik yang seharusnya “she must go away” menjadi “si mas gope euy”. Waktu terus berjalan kemudian lagu-lagu itu hilang dari ingatanku.
Menginjak umur 16 tahun aku masuk salah satu SMA favorit di kota Bandung. Sesekali aku melakukan aksi-aksi vandalisme, menjadi bandar petasan hingga mengikuti acara-acara musik yang mulai menjadi ritual tahunan di setiap SMA. Dari acara-acara musik itulah, romantisme musik  punk rock ketika aku kecil teringat kembali. Aku menjadi fanatik musik-musik underground.
Sejak saat itu, aku mulai berusaha untuk memahami dunia Hardcore, Punk Rock, Oi!, Thrash, Black Metal, Skinhead, Melodicore, Straight Edge, Crustcore, Grunge, Grindcore,dll Disamping memahami kamus penting underground, aku juga mulai melakukan perburuan stuff juga informasi2 mengenai lifestlye serta subculture underground yang jadi panutanku di seantero kota Bandung.
Tempat-tempat seperti Cihapit, Taman Lalu Lintas, PI (Punk Indah) di belakang BIP lalu Reverse 40124 menjadi targetan utamaku selaku poser. Barang-barang yang kucari pada waktu itu mulai papan skateboard, sepatu dan baju-baju produk luar, cd/kaset klasik seperti Bad Brain, Youth of Today, Dead Kenedy, Black Flag, Sick of It All, Minor Threat hingga film-film yang berkisah seputar komunitas anak muda underground di USA dan Eropa seperti The Warrior BMX Bandit, Thrashin, Gleaming The Cube di USA dan Eropa.
Orang-orang sepertiku semakin banyak dan terus berkembang hingga menjadi satu komunitas alternatif yang melahirkan scene underground di Bandung. Sejalan dengan perkembangannya, dunia underground yang amat kukagumi mulai memasuki wilayah ideologi.
Memang pada tahap awal, scene underground merupakan kumpulan orang yang menyukai jenis musik tertentu yang bertabrakan dengan budaya mainstream di masyarakat tetapi, ketika negeri ini dilanda kehancuran ekonomi, sosial dan politik, dorongan untuk memasuki scene ini tidak lagi sekedar bermain musik. Orang yang masuk ke dalam scene underground mulai terdorong untuk bermain di wilayah politik praktis untuk melakukan perubahan ditengah-tengah masyarakat. Kecenderungan ini menyebabkan komunitas underground menjadi lebih militan dibandingkan komunitas mainstream.
Dengan bermain politik praktis, mereka yang ikut serta dalam scene merasa mempunyai kesamaan dengan propaganda yang disuarakan artis-artis undergorund luar mengenai isu-isu keadilan, kebebasan, revolusi, penentangan atas kapitalisme global, anti copyright, anarki sindikalisme dll. Isu-isu yang bertabrakan langsung dengan budaya masyarakat ini menyebabkanku menjadi salah seorang pemberontak di sekolah.
Setelah keluar dari sekolah aku mendaftar ke sekolah militer di Magelang dan akhirnya diterima. Ditengah jalan aku mengundurkan diri saat melihat langsung penanaman “ideologi” yang bertentangan dengan pola pikir underground-ku. Setahun aku menganggur. Di masa-masa inilah ketertarikanku akan scene underground semakin membesar  Jiwa pemberontak dalam diriku semakin menguat ketika aku mengetahui jelas penyebab terjadinya kebobrokan di negeri ini.
Terlebih lagi ketika Greg Graffin, vokalis Bad Religion, menegaskan bahwa punk itu adalah ungkapan keunikan pribadi yang datang dari pengalaman tumbuh dewasa dalam menyentuh kemampuan manusia untuk memberi alasan dan menjawab pertanyaan; punk itu adalah pergerakan yang menolak sikap sosial status quo dan kebodohan manusia yang disengaja, punk itu adalah proses bertanya dan memahami hasil kemajuan diri dengan pengulangan, dan berkembangn bersama evolusi sosial; punk itu adalah satu kepercayaan bahwa dunia ini adalah seluruh yang kita percaya tentangnya, kebenaran datang dari pemahaman kita bukan dari kesetiaan buta terhadap suatu hal; punk itu adalah perlawanan terhadap ketakutan soial. Maka wajar saja bila kemudian di otak kiri dan kanan ini  timbul pemahaman dan keyakinan bahwa punk itu bukan sekedar mereka yang berambut mohawk, berjaket kulit penuh spike, atau memakai sepatu boots Dr. Marten. Bukan juga Sex Pistols, Bad Religion, Green Day, Rancid, Exploited, Ramones, Blanks 77, Sepultura, Earth Crisis, Varukers, atau The Business. Namun karena pengertian tadi itulah maka lahir pemahaman bahwa mereka-mereka seperti Yeni Rosa Damayanti, Xanana Gusmao, Iwan Fals, Noam Choamsky, Osama bin Laden, hingga Muhammad saw pun adalah juga seorang punk.
Untuk mengisi kekosongan selama menunggu tahun ajaran berikutnya –bersama beberapa teman penggangur yang suka nongkrong di warung— aku membentuk sebuah band punk dan menjadi vokalis didalamnya. Supaya bisa masuk ke acara-acara musik maka aku merasa harus mengisi waktu dengan latihan dan latihan. Hasilnya cukup memuaskan. Bandku mulai bisa main diberbagai acara-acara bazzar SMA dan di GOR Saparua yang memang merupakan impian bagi semua band underground untuk bermain disana.
Di GOR Saparua, scene underground berkumpul dan saling bertukar pikiran. Meski tidak mentas dari gig ke gig –di GOR yang biasa disamakan dengan CBGB kalo di negerinya Blink 182 itu–, kami melakukan ritual pow go, moshing pit, stage dive, dan singalong Meski bergaul di lingkungan yang banyak orang mengatakan negatif, tapi bukan berarti orang-orang yang ada didalamnya harus berada di dalam jalan negatif juga.
Dalam komunitas ini setiap orang dibebaskan untuk mengekspresikan diri sendiri. Apa yang kita mau apa, apa yang kita nggak mau, orang lain tak mau peduli. Maka wajar saja jika ada sebagian orang yang justru memilih untuk hidup positif dengan memilih jalur straight edge. Biasanya mereka menjadi seorang vegan benar-benar life positily. Mereka jauh dari sesuatu yang negatif seperti drugs, alkohol, seks dan sebagainya. Tapi, aku tidak 100% hidup positif seperti orang-orang straight edge sebab daging ayam dan daging sapi sulit untuk dilupakan begitu saja. Meski mau, aku tidak bisa hidup bersih seperti mereka apalagi jika sudah teringat sama Singa Jengke, Topi Nyengleg, Intisari Nekat, Tiga Drum yang merupakan minuman beralkohol yang paling kusukai.
Aku tak bisa lepas dari alkohol. Saking gilanya –di dalam mobil yang dikasih orang tua pun– aku selalu memarkirkan alkohol di bawah jok. Parahnya, di kulkas rumahku pun selalu tersimpan minuman keras dengan mengkamuflasekan minuman kesukaanku itu dihadapan orangtua. Suatu hari minuman keras habis, aku nggak punya uang dan Rum buat bikin kue terpaksa ku tenggak sampai habis. 
Waktu itu, alasanku “minum” karena –minuman tersebut—bisa membuat percaya diriku bertambah. Upaya lain untuk mendongkrak percaya diri yaitu dengan cara me-mohawk-kan rambutku, menggunakan kaos ketat dan celana ngepas yang ngatung ala rocker. Urusan kaki, pake boots Dr. Marter, tak lupa rantai dan menjahit emblem di jaket.
Rubahnya stelan mengakibatkan rasa seniku bertambah. Sambil nongkrong, aku dan teman-teman mulai membuat lagu dan menciptakan produk DIY (Do It Yourself). Berhubung diantara temanku ada yang memiliki keterampilan membuat stiker dan zine maka kami mulai menjalankan produksi dan penyebarluasan ide melalui zine.
Saat itu masih jarang orang bikin stiker dan zine dijual secara door to door. Tapi, kami tetap memilih distribusi menggunakan jalan itu. Untuk memasarkan ide, kami datang ke sekolah-sekolah sambil ngeceng dan liatin rambut mohawk. Responnya lumayan bagus. Ada yang suka ada yang tidak. Yang penting ide yang kita propagandakan sampai. Dan tidak ada lagi yang mengatakan borok, trendfollowers, poser, fakes, abal-abal pada mereka yang terjun di scene ini.
Ide yang kami sebarluaskan adalah ide-ide Bakunin dengan Anarki-nya, Peter Kropotkin, Marx, Noam Choamsky dan puisi-puisi Wiji Thukul. Sejak itu, kita mulai ikut serta dalam berbagai kolektif-kolektif anarki ataupun sosialis mulai dari yang berwawasan lingkungan, gerakan anti fasis, politik, gerakan perlindungan atas hewan yang banyak mengusung ide anti vivisection, anti fur dan pelestariannya.
Tahun ajaran baru tiba, akhirnya aku lulus ujian dan masuk di sebuah Universitas Katolik di Bandung. Saat menjadi mahasiswa perasaanku makin tambah PD. Terlebih karena masuk ke jurusan yang lumayan bergengsi apalagi –saat itu– mahasiswa sedang marak-maraknya demo awal Reformasi untuk menentang tiran Orde Baru. Aku mulai turun kejalan berada ditengah-tengah perang batu antara aparat dengan mahasiswa sambil menenteng Pentax P-1000 buat kenang-kenangan anak cucu. Pokoknya di masa itu, aku menjadi sering menangis, mencela dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang menguatkan rasa nasionalismeku.
Setelah satu tahun kuliah, tahun berikutnya aku lulus UMPTN di salah satu universitas negeri di Bandung. Kebetulan memang, orang tuaku memiliki uang lebih hingga akhirnya kuliahku pun didobel. Alasanku mengambil kuliah dua adalah untuk menambah ilmu supaya tambah PD dan yang paling penting, untuk mehapuskan pandangan sinis bahwa punk itu gembel, punk itu the lost generation. Pilihanku itu terinspirasi oleh Greg Graffin yang merupakan vokalis punk bertitel profesor.
Sejak masuk kuliah, tawaran main mulai bertambah –apalagi komunitas undergorund sendiri semakin besar–. Kami mulai bermain satu gig dengan band-band undergorund lokal yang sudah terkenal. Duit hasil manggung pun makin banyak hingga kami mulai menabung untuk membuat single album bersama band yang sudah sedikit kuat pamornya. Selain itu juga, aku membuat band proyekan di kampus.
Sampai kemudian, datang seorang teman perempuan di kampus. Dia selalu mendukung dan menasehatiku tanpa menggurui. Dari sana tumbuh kesadaran untuk berubah menjadi yang lebih baik dan –tentu—aku bermaksud memberikan yang terbaik untuk temanku tadi.
Suatu hari ketika melewati sebuah ruangan di mesjid kampus, seorang ustadz berteriak lantang hingga menembus kupingku bahwa demokrasi haram. Ia meneriakan lagi, segala macam ide yang memerahkan telinga dan menjengkelkan hatiku. Ia mengatakan bahwa yang mati karena demo –untuk reformasi–, mayatnya layak dimasukan ke Taman Safari. Argumen-argumen yang diucapkannya ternyata sesuai dengan logikaku. Kepala yang sudah chaos dengan pertengkaran keluarga dan gap antar sesama kawan di tempat nongkrong semakin pusing.
Sehari kemudian –tak sengaja—aku melihat baligo raksasa yang dipampangkan di kampus mengenai acara pesatren kilat mahasiswa. Tadinya aku males buat ikut yang begituan tapi berhubung banyak orang terkenal dan ustadz yang teriak kemarin tercantum namanya di baligo, akhirnya aku ikut juga. Aku ingin melarikan diri dari permasalahan sekaligus menunjukkan pada temen perempuan tadi bahwa aku mulai sedikit berubah. Akhirnya, bersama salah seorang teman pria yang sama dari komunitas underground aku mengikuti acara tersebut.
Kami ikut pesantren tetapi tetap saja kami tidak mau merubah kelakuan secara drastis. Banyak perbuatan nyeleneh yang kami buat waktu itu, mulia dari tetep berstyle underground, main pocong-pocongan, ngegodain peserta akhwat, kabur ke rumah hingga tidur selama materi berlangsung di kelas kerap kami jalani. Namun kami mengetahui bahwa pemahaman kami berangsur-angsur mulai berubah. Ketika harus keluar dari lingkungan acara pesantren –apalagi ketika– harus kembali ke Bandung kami merasa dunia diputarbalikkan. Semuanya ibarat berada dalam neraka. Semuanya serba salah. Lihat yang buruk sedikit, pasti gemes dan pengen ngomentarin. Perubahan kami menjadi celaan dan bahan ketawaan teman-teman di Bandung bahkan mereka mempertaruhkan kelakuan kami akan bertahan sampai berapa lama. Ada yang bilang paling kuat 2 minggu. Ada yang bilang 1 bulan dan 3 bulan. Parahnya tidak ada yang bilang 1 tahun.
Diserang berbagai gunjingan malah bikin hati aku makin kuat. Aku jadi ingin menunjukan bahwa aku memang kuat. Hanya saja untuk aktivitas ngeband aku kesulitan untuk meninggalkannya, apalagi –waktu itu– mulai tumbuh subur berbagai distro, clothing, record label yang mempunyai korelasi positif terhadap perkembangan band-band underground. Sewaktu aku mulai berubah, komunitas undrground di Bandung semakin kuat dan eksis dengan pemberitaan di berbagai majalah dan MTV. Bahkan, orang luar negeri pun sudah mulai merekrut band-band lokal Bandung untuk ikut serta dalam pembuatan kompilasi album.
Sepulang dari pesantren mahasiswa aku pindah band ke band yang beraliran melodicore. Pada dasarnya melodicore sama dengan punk namun lebih melodik dan penuh harmonisasi vokal saja. Saat itu kami menjadi sering membawakan lagu-lagu Not Available, NOFX, No Use For Name, No Fun At All, Skin of Tears, MXPX (klo sekarang tuh model Blink 182, Sum 41, dll) disamping lagu-lagu sendiri. Dan perlahan pemikiran anarki sindikalisku mulai hilang. Hal ini tampak apabila suara adzan berbunyi maka aku merasa harus menyelesaikan sholat terlebih dahulu.
Perasaan bersalah menggangguku. Ibarat orang munafik yang disatu sisi melakukan kebaikan tapi di sisi lain masih asik berkubang dosa (bermain band). Namun apa daya, band kami menjadi semakin eksis bahkan mulai menjadi bintang tamu bersama Puppen, Koil, Jeruji, Full of Hate, Forgotten, Burgerkill, Jasad, Keparat, Balcony, Closeminded, Savor Of Filth, Deadly Ground, Piece Of Cake, Runtah, Turtles Jr, All Stupid, dll.
Mulai banyaknya label luar negeri yang membuat kerjasama dengan band-band lokal Bandung membuat kami merasa harus mencari orang-orang yang menawarkan kerjasama itu. Hasilnya, ketika surfing di internet kami mendapat kenalan orang Finlandia yang menawarkan rekaman kompilasi setelah mendengar demo tape band kami. Tawaran itu ibarat anugerah yang menyebabkan kami untuk lebih serius di jalur –sebab ternyata musik yang kami buat bisa go internasional–. Tetapi, di sisi lain, pemikiran-pemikiran Islamku mulai terbentuk. Dan ini menjadi dilema tersendiri.
Awal memikirkan dilema itu terasa menyakitkan –sebab selama ini–. Di kampusku yang Katolik –meski sendirian–, aku mulai menempelkan berbagai pamflet-pamflet dan poster-poster berisi ide-ide Islam. Usahaku untuk membatasi pergaulan pria wanita mulai dipandang weird oleh hampir semua teman di kampus. Semua teman mulai menyingkir satu persatu. Mereka mencapku radikal. Aku semakin dijauhi karena mereka tak tahan mendengar ide keislaman yang baru kudapatkan di pengajian.
Bukan saja teman-teman kampus yang demikian, teman-teman SMA dan band mulai canggung padaku. Hampir setiap acara dan kumpul-kumpul yang biasa mengundangku kini malah mengucilkanku. Telepon rumah yang biasanya ramai jadi sepi. Dan yang paling menyesakan adalah: ketika orang tuaku malah mengekang kegiatan pengajian yang kulakukan.
Mereka terlalu kaget untuk melihat perubahan. Di benak orang tua dan keluargaku, mulai muncul kecurigaan negatif. Dari cap fundamentalis sampai tuduhan aku mengikuti ajaran sesat disematkan padaku. Oleh keluargaku sendiri aku diintimidasi selama kurang lebih 2 tahun agar menjauhi pengajian-pengajian ke-Islaman.
Hikmah dari peritiwa itu sangat besar. Aku menjadi sadar bahwa ilmu keislamku harus diperdalam sebab –kalau tidak demikian– bagaimana bisa menjelaskan pada keluargaku mengenainya kalau tak memiliki ilmu?. Dari kesadaran itulah aku berazzam (berjanji) untuk meninggalkan semua kebiasaan lama yang negatif. Dan saat itu pula aku memutuskan keluar dari band dan scene underground yang membesarkan diriku di waktu lalu.
Saat ini lebih kurang sudah 3 tahun aku mengaji Islam. Ada kerinduan mendalam untuk tetap bisa dekat seperti dulu dengan teman-teman scene sebab ikatan dengan mereka begitu kuat. Oleh sebab itulah, aku mulai berusaha menyadarkan kawan-kawan yang masih berada dalam scene underground. Bentuknya dengan membuat sub-culture Islam atau –dapat dikatakan dikatakan—contra-culture yang secara fisik hampir seperti scene underground namun secara pemikiran jauh berbeda.
Cara inilah yang aku gunakan untuk mempropagandakan bahwa: Islam merupakan ajaran revolusioner terbaik yang diturunkan Pemilik Semesta untuk umat manusia. Cara inilah yang aku lakukan demi menembus dosa masa laluku. Ya Allah aku bertobat padamu dan mudah-mudahan apa yang kusampaikan ini, dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman lainnya yang saat ini masih terus berkubang di dalam dosa. Amin. 

KEDEWASAAN ORGAN REPRODUKSI BELAKA
Terlalu banyak orang pakai baju hijau, dengan bintang merah tersemat di bahu tapi tidak tahu-menahu figur Rosa Luxemburg atau Trotsky. Kaus Che Guevara berbintang merah kini jadi pasaran. Sekarang orang-orang beratribut Sparta, pake sepatu boots berantai, kuping dan bibirnya di body piercing, hilir mudik gengam topi miring dijalanan Bandung sambil mengejek “Fuck of  Kapitalis” ke orang-orang kaya yang keluar masuk plaza padahal, baca resensi Das Kapital Marx aja belum pernah.
How poor they are!!!. Apa kamu termasuk kriteria posse seperti itur?. Apa kamu termasuk orang yang berbicara api, berintonasi seram alang-kepalang tapi perkataan-nya sekedar kumur-kumur tak memiliki kedalaman?. Kalau begitu, sudah dewasa atau masih seperti anak kecilkah kita?.
Jamal  teman saya yang anti Tuhan (atheis) slalu menyatakan bahwa kedewasaan yang sering dilihatnya adalah “kedewasaan organ reproduksi belaka”. Cara pandang Jamal dalam melihat kedewasaan saya sepakati, karena –seringnya– kedewasaan diklaim melalui pesta ulang tahun yang gemerlap cahaya, rampak musik house yang menyesaki kuping, dan potong kue tart di sebuah pesta besar sambil berkata  “Saya sudah 17 tahun, sudah dewasa” atau seperti yang si Om teriakan saat menikmati wine bersama rekan bisnisnya “saya sudah matang, umur saya 40 tahun!”. Apakah ini yang disebut dewasa? padahal seseorang yang berjakun, berambut kemaluan, tumbuh bulu di ketiaknya, menstruasi, dan memiliki uang simpanan bermilyar di bank, belum tentu memiliki kedewasaan intelektual.
Di dunia “ke-tiga” yang kehidupan sosial, ekonomi dan politiknya morat-marit –semacam Indonesia–, kedewasaan dalam arti sesungguhnya sulit didapat dan diperlihatkan. Di tempat-tempat umum, ruas-ruas jalan hingga bangku perkuliahan, orang banyak melakukan aktivitas bukan dikarenakan pertimbangan yang didasarkan atas kesadaran “ruh” yang ia ikat dengan fundamen nilai yang di yakini. Bahkan untuk meyakini nilai tertentu, orang-orang tidak memilihnya dengan kesadaran. Keyakinan yang tumbuh lebih condong diakibatkan karena lingkungan dan faktor keturunan yang menuntutnya demikian (dan ini tidak dewasa!!!).
Seorang Jamal yang melakukan proses komparasi atau perbandingan keyakinan untuk mempertimbangkan keyakinan mana yang akan di anutnya, akan serta merta melakukan hubungan seks bebas dengan nyaman. Dia tidak akan dibayang-bayangi dosa seperti pengguna kaus Che Guevara bernama Barli, yang seusai berzinah, meraung-raung, teringat-ingat komik Tatang S. tahun 80-an yang menggambarkan pelaku seks bebas digiles setrika sebesar traktor! (di neraka). 
Mengapa perbuatan yang sifatnya sama memiliki dampak yang berbeda pada diri pelakunya? (dampak yang berbeda terjadi karena cara seseorang dalam memeluk keyakinan). Jamal memeluk keyakinan karena pilihannya, Barli memeluk keyakinan karena faktor keturunan, sehingga ia mengambil aturan main nilai-nilai secara setengah-setengah. Pengambilan aturan main –setengah-setengah– inilah yang menyebabkan-nya terjebak pertarungan nilai-nilai yang berbeda di dalam isi kepala. Barli menjadi manusia malang, menjadi manusia setengah jadi yang dikatakan oleh ilmu psikologi sebagai penyakit kepribadian yang terpecah split personality.
Dalam kasus diatas, terlihat bagaimana kriteria kedewasaan dan ketidakdewasaan terjabarkan. Kedewasaan merupakan fase metamorfosa, fase ketika manusia mengetahui segala hal yang sedang dan akan dilakukan. Kedewasaan adalah kesadaran sempurna untuk memilih dan mengetahui konsekuensi jalan hidup yang akan diambil. Jika seseorang ingin menjadi individu super, –menjadi superman!–, maka ia harus dewasa, membuka relung fikiran untuk menyingkap tabir keberadaan dirinya ditengah semesta. Dia harus memecahkan teka-teki besar yang akan menyediakan aturan untuk dijalankan dalam kehidupannya.
Seandainya aturan itu ditemukan, dan dia akan menggunakan aturan main itu secara sungguh-sungguh (melaksanakan aturan itu) maka ia akan menjadi manusia utuh yang tercerahkan. Keberadaan dirinya setelah pencerahan akan “ruh” kesadaran akan menjadikan kehidupannya di dunia bukan sekedar menjadi gerabah tanah liat yang di-isi oleh manusia lainnya. Sebab dia telah menjadi manusia merdeka yang bukan sekedar menjadi objek melainkan subjek dewasa yang harus memikul kejayaan peradaban dipundaknya!!!.

KANGJENG RATU KIDUL
Siapakah sesungguhnya Kangjeng Ratu Kidul itu ? Benarkah ada dalam kesungguhannya, ataukah hanyadalam dongeng saja dikenalnya? Pertanyaan ini pantas timbul, karena Kangjeng Ratu Kidul termasuk mahluk halus. Hidupnya di alam limunan, dan sukar untuk dibuktikan dengan nyata. Pada umumnya orang mengenalnya hanya dari tutur kata dan dari semua cerita atau kata orang ini, bila dikumpulkan akan menjadi seperti berikut:

Menurut cerita umum, Kangjeng Ratu Kidul pada masa mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istri yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Suranadi, cicit Raja Siluman di Sigaluh. Layaklah bila sang putri ini kemudian melarikan diri dari kraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri tidak bersuami (wadat) dan menjadi ratu di antara mahluk seluruh pulau Jawa. Istananya di dasar samudera Indonesia. Masalah ini tidak mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari mahluk halus. Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi ratu sang putri lalu mendapat julukan Kangjeng Ratu Kidul malahan ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata lara berasal dari rara, yang berarti perawan (tidak kawin).
Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantik tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Untuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri di dalam suatu telaga, di pinggir samudera.
Konon pada suatu hari, tatkala akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena melihat mukanya yang rusak, sang putri lalu terjun ke laut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi mahluk halus. Cerita lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya Kangjeng Ratu Angin-angin.Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kangjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjad ratu mahluk halus saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir pantai selatan, mulai dari daerah Yogyakarta sampai dengan Banyuwangi, hanya terpisah oleh desa Danamulya yang merupakan daerah penduduk Kristen.Camat desa Paga menerangkan bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji ke samudera selatan untuk Nyi Rara Kidul. Sesajinya diatur di dalam rumah kecil yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (sanggar). Juga pesisir selatan Lumajang setiap tahun mengadakan korban kambing untuknya dan orang pun banyak sekali yang datang,Tuan Welter, seorang warga Belanda yang dahulu menjadi Wakil Ketua Raad Van Indie, menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolor di Kepajen, pernah melihat upacara sesaji tahunan di Ngliyep, yang khusus diadakan untuk Nyai Lara Kidul. Ditunjukkannya gambar (potret) sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya berisi tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Lara Kidul. Seorang perwira ALRI yang sering mengadakan latihan di daerah Ngliyep menerangkan bahwa di pulau kecil sebelah timur Ngliyep memang masih terdapat sebuah rumah kecil, tetapi kosong saja sampai sekarang. Apakah rumah ini yang terlukis dalam gambar Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan.

 seorang kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tahun 1955 pernah ada serombongan orang-orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan kramat) di pulau karang kecil, sebelah timur Ngliyep. Seorang di antara mereka adalah gurunya. Dengan cara tanpa busana mereka bersemadi di situ. Apa yang kemudian terjadi ialah, bahwa sang guru mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat diceritakan ialah bahwa merasa melihat sebuah rumah emas yang lampunya bersinar-sinar terang sekali.
Di Pacitan ada keparcayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Lara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan orang akan mendapat bencana. Ini dibuktikan dengan terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa Belanda beserta 2 orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkan. Pergilah mereka ke pantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan kembalinya ke laut sambil menyambar tiba-tiba menyambar keempat orang Belanda tersebut di atas.
Seorang dhalang di Blitar menceritakan bahwa di daerahnya sampai ke gunung Kelud masih ditaati pantangan Kangjeng Ratu Kidul, ialah memakai baju hijau. Tak ada seorang pun yang berani melanggarnya.

Sampai pada waktu akhir-akhir ini orang masih mengenal apa yang disebit “lampor”, yaitu suatu hal yang yang dipandang sebagaiperjalanan Kangjeng Ratu Kidul, yang naik kereta berkuda. Suaranya riuh sekali, gemerincing bunyi genta-genta kecil dan suara angin meniup pun membuat suasana menjadi seram. Orang lalu berteriak “Lampor! Lampor! Lampor!”, sambil memukul-mukul apa saja yang dapat dipukul, dengan maksud agar tidak ada pengiringnya yang ketinggalan singgah di rumahnya, untuk mengganggu atau merasuki.
Menurut “penglihatan” seorang pemimoin Teosofi, bangsa Amerika, Kangjeng Ratu Kidul bukan pria, bukan pula wanita. Dan dikatakannya, bahwa Kangjeng Ratu Kidul dapat digolongkan sebagai Dewi Alam, dalam hal ini Dewi Laut.

Di Jawa masih dikenal tiga jenis lainnya, ialah:
a.Disebelah timur adalah Kangjeng Sunan Lawu, Dewa Gunung. Menurut ceritanya semula adalah Raden Guntur, seorang putra keturunan Majapait yang meloloskan diri pada masa jatuhnya Majapait, lari sampai ke puncak Lawu;
b.Disebelah barat di gunung Merapi ialah Kangjeng Ratu Sekar Kedhaton. Tidak begitu dikenal ceritanya.
c.Disebelah utara adalah hutan Krendhawahana, dikuasai oleh Bathari Durga atau Sang Hyang Pramoni, Dewi Hutan. Menurut mereka yang pernah melihatnya, wujudnya seperti reksesi. Untuknya kraton selalu membuat sesji yang paling luar biasa, ialah Maesalawung, karena Dewi ini yang dianggap sebagai penjaga negeri seisinya.
Maesalawung atau Rajaweda diberikan setiap bulan Rabingul-akhir, padahari Senin atau Kamis yang terakhir. Sesaji diberiakan di Sitinggil. Do’a yang dibaca adalah do’a Buda, sedang rapal yang diucapkan merupakan campuran Jawa dan Arab  Sesaji Maesalawung ini adalah Bekakak, dibuat dari tepung, berbentuk manusia lelaki dan perempuan, tidak berbusana;Badheg, arak yang dibuat dari siwalan atau aren, semangkuk;

Hajad ini dibawa ke hutan Krendhawahana, diletakkan di pinggir sumur Gumuling.Yang diperintah membawanya adalah abdi dalem Suranata, ialah abdi dalem yang tergolong para mutihan (ulama) yang berdiri sendiri dengan kewajiban:
a. -mamberi sesaji sebelum suatu upacara diadakan demi keselamatan negeri seisinya.
b. Mancari dan memperhitungkan hari atau waktu yang baik untuk suatu kepeluan, langsung disampaikan kepada Sinuhun, tanpa melalui penghulu. Ini suatu sisa adat kerajaan bagian keagamaan.

Kesimpulan mengenai Kangjeng Ratu Kidul ialah, bahwa adanya bukanlah hanya dalam dongeng atau tahayul saja. Ini adalah hal yang nyata ada, tetapi yang tidak termasukdalam alam manusiawi, melainkan dalam alam limunan (alam Mahluk halus). Ia bukan di dalam alam kita, manusia biasa. Yang dapat menerobos alamnya hanya manusiatama seperti Wong Agung Ngeksi Ganda saja, ialah yang dapat menguasai kedua alam, baik alam manusia maupun alam mahluk halus. Dua alam yang melambangkan suatu dwitunggal yang suci.
-Dodot banguntulak adalah kain panjang berwarna dasar biru tua, dengan warna putih di bagian tengah.
-Buntal adalah untaian daun pandan, puring dan beberapa macam lainnya diselingi bunga-bungaan.
Dalam melaksanakan tugasnya para penari Bedhoyo Ketawang yang berjumlah sembilan orang penari putri ini harus dalam keadaan bersih secara spritual (tidak dalam keadaan haid). Selain itu beberapa hari sbelumnya para penari diwajibkan untk berpuasa. Komposisi penari Bedboyo Ketawang terdiri dari, Endhel, Pembatak, Apit Najeng, Apit Wingking, Gulu, Enhel Weton, Apit Meneng, Dadha dan Buncit. Dari ke sembilan penari tersebut, Pembatak dan Endhel sangat memegang peranan panting Pada salah satu adegan, kedua penari ini melakukan adegan percintaan. Ditelaah dari syair yang dilantunkan oleh Sindhen dan Waranggana, tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan percintaan antara raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kencanasari/Kidul. Hanya saja semuanya diwujudkan secara abstrak dan sangat simbolis. Karena pertunjukan tari Bedhoyo Ketawang bertujuan mereaktualisasikan hubungan cinta secara spiritual antara Raja Mataram dengan Ratu Kencanasari maka kebanyakan sesaji yang ditempatkan di atas beberapa nampan berupa busana serta alat-alat kecantikan.
Selain tarian yang sakral diatas Kraton Kasunanan/Pakubuwono juga menciptakan tarian lain misalnya: Tari Srimpi, yaitu tarian yang menggambarkan perang tanding dua kesatria.
Macam-macam srimpi : Srimpi padelori, Andong-andong, Arjuno Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo, Dempel, Gambir sawit, Muncar, Gandokusumo, Srimpi lobong (Jaman PB IX, 1774) dll.

Yogya, Bernas
Seperti hendak mengiringi panasnya suhu politik Jakarta, Gunung Merapi yang sejak 10 Januari lalu berstatus “Siaga Merapi”, Minggu pagi (14/1) mulai meletus atau memasuki fase erupsi. Masa awal letusan ini ditandai dengan keluarnya lava pijar serta awan panas (pyroclastic), yang oleh masyarakat awam disebut wedhus gem- bel.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Direktorat Vulkanologi, secara proaktif Minggu pagi pukul 07.00 menegaskan kembali kepada para penambang pasir untuk menghentikan kegiatannya. Mereka yang diingatkan untuk segera meninggalkan lokasi pertambangan adalah yang bekerja di jalur Kali Sat dan Kali Senowo, terutama pada jarak 7 km dari puncak Merapi. Lokasi ini berada di lereng barat dan barat daya Merapi.

Kepala Seksi Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian BPPTK Dr A Ratdomopurbo kepada Bernas di kantornya Minggu malam mengatakan, awan panas mulai terjadi susul-menyusul, meskipun masih diselingi waktu jeda antara setengah hingga satu jam. Sepanjang hari Minggu, hingga pukul 19.30 terjadi 25 kali awan panas. Guguran lava yang sebagian pijar, terjadi 102 kali.

Pengamat Gunung Api Sugiyono, HS dari Pos Babadan, Magelang melaporkan, gulungan awan panas ter- panjang terjadi pukul 17.34. Wedhus gembel ini menerjang lereng barat sejauh 3,8 km. Meski tidak bisa terlihat secara utuh karena terhalang kabut, ekor wedhus gembel masih bisa teramati secara visual.

Paling terancam
Dr A Ratdomopurbo mengatakan, sampai kemarin jalur yang paling terancam adalah Kali Sat. Sekitar 70 persen material Merapi dari puncak masuk ke alur Kali Sat. Sisanya masuk ke Kali Senowo, Kali Lamat dan sebagian kecil malah mengarah agak ke selatan, yakni masuk ke hulu Sungai Bebeng.

Sungai ini adalah hulu Sungai Krasak, yang sebagian membatasi wilayah DIY dengan Jawa Tengah. Sedangkan Kali Sat adalah hulu Kali Putih yang mengalir di selatan Kota Muntilan.

Menurut ahli gunung api lulusan Perancis ini, karena Merapi sudah mulai memasuki fase erupsi, ia menegaskan berulang-ulang agar penambangan pasir dihentikan. Ini dilakukan semata-mata agar tidak jatuh korban jiwa.
“Pada tahap awal saja, luncuran awan panas sudah mendekati 4 kilometer. Pada puncak erupsi nanti, tentu akan lebih jauh lagi,” ujarnya.

Ia menambahkan, sebenarnya sejak 10 Januari lalu BPPTK sudah melarang penambangan pasir. Namun, karena lava pijar belum keluar, BPPTK masih memberi toleransi. Kini, lava pijar sudah muncul, sehingga tingkat bahaya menjadi lebih besar.
“Meskipun kalau ada yang ngeyel (nekad, red) itu salahnya sendiri, tetapi kalau sampai jatuh korban jiwa, semua akan repot,” tuturnya.
Letusan terakhir
Gunung Merapi terakhir meletus pada 11 dan 19 Juli 1998. Letusan tersebut menghasilkan endapan awan panas (pyroclastic) sebanyak 8,8 juta meter kubik. Volume ini merupakan volume endapan terbesar sejak letusan tahun 1969. Sebaran abu letusan antara lain sampai di daerah Borobudur dan Purworejo.
Letusan tahun 1998 ini juga sempat menghancurkan sisa kubah lava hasil letusan 1957. Bahkan, letusan yang juga mengarah ke barat-barat laut ini menandai terjadinya pergeseran pusat aktivitas yang cenderung mengarah ke utara. Arah letusan ke barat-barat laut, terakhir terjadi pada saat Merapi meletus tahun 1957.
Kini, di puncak Gunung Merapi juga bertengger kubah lava hasil bentukan setelah meletus 11 dan 19 Juli 1998. Volume kubah itu sekitar 3 juta meter kubik. (put) 

LIST PERTANYAAN BUAT PUNKERS
Iman, 18 Tahun, Mahasiswa Unikom, Ketua panitia acara musik
Sejak kapan dan bagaimana kamu kenal Punk?
Waktu dulu SMU saya dekat dengan GOR. Nah, di GOR itu suka diadain pentas musik kayak beginian. Awalnya sih Iman gak tau, gak ngerti gitu tapi lama-kelamaan pas mereka bubaran lewat kampung kita, saya jadi tertarik dan akhirnya ikut-ikutan. Dulu Iman punya group Band namanya Molotov dan setiap manggunggnya selalu bawainnnya lagu-lagu hardcore. Tapi sebenernya, kalau mau jujur lirik-lirik serem yang kita nyanyiin nggak sesuai ama perilaku kita. Artinya Iman buat lirik tuh, yang penting keren. Kalau sekarang Iman gak punya group Band soalnya gak ada kemajuan akhirnya buat enterprise yang acara pertamanya di Soreang, Alhamdulillah.

Bagaimana sikap keluarga ketika mengetahui jalan yang kamu pilih ini (jadi Punkers)
Waktu rambut Iman di cat, Ibu Iman cuma ketawa. Buat mereka sih  nggak apa-apa yang penting jangan sampe Iman tuh ninggalin sekolah. Jangan sampe Iman mencampur adukin. Kalo boleh sombong Iman masuk lima besar di sekolah jadi Ibu khawatir. Sekolah jalan maen puas.

Apa sih yang menarik dari Punk? Musik, gaya hidup, pemikirannya atau apa?
Banyak sih. Yang pertama karena pakaiannya yang aneh. Yang kedua (mikir) nggak apa-apa bilang ya? (pewawancara : “nggak apa-apa kan fakta”) he…he…he… cewek-ceweknya cantik-cantik (sambil melirik Anggi). Yang ketiga, mudah dapat duit dan dijadikan usaha. Tapi terus terang resikonya gede. Kayak tadi aja gerbang sampe mau jebol, ditendang-tendang ama massa. Jadi  sebenarnya ngadain acara seperti ini taruhannya adalah nyawa. Mereka yang mau masuk tuh kebanyakan gak punya uang tapi lucunya mereka pengen masuk, kan repot.   

Ada nggak sih figur tertentu yang jadi panutan dalam Punk?
Kalau hard core Dinning Out yang vokalisnya cewek pake kerudung. Musiknya enak, cocok gitu. Kalau diluar Limp Bizkit, Korn, Soulfly, Biohazard pokonya alirannya yang disukai Iman
Soal musik, biasanya musik yang diusung oleh anak-anak Punk itu ngomongin soal apa sih?
Sebenernya Iman gak terlalu memikirkan itu. Netral-netral aja. Iman hanya menyediakan band-band untuk tampil. Selama mereka tidak keluar dari aturan yang kita buat ya nggak apa-apa. Kalau bikin lirik yang temanya politik kesannya sok tahu. Yang penting musiknya enak didengar. 
Soal ide dan pemikiran, benar nggak sih kalau anak-anak punk itu anti kemapanan, dan apa yang dimaksud dengan kemapanan itu?
 Enggak-nggak,nggak semua gitu. Orang-orang yang bilang gitu tuh underground yang gembel. Mereka tidak punya kemauan jadi lebih baik.
Bagaimana juga sikap kamu soal sekularisme, kapitalisme dan ide-ide yang diusung Barat lainnya?
Gak ngerti. Kita cuma nyedain tempat aja sih.
Soal revolusi dan perubahan masyarakat, perubahan apa sih yang diharapkan kamu sebagai anak punk?
Wah nggak setuju soalnya setiap orang di underground itu pemikirannya beda-beda.
Soal sekte-sekte dalam punk, kayak anak-anak rancid, skinhead, dll, apa sih yang membedakannya?
Ada Hard Core, Punk Rock, Brutal Death, Melodicore, Punx and Skin, Gothic. Dari musiknya kita bagi dua. Ada Punk ada Black Metal. Kalau Black Metal dibagi jadi dua, yang slow disebut Gothic, yang keras dan cepet disebut Grind Core. Dari Punk lahir Hard Core, Punk and Skin sampai ke Crustcore. Kalau Hard Core lebih enak ketukannya. Nya kitu lah!, nggak tau.
Soal bacaan, bacaan model apa sih yang kamu atau kebanyakan anak-anak punk suka?
Apa ya?
Soal isu-isu miring yang dialamatkan buat kamu dan anak-anak Punk. Misal aja, anak punk itu gembel, lost generation dan generasi tanpa masa depan Bagaimana kamu menyikapinya?
Kalau alkohol sih,banyak. Da Iman juga dulu pernah, sekarang nggak. Waktu dulu sebelum main supaya nggak nervous Iman nenggek dulu. Tapi kalau di acara kita nggak kayak gitu. Ada pengamanannya, kalau yang masuk bawa minuman keras pasti ditahan. Kalau masalah seks emang bener. Iman juga suka. Bahkan Iman tau seks dari sini (ketawa). Kenapa gitu? soalnya menurut Iman cewek-ceweknya gampangan. Mengapa gampangan? Soalnya mereka pada ngerokok, kalau laki-laki nggak apa-apa. Tapi kalau cewek kesannya gimanaaa gitu. Lagian banyak juga yang pake rok pendek. (Saat Iman ketawa, Anggi menyela : tapi gak semua cewek gampangan. Kalau saya baik banget!). Dan masalah lost generation itu mah terserah pribadi masing-masing aja. Kalau mau berusaha ya bisa maju, kalau nggak ya jadi gembel.
Terakhir, jika ada gaya hidup, musik dan ide lain yang lain yang lebih baik dari punk, apakah kamu mau meninggalkan punk dan bergabung dalam gaya hidup itu?
Kalau saya sih lebih baik melihat pertanyaannya gini, jangan melihat kami dari penampilan. Emang gak bisa disalahin orang melihat penampilannya tapi lihatlah lebih dalam dari underground.
Anggi, 17 Tahun, SMU
Sejak kapan dan bagaimana kamu kenal Punk?
Awalnya diajakin sama temen ke acara kayak gitu. Kayaknya rame dan beda dari yang lain. Kalau group pop biasa aja cuma kalau underground sedikit unik.
Bagaimana sikap keluarga ketika mengetahui jalan yang kamu pilih ini (jadi Punkers)
Kalau Anggi punya sodara cowok yang ada di scene underground jadi mamah gak ngelarang-larang soalnya ada saudara. Nilai orang tuh jangan liat dari dandanannya soalnya mereka tuh sebenernya baik-baik.
Apa sih yang menarik dari Punk? Musik, gaya hidup, pemikirannya atau apa?
Karena dandanannya aneh-aneh dan enak aja temenan ama mereka. Enak diajak ngobrol.
Ada nggak sih figur tertentu yang jadi panutan dalam Punk?
Siapa ya? (loading) Boys are Toys, cowok adalah mainan soalnya pemainnya cewek semua. Kalau dari luar POD.
Soal musik, biasanya musik yang diusung oleh anak-anak Punk itu ngomongin soal apa sih?
Sama sih. Yang penting lagunya asal asik.

Soal ide dan pemikiran, benar nggak sih kalau anak-anak punk itu anti kemapanan, dan apa yang dimaksud dengan kemapanan itu?
Ya mungkin ini sekedar hobi ya. Tapi untuk mapan sih harus, karena didalam undergroun dpun ada banyak pemikiran.
Bagaimana juga sikap kamu soal sekularisme, kapitalisme dan ide-ide yang  diusung Barat lainnya?
Nggak tau!.
Soal revolusi dan perubahan masyarakat, perubahan apa sih yang diharapkan kamu sebagai anak punk?
Nggak seluruhnya kayak gitu, mungkin hanya sebagian yang kayak gitu. Selebihnya Anggi gak tau.
Soal sekte-sekte dalam punk, kayak anak-anak rancid, skinhead, dll, apa sih yang
membedakannya?
Kan udah ama Iman.
Soal bacaan, bacaan model apa sih yang kamu atau kebanyakan anak-anak punk suka?
Iya ya apa? Nggak tau ah.
Soal isu-isu miring yang dialamatkan buat kamu dan anak-anak Punk. Misal aja, anak punk itu gembel, lost generation dan generasi tanpa masa depan. Bagaimana kamu menyikapinya?
Kalau kata Anggi itu mah masing-masing orang aja. Gak semua orang sama, ya gimana orangnya aja deh.
Terakhir, jika ada gaya hidup, musik dan ide lain yang lain yang lebih baik dari punk, apakah kamu mau meninggalkan punk dan bergabung dalam
gaya hidup itu?
Yang penting cinta kedamaian
Kuya, 21 tahun, Vokalis band Punx
Sejak kapan dan bagaimana kamu kenal Punk?
Sejak SMA. Saya kenal dari dengerin kaset-kaset punk punya temen.
Bagaimana sikap keluarga ketika mengetahui jalan yang kamu pilih ini (jadi Punkers)?
Biasa aja. Yang penting kelakuannya jangan menjadi kriminal. Paling mereka atau kita sering berselisih paham karena masalah dandanan. Itu pun kadang dianggap wajar. Namanya juga anak muda. Asal tau batasan aja. Kapan itu mesti formal dan kapan itu bisa slengean.
Apa sih yang menarik dari Punk? Musik, gaya hidup, pemikirannya atau apa?
Awalnya sih ya musiknya yang pas di telinga. Begitu bersemangat dan gembira. Trus karena interaksi, mulai kenal gaya hidup dan pemikirannya. Dan ternyata pas dengan otak dan hati
Ada nggak sih figur tertentu yang jadi panutan dalam Punk?
Ya ada. Mereka-mereka yang total dalam scene dan berjuang atas nama dan untuk scene. Terlalu banyak kalo disebutin satu persatu orangnya. Yang jelas, baik dia seorang punk atau tidak, selama berjuang untuk scene dan hidup mati di dalamnya, itulah panutan saya
Soal musik, biasanya musik yang diusung oleh anak-anak Punk itu ngomongin soal apa sih?
Banyak. Mulai dari minum beer hingga teler sampai ke ajakan untuk merevolusi sistem yang ada saat ini. Cuman kebanyakan –karena punk lahir dari ketertindasan kaum buruh oleh penguasa- maka lirik2nya pun biasanya penentangan terhadap segala bentuk mainstream yang ada. Terlebih bila hal itu membelenggu mereka
Soal ide dan pemikiran, benar nggak sih kalau anak-anak punk itu anti kemapanan, dan apa yang dimaksud dengan kemapanan itu?
Kita anti kemapanan karena yang menjadi suatu yang mapan saat ini bukan yang kita inginkan. Tidak mungkin kita mendukung apa-apa yang kita tidak mau dan justru malah menyebabkan ketidakadilan diantara kita. Sehingga apa yang dimaksudkan kemapanan dapat dicapai yaitu keadaan dimana kita bisa survive tanpa tekanan dan menekan orang lain.
Bagaimana juga sikap kamu soal sekularisme, kapitalisme dan ide-ide yang diusung Barat lainnya?
Menentangnya. Saya memahami bahwa hal tersebut justru yang akan bakal dan malah menciptakan ketidakadilan. Jargon yang mereka (kapitalis) ciptakan pada faktanya hanya menguntungkan para borjuis dan memarjinalkan kaum proletar. Klo demikian adanya apa mau dikata, kita harus melakukan perlawanan. Karena tunduk atau menyerah berarti mati. Caranya bisa macam-macam. Saat ini saya paling bisa menuangkanya dalam lirik-lirik lagu yang dibawakan di atas gigs, melakukan diskusi2, menempelkan pamflet, melakukan aksi dan demontrasi, DIY, vandal dan memperluas jaringan.
Soal revolusi dan perubahan masyarakat, perubahan apa sih yg diharapkan kamu sebagai anak punk?
Jelas saat ini perlu adanya revolusi dan perubahan. Sebab dimana ada tesis pasti ada juga anti tesis yang melahirkan sintesa baru. Maka revolusi dan perubahan adalah suatu keharusan. Terlebih pada sistem brengsek seperti sekarang.  Perubahan itu harus menuju pada terciptanya kebebasan dan keadilan yang merata dimana semua dapat melakukan apa yang mereka mau tanpa menggangu yang lainnya. Kita sadar bahwa usaha kita ibarat riak-riak kecil di lautan yang mencoba menahan ombak yang terkena badai. Tapi kami yakin perubahan itu pasti datang. Biarlah kita jatuh dan mati atas apa yang kita yakini bukan karena apa yang mereka maui.
Soal sekte-sekte dalam punk, kayak anak-anak rancid, skinhead, dll, apa sih yang membedakannya?
Akar semuanya adalah sama yaitu blues lalu rock n roll dan kemudian punk. Dari punx lalu berkembang sesuai kreativitas masing-masing. Maka muncullah seperti Old school HC, Newschool HC, street punx, straight edge, ska, crustcore, black metal, grunge, grind, gothic, skinhead, melodicore, dll. Itu semua hanya jenis musiknya saja yang berbeda. Ada ketukan drumnya yang cepat, riff gitarnya yang dikocok terus, vokalnya yang berat, dll. Namun ada memang yang menyalahgunakan atau ditunggangi oleh gerakan2 sayap kanan. Contonhnya di beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Perancis, Inggris, dll. So, muncullah skinhead yang fasis dan ultranasionals. Dalam aliran2 yang tadi memang terdapat nilai2 yang berbeda satu sama lainnya tapi pada dasarnya mereka tetap adalah seorang punx.
Soal bacaan, bacaan model apa sih yang kamu atau kebanyakan anak2 punk suka?
Ya macam2. Kita gak pernah terpatok untuk suka ini atau suka itu. Silakan jalanin sendiri. Kamu mau suka buku masak pun ya gimana kamu. Kamu mau suka Nietzhe ya silakan aja. Atau mau suka Shincahan pun boleh saja, bebas. Tapi biasanya kita suka bacaan dari zine2 yang didalamnya berisi segala sesuatu tentang underground. Isinya ada yang membahas seksualitas, politik, musik, lingkungan, dll. Selama itu DIY dan tidak mengusung fasisme, rasisme, kapitalisme dan sistem yang ada, ya kita dukung.
Soal isu-isu miring yang dialamatkan buat kamu dan anak-anak Punk. Misal aja, anak punk itu gembel, lost generation dan generasi tanpa masa depan. Bagaimana kamu menyikapinya?
Itu kebanyakan karena mereka melihat kita dari luarnya saja. Harusnya mereka terjun sendiri dan lihat seperti apa kita sebenarnya. Klo dibandingkan, lebih parah mana; kita yang berdandan gembel atau para koruptor yang berdasi dan sok necis? Kita disini membangun komunitas dan ini untuk masa depan kita. Semua itu butuh perjuangan. Dari keyakinan itulah kita berusaha unuk mandiri bukan menyusahkan orang lain. Wajar saja banyak orang anggap kita tidak punya masa depan karena frame berpikir mereka mengatakan bahwa orang yang mempunyai masa depan adalah mereka yang bersekolah tinggi, berdasi, bermobil, beristri cantik, dll. Tapi kalo orang2 tadi tau apa yang kita lakukan di dalam scene ini, mereka tentu bakal menyadari kekeliruanya. Sebab disini kita sekali lagi, membangun komunitas, membuat jaringan, memperpanjang distribusi dan menyebarkan pemikiran budaya kita.
terakhir, jika ada gaya hidup, musik dan ide lain yang lain yang lebih baik dari punk, apakah kamu mau meninggalkan punk dan bergabung dalam gaya hidup itu?
Apapun bentuknya, pasti pada permulaan dimana gaya hidup, musik dan ide itu mulai bangkit, mereka yang mengusungnya pasti terkategorikan sebagai seorang punk. Karena usaha2nya untuk melawan mainstream. Kalau pun ternyata mereka berhasil dan jadi lebih baik, maka saya tetap akan menjadi seorang punx yang terus berada diluar mainstream. Itulah jiwa saya. Begitulah dialektika.
Kumbang, sekitar 25 Tahun, skinhead
37. Sejak kapan dan bagaimana kamu kenal Punk?
Sejak lama
Bagaimana sikap keluarga ketika mengetahui jalan yang kamu pilih ini (jadi
Gak apa-apa

Apa sih yang menarik dari Punk? Musik, gaya hidup, pemikirannya atau apa?
Isinya seperti ideologi2 yang kita percayai. Seperti fuck dengan sistem yang ada dan pemerintahan yang ada disini. Susah kalo lewat demo. Pasti ketangkap. Pasti ditembakin. Makanya kita pilih dengan vandal tapi bukan graffiti. Kita tidak bisa bikin grafiti. Graffiti itu untuk orang tertentu yang bisa melukis. Klo aku langsung aja.  FUCKKKK SISTEM YG ADA SAAT INI. karena terlalu korup.
Ada nggak sih figur tertentu yang jadi panutan dalam Punk?
Jujur saja, saya bukan punk. Saya skinhead. Semua skinhead adalah sama. Baik di Asia, Eropa, Amerika. Skinhead sendiri lahir dari kalangan ras pekerja imigran dari Jamaica ke Inggris. Mereka disebut Mods. Mereka militer tapi tidak mau berperang. Biasanya pake atribut padi kapas sebagai lambang buruh. Intinya ajah skinhead itu tidak rasis. Di Eropa sana, skinhead dijadikan alat2 politik sayap kanan seperti Perancis, Inggris, Itali oleh Musollini, Jerman oleh Hitler. Sampai di Inggris mereka bikin organisasi SHAPR (Skinhead Against Prejudice). Untuk membedakan skinhead yang rasis dan tidak rasis. Pemimpinya Moreno.
Pokoknya kami dukung roots skinhead dan Punk.One world belong to all.
Yang pasti saya bukan orang kiri apalagi orang kanan. Saya adalah diri saya sendiri. Selagi kiri bikin statement untuk rakyat banyak, saya ikut. Kanan nggak! Justru saya paling benci kanan. Benci bukan dalam tanda kutip rasis. Kalau kamu tau, saya cinta negeri ini tapi saya benci sistem yang ada.
Soal musik, biasanya musik yg diusung oleh anak2 Punk itu ngomongin soal apa sih?
Kalau band saya One Voice, ngomongin politik dan sikap kita terhadap korupsi, tindakan rasialis pemerintah Soal ide dan pemikiran, benar nggak sih kalau anak-anak punk itu anti kemapanan, dan apa yang dimaksud dengan kemapanan itu?
Gak juga. Saya kerja di workers distro. Anak2 scene underground; Bandung, Jogya, Maland, dll. Biasanya bikin secara DIY. Kita kerja sendiri. Kita bikin kaos, bikin zine, merchandise, dll. Dulu kita bikin zine kontra kulture, FAF, utopia. Mungkin…anti kemapanan itu lebih cenderung ketidakpercayaan terhadap birokrasi yang bobrok.
Bagaimana sikap kamu soal sekularisme, kapitalisme dan ide2 yg diusung Barat lainnya?
No comment. Karena di Indonesia ini yang paling sensitif itu adalah agama. Kita anti agama dan anti rasialis. Disini kami bergabung satu sama lain. Bahkan seorang warga keturunan pun ada dalam scene ini. Kita bukan gang yang bikin kumpulan2 kayak gitu. Contohnya dalam sepakbola. Banyak terjadi aksi2 rasialisme apalagi di Eropa sana. Yang penting kita cinta sepakbola dan jangan berkelahi karena hal begitu. Kalah menang kita nerima apa adanya.
Soal revolusi dan perubahan masyarakat, perubahan apa sih yang diharapkan kamu sebagai anak punk?
Soal sekte dlam punk, kayak anak-anak rancid, skinhead, dll, apa sih yg membedakannya?.
Ingat, tolong di camkan semua adalah sama. Dari ujung keujung semua unite!
Soal bacaan, bacaan model apa sih yang kamu atau kebanyakan anak-anak punk suka?
Soal isu-isu miring yang dialamatkan buat kamu dan anak-anak Punk. Misal aja, anak punk itu gembel, lost generation dan generasi tanpa masa depan. Bagaimana kamu menyikapinya?
Punk itu jangan dinilai dari style-nya dan dandanannya. Yang penting liat movement dan geraknya. Banyak sih orang berdandan mohawk, jaket kulit tapi tingkah laku dia tidak mencerminkan seorang punk. Intinya Punk itu bukan dandanan. Makanya jangan melihat Punk dari dandanan.
Terakhir, jika ada gaya hidup, musik dan ide lain yang lain yang lebih baikdari punk, apakah kamu mau meninggalkan punk dan bergabung dalam gaya hidup itu?
Saya tetap skin head
Awing sekitar 28 Tahun, vokalis Runtah
36.      Sejak kapan dan bagaimana kamu kenal Punk?
Sejak sekitar tahun 1993
Bagaimana sikap keluarga ketika mengetahui jalan yang kamu pilih ini?
Gak masalah. Awalnya memang ada benturan. Cuman itu bukan suatu masalah
Apa sih yang menarik dari Punk? Musik, gaya hidup, pemikirannya atau apa?
Orang bilang Punk itu Sosialis tapi gak semua dari kita meyakini sosialis. Yang hedonis juga banyak. Tapi kita meyakini bahwa komunitas kita bisa lebih survive. Pada dasarnya saya sepakat dengan anarcho sindikalis. Yang penting memang direct action. Tapi untuk direct action sendiri saya belum cukup materi atau fasilitas lainnya. Cuma kita bikin aksi secara tidak langsung. Contohnya tentang sampah plastik dan penebangan pohon. Padahal kita tahu kan itu masalah environment. Kalau tidak dijaga mau gimana kita hidup? Makanya untuk direct actionnya, sedikit vandal terhadap fasilitas2 yang mendukung hal tersebut. Seperti di beberapa tempat di Bandung.
Ada nggak sih figur tertentu yang jadi panutan dalam Punk?
Saya tidak punya figur panutan. Kita hanya orang2 yang mencoba berada diluar mainstream. Makanya kita disebut underground.
Kalo mau dikatakan, punk saat ini sudah merupakan mainstream. Sudah booming. Nah, kita berada diluar itu. Jadi apa dong?
Dan kalo pertanyaan ini mengarah pada poser maka semua orang adalah poser. Tapi saya tidak suka dengan penyeragaman ini. Contohnya cewek harus pake make up ini, baju ini. mungkin mereka gak tau. Makanya kita pengen selalu berbeda. Intinya jadi diri pribadi ajah lah karena kita makhluk yang unik. Makhluk yang spesial.
Soal musik, biasanya musik yg diusung oleh anak2 Punk itu ngomongin soal apa sih?
No comment. Kita benci bicara tentang sistem
Soal ide dan pemikiran, benar nggak sih kalau anak-anak punk itu anti kemapanan, dan apa yang dimaksud dengan kemapanan itu?
Yang pasti, pikiran yang berkembang di kita saat ini adalah budaya penolakan terhadap konsumerisme. Meskipun ada tetapi tidak begitu kental. Tapi kita mencoba untuk meredam itu semua. Dulu sebelum distro dan clothing menjamur di Bandung, distro hanya ada di komunitas underground saja. karena kita butuh distribusi. Namun lama-kelamaan booming. Dan dimanfaatkan oleh orang2. Akhirnya timbullah clothing2. Ok, mereka memang bisa jadi jalur distribusi kita. Tapi ada kalanya beberapa distro ama clothing itu pilih2 hanya pada band2 besar saja. Sedangkan band2 kecil, mereka enggan untuk memasarkanya. 
Bagaimana juga sikap kamu soal sekularisme, kapitalisme & ide2 yg diusung Barat lainnya?
No comment. Kita memang menentang kapitalisme. tapi ternyata masih banyak juga dari kita sendiri yang berperilaku seperti kapitalis atau major label. Padahal dalihnya mereka bergerak secara underground. Perbedaanya hanya masalah distribusi. Kapitalis memang fuck. Tapi kita juga cinta produk dalam negeri.  Dan mengenai agama, saya no comment
Soal revolusi dan perubahan masyarakat, perubahan apa sih yg diharapkan kamu sebagai
anak punk?
Kita sudah tidak sepakat dengan pemerintahan dan sistem apapun. Saya tidak akan berbicara apapun. Bukan berarti saya membenci, tapi saya tidak peduli. Kalau saya membenci berarti lebih baik mati saja. Ngapain hidup juga. Karena gelombangnya gede, sementara kita gelombangnya kecil seperti air. Caranya paling dengan meminimalkan gelombang yang besar itu. Supaya kita bisa ngebendungnya. Makanya kita bikin produk2 sendiri. DIY.
Soal sekte dalam punk, kayak anak-anak rancid, skinhead, dll, apa sih yg membedakannya?
Ah semua sama.
 
Soal bacaan, bacaan model apa sih yang kamu atau kebanyakan anak-anak punk suka?
Saya belajar bukan dari buku, tapi saya belajar dari pengalaman. Saya belajar dari alam semesta dan lingkungan saya.
Soal isu-isu miring yang dialamatkan buat kamu dan anak-anak Punk. Misal aja, anak punk itu gembel, lost generation dan generasi tanpa masa depan. Bagaimana kamu menyikapinya?
Mo apa orang ngomong, yang penting kita be yourself aja. Masalah yang kayak gitu tak usah dibahas.
Terakhir, jika ada gaya hidup, musik dan ide lain yang lain yang lebih baik dari punk, apakah kamu mau meninggalkan punk dan bergabung dalam gaya hidup itu?
Ya kita tetap jalani terus apa yang kita yakini saat ini. Kita tetap aja terus eksis disini.

Jho, 35 Tahun, bodyguard
36.      Sejak kapan dan bagaimana kamu kenal Punk?
Sejak lama.
Bagaimana sikap keluarga ketika mengetahui jalan yang kamu pilih ini (jadi
Benturan pasti ada. Cuma kita saling mengerti dan saling menyelesaikan dengan diskusi.Dulu disini ada doktrin jangan ada kekerasan di dalam keluarga. Saya sebagai oldschool gak mau egois. Saya bertanggung jawab pada isteri dan anak jadinya ya, cari kesepakatan yang terbaik aja.
Apa sih yang menarik dari Punk? Musik, gaya hidup, pemikirannya atau apa?
Ada gua suka pola diskusinya. Disini kita suka diskusi salah satu pola fikir Punk termasuk anti Rasialis. Mengenai musik, gua pernah  maen band tapi gua sekarang sedikit beralih ke masalah yang religius. Dan gua nggak bisa menarik teman-temen ke arah yang sama karena gua berfikir, buktikan dulu bukan banyak bicara.
Ada nggak sih figur tertentu yang jadi panutan dalam Punk?
Frederich Nietche. Aku suka pemikirannya bahwa seseorang bebas berusaha menurut pemikirannya. Meski demikian gua nggak mau jadi dia, gua mau jadi diri sendiri.
Soal musik, biasanya musik yang diusung oleh anak-anak Punk itu ngomongin soal apa sih?
Gua lebih banyak bermusik sambil membawakan syair-syair yang religius, tetapi  jiwa gua tetap Punk. Bukan berarti anak Punk meninggalkan hubungan transedental antara Tuhan dan manusia cuma, gua tetep aja gak percaya agama, seperti Gibran yang menulis Jesus The Man of The Son, seperti itulah.
Soal ide dan pemikiran, benar nggak sih kalau anak-anak punk itu anti  kemapanan, dan
apa yang dimaksud dengan kemapanan itu?
Nggak juga. Gua anak Punk tapi berusaha bekerja untuk keluarga kan?
Bagaimana juga sikap kamu soal sekularisme, kapitalisme dan ide2 yg diusung Barat lainnya?
Semua kembali ke pribadi masing-masing. Meski tak mempercayai agama. Dan adalah bohong!, bahwa agama membawa keselamatan, tapi aku mempercayai Tuhan membawa keselamatan. Tuhan suka yang indah. Intinya terserah mau milih apa sih!.
Soal revolusi dan perubahan masyarakat, perubahan apa sih yg diharapkan kamu sebagai anak punk?
Gua sepakat revolusi. Dalam diri gua masih berkobar. Pokoknya manusia banyak berdoa dan berusaha saja.
Soal sekte dalam punk, kayak anak-anak rancid, skinhead, dll, apa sih yg membedakannya?
No coment!.
Soal bacaan, bacaan model apa sih yang kamu atau kebanyakan anak-anak punk suka?
Kalau gua baca apa saja.

Soal isu-isu miring yang dialamatkan buat kamu dan anak-anak Punk. Misal aja, anak punk itu gembel, lost generation dan generasi tanpa masa depan. Bagaimana kamu menyikapinya?
Nggak kok. Gua kerja jadi body guard artis-artis underground. Itu kan upaya mencari materi untuk kehidupan keluarga. Aku punya anak yang satu SMP, satu lagi SD. Kalau gua gembel, gimana ngasih makan anak isteri?. Masalah isu negatif tentang anak Punk, ah! Datang aja kesini kita ngobrol bersama
Terakhir, jika ada gaya hidup, musik dan ide lain yang lain yang lebih baik dari punk, apakah kamu mau meninggalkan punk dan bergabung dalam gaya hidup itu?
Ah jalani hidup saja. Karena Tuhan itu baik sama kita.

JANGAN SALAHKAN INUL DARATISTA
Inul pintar!. Pantat sejuta ummat itu bukan hanya memakan opini pemberitaan media massa yang semula mengekspos gerakan mahasiswa menuju goyang ngebornya1). Tidak berhenti disana, Inul mengebor –telak– argumentasi ulama yang terkadang dikultuskan  masyarakat.
Para Ulama menganggap goyang Inul, goyang setan, tapi Inul membantahnya dengan menyatakan apa yang dilakukan dirinya merupakan implementasi seni, anggaplah sebagai olahraga. Kok bisa-bisanya disebut goyangan setan? sedangkan orang-orang Jepang dan Eropa memberiku penghargaan, bukankah goyanganku dapat menaikan citra Indonesia di luar negeri?, apakah itu yang dinamakan goyang setan?.
Menghadapi analogi itu Ulama tiba-tiba buntu fikirannya, tidak bisa menjawab dengan sekali “tinju” –seorang Inul–. Dalam menggunakan analogi –meski salah penempatanya— Inul berhasil membungkam orang-orang “hebat” negara ini. Sejak kejadian itu masyarakat berbondong-bondong mendukung Inul. “Kalau mau adil kenapa Inul yang dicekal, kenapa yang lain tidak!, misalnya pemain bola volly pantai, penari latar di Pesta Indosiar atau acara-acara dangdut dan MTV?”.
Ih malu-malui aja Ulama!. Udah kalah argumentasi eh … apa yang diungkapkannya parsial (setengah-tengah). Karena telah dibutakan sistem, Ulama tidak bisa melihat akar permasalahan yang seharusnya di hantam. Karena terlalu sering melacurkan diri pada kekuasaan –mengakibatkan– Ulama tak berani mengungkap inti permasalahan dari jutaan permasalahan yang mencekik negeri ini.
Ulama memfatwakan judi, minuman keras, pemerkosaan, haram! tetapi tidak pernah mengatakan yang seharusnya di katakan tentang kebijakan yang membuat banyak orang menjadi penjahat kapiran dan penjahat moral. Bukankah semua kejahatan yang terjadi –kebanyakan besar– merupakan kesalahan sistem?. Taruh begini, jika saya di hadapkan ke pengadilan karena memperkosa, saya akan mengatakan :
“Eit!, ini bukan kesalahan saya semata tapi kesalahan sistem juga. Sebelum saya merkosa anak SMA yang cuaem itu saya lebih dahulu diperkosa oleh sistem Pak hakim”.
“Bagaimana bisa?”
“Saya kan manusia yang memiliki naluri seks. Sepakat?”
“Ya! tapi hubungannya apa?”
“Begini!. Saya ini pengangguran, tiap hari kerjaannya nongkrong di depan TV. Terus-terang naluri seks saya muncul karena stimulan di luar tubuh saya. Gimana naluri seks nggak keluar coba! Pas saya lagi asik nonton berita eh … keluar iklan sabun Sophia Latjuba yang wueleh-wueleh sluruuuuph!. Sementara iklan, saya pindahin dulu ke chanel lain eh … ada Sarukkhan muterin pohon sama perempuan India yang bodotnya bikin merinding libido sluruph!. Ah pusing!, Akhirnya, dari pada gimana-gimana mending cari udara segar di luar rumah. Tapi! sewaktu jalan-jalan kok saya makin pusing. Kok saya ngeliat celana dalam tiga dimensi, udel  tiga dimensi yang bener-bener asli, bukan cuma dua dimensi seperti celana dalam Inul dan kutangnya Anissa Bahar yang sering saya liat di TV. Sungguh saya tak tahan goyang Inul muncul di benak saya. Rasanya pusing menderita kalau naluri seks gak di salurkan Pak!. Ya udah … akhirnya saya perkosa juga tu anak SMA!”.
“Ah kamu!”
“Saya ngaku salah!. Bener deh Pak! tapi! … jangan hanya salahkan saya!. Salahkan juga anak SMA yang tiap hari ngeliatin renda celana dalemnya, waktu saya sarapan bubur. Salahkan juga sistem yang membuat kebijakan : memperbolehkan penayangan video klip dangdut. Salahkan sistem yang membuat kebijakan berpakaian warga negaranya sampe fikiran saya dipenuhi keinginan maen seks terus”.
“Saya gak ngerti?”
“Maksudnya begini Pak Hakim : sebelum merkosa, benak saya terlebih dahulu diperkosa Inul, Anisa Bahar dan celana dalam berenda anak SMA. Dan yang paling bersalah membuat saya  jadi binatang begini adalah perkosaan yang dilakukan sistem lewat kebijakannya. Kebijakan sistemlah yang harus paling banyak disudutkan. Saya tau bakal dimasukan ke bui Pak, tapi sebelum itu boleh gak saya nitip pesan buat Ulama?”
“Boleh, apa pesannya dik?”
“Oi Kiyai! jangan salahkan Inul tapi salahkan juga sitem yang membuat kebijakan!” BERANI GAK LO?”

IMPIAN BUSH MENUJU “NIRWANA”
Tanggal 18 November 2002, tim inspeksi senjata PBB datang kembali ke Baghdad untuk memeriksa Irak yang dikabarkan masih memiliki senjata kimia pemusnah masal. Atas persetujuan PBB, Hans Bzlix beserta teman-temannya datang untuk membuktikan tuduhan skeptis masyarakat internasional (baca: AS dan sekutunya) yang menyatakan : Irak menyimpan senjata kimia pemusnah masal. Setelah –hampir 2 bulan– investigasi dilakukan apa yang dituduhkan tidak terbukti, Irak bersih dari sejata-senjata menakutkan. Namun –meski demikian–, AS tidak mau terima hasil inspeksi Hans Blix. Padahal Ia pernah berkata di BBC London, “Jika Inggris dan AS benar-benar yakin adanya senjata berbahaya di Irak, tentu salah satu dari mereka bisa menunjukan dimana letak senjata-senjata itu berada. Sangatlah absurd menjustifikasi bahwa Irak telah bersalah.”
Yang ada dalam benak AS –kini—hanya perang dan perang. Tak ada jalan lain. Ibarat samurai yang pantang memasukan katananya (salah satu jenis pedang jepang) kembali –sebelum katana yang dikeluarkan dari sarung belum berlumuran darah–, ludah yang kadung diucapkan tak bisa ditelan kembali. Gengsi, mana tahannnnnnn. Apalagi jika di teliti, ternyata di bawah permukaann bumi Iraq terdapat cadangan minyak terbesar kedua di dunia –yang mampu memproduksi 112,5 milyar barel–.
Sejak tragedi 11 September mayoritas ummat manusia terjebak oleh black propaganda media massa Amerika. Mereka bukan saja percaya pada ucapan AS, namun mendukung aksi antikemanusiaan AS –yang diberitakan sebagai tindakan untuk menegakan Tata Dunia Baru yang bermartabat–. Meski demikian ada juga yang melakukan penentangan terhadap kebijakan luar negeri AS, termasuk penentangan serangan ke ke Baghdad. Penentangan yang akhirnya menyebar ke seluruh dunia, membuat AS berpikir dua kali. Kini AS –begitu pula negara lainnya– mau tidak mau harus mendengarkan opini publik sebelum menentukan opsi. Bahkan sebuah fakta mengenai masalah Iraq yang di floorkan oleh lembaga survey di Barat, ITV menyatakan bahwa 57% masyarakat menyatakan tidak akan mendukung Amerika dalam menyelesaikan masalah ini. Sekitar 62% berkata lebih baik diselesaikan melalui PBB. Sedangkan 59% responden mengklaim bahwa mereka tidak mempercayai tindakan yang dipilih Bush ketika menyelesaikan krisis Irak. Sayangnya, –opini mengenai penghentian perang– tidak membuat niat AS surut. Bahkan niatan perang yang selalu digembar-gemborkan kini menjadi kenyataan di pertengahan Maret 2003.
AS membombardir Irak dengan ribuan rudal meski tanpa persetujuan PBB. (Disinilah kita dapat melihat bahwa –sebenarnya– PBB merupakan manipulasi Amerika. PBB tak ubahnya seperti kacung yang cuma bisa mangut-mangut waktu disuruh beli obat kuat di klinik Ma Erot. Bah….PBB, tamat riwayatmu kini!.
Misi tim inspeksi senjata PBB –jelas– tidak mempunyai arti apa-apa bagi AS. Ibarat nonton Srimulat., semua hanya canda tawa yang berlalu begitu saja. Resolusi PBB no 1441 pasal 3 tak ubahnya seperti catatan ceker ayam anak SD yang tak di periksa –padahal anak SD itu cape nulis–.
Karena tidak mendapatkan dukungan dari PBB dan negara-negara anggotanya, AS dan Inggris mencari-cari alasan agar aksi mereka mendapat dukungan. Muncul salah satu alasan yaitu : membebaskan rakyat Irak dari tirani diktator Saddam Husein yang keras. Alasan ini seringkali dilakukan AS manakala ingin menyudutkan suatu pemerintahan.
Kalau saja AS konsisten dengan alasannya itu, –seharusnya– AS sudah membumihanguskan Israel –yang sejak dulu “menendang” Yasser Arafat ke Yordania–, mendongkel Raja Arab Saudi, Saud, menggulingkan Karimov di Uzbekistan –yang menangkap dan membunuh 10.000 aktivis politik–, memerangi Iran –dengan alasan pre-emptive strike (tindakan mendahului)–, menjewer kaum fanatik Hindu yang membantai ribuan kaum muslimin India, membebaskan Birma dari junta militer, atau –bahkan– menghancurkan Korea Utara yang presidennya –Kim Il Sung– jelas-jelas mengancam dengan mengeluarkan pernyataan “Jika AS diperbolehkan menggunkan tenaga nuklir, maka kami pun akan menggunakannya”. Kini AS bersama Inggris menggempur Irak secara membabi-buta. Kecaman-kecaman dari berbagai negeri dibalas dengan bombardir rudal dan artileri-artileri kelas berat ke jantung pertahanan Irak di Baghdad. Tak sebatas itu, sikap arogan AS dan Inggris dimunculkan dengan memberikan opini balik serta desakan untuk mendukung mereka –bahwa mereka melakukan hal yang terbenar–.

LANTAS APA PENYEBAB UTAMA PERANG INI?
Saat ini kita semua ramai membicarakan masalah perang Iraq, tapi apa semuanya mengerti kenapa koq Amerika ngotot sekali pergi perang? Orang awam rata-rata menduga-duga kalau perang Iraq ini disebabkan : 01. Amerika mau menghancurkan Islam; 02. Amerika mau melibas terorisme; 03. Amerika itu memang bajingan tengik!; 04. Keluarga Bush dendam secara pribadi sama Saddam; 05. Ini ulahnya si Yahudi [si intelektual kriminal Perle &Wolfowitz] yang saat ini jadi penasehat utamanya Bush; 06. Ini perang salib modern, Amerika yang Kristen mau menghancurkan Islam supaya si Yahudi Israel bisa tetap eksis di Timteng; 07. Ini perang untuk menguasai minyak Iraq… 08. Dan varian-varian lainnya. Semua pandangan itu nggak 100% salah tapi juga “salah” karena itu semuanya cuma remeh temehnya aja. Itu semuanya tidak menjelaskan alasan utamanya perang Iraq ini dari sudut pandang si Amerika sendiri. Lalu atas dasar apa Perang Irak ini berkecamuk?
Berkaitan dgn motif pertama, menurut laporan Kebijakan Energi Nasional yg dikeluarkan Gedung Putih-yg dikenal sebagai “the Cheney Report”-disebutkan bahwa konsumsi minyak AS –setengahnya lebih– merupakan impor & sebagian besar didatangkan dari kawasan Teluk, khususnya Saudi. Diramalkan ketergantungan akan meningkat, mencapai angka 90% pada 2020. The Cheney Report menekankan prioritas tinggi untuk menambah akses ke Teluk terutama Irak. Yang dalam hal ini –dikarenakan– cadangan minyak mencapai angka sebesar 10,7% dari cadangan dunia. Bahkan, wilayah Gurun Barat Irak diyakini menyimpan cadangan minyak sebesar 100 miliar barel yang belum terolah sehingga bila dijadikan kolam minyak terbesar di dunia –kolam yang dari ujung yang satu ke ujung lainnya butuh satu hari satu malam untuk ditempuh kalau berenang sedangkan kalau dikelilingi butuh satu minggu. Dan kalau jalan jongkok butuh satu bulan penuh (sejujurnya .. ini hiperbolis)–. Karena itu, menguasai sumber minyak Irak menjadi kepentingan mendesak dan vital yang akan menjamin kepentingan jangka panjang AS.
Berkaitan dgn motif kedua, disini AS melancarkan jurus taktis lainya yaitu politik “Karzaisasi” seperti di Afghanistan. AS ingin memecah Irak menjadi tiga negara berdasarkan etnisnya; menjadi negara Kurdi di utara, Sunni di tengah, dan Syiah di Selatan. Upaya ini sudah dilakukan jauh sebelum Perak Teluk III terjadi. Tepatnya mulai pasca Perang Teluk tahun 1991 melalui resolusi PBB tentang zona larangan terbang di bagian utara & selatan Irak. Hal tersebut menyebabkan kontrol Baghdad atas wilayah utara dan selatan akan semakin melemah. Seiring Dilakukannya –upaya pecah belah itu–, dilakukan upaya merangkul tokoh oposisi seperti membujuk Jendral Nazar Khazraji (penanggung jawab penggunaan senjata kimia di Halbajah tahun 1988), Najib Sholihi (pemimpin pergerakan para perwira oposisi di Irak), dan Ahmad Jalabi yang terusir dari Irak untuk siap menggantikan Saddam. Perdana Menteri Turki 1998, Bulent Ecevit, berkata, “AS ingin memecah Irak utk mendirikan negara Kurdi yg akan berada di bawah kontrol AS sepenuhnya.” Jika rencana ini berhasil, Irak akan sepenuhnya berada di bawah kendali AS. Dengan begitu, AS dapat mengendalikan sumber minyak terbesar kedua itu sebagai alat politik yang sangat vital untuk mempengaruhi politik dunia.
Berkaitan dgn motif ketiga, berhubungan dengan hegemoni kapitalisme dan imprealisme baru AS. Perang Teluk I membuat AS berhasil menancapkan hegemoninya di Timur Tengah sekaligus membangkitkan perekonomiannya yang sedang lesu kala itu. Dan 2 tahun terakhir –kemarin– industri militer AS terpaksa merumahkan ribuan pekerja yang akhirnya berdampak pada penambahan angka pengangguran. AS ingin menjadikan serangan ke Irak sebagai langkah untuk menggairahkan kembali industri militernya sekaligus memperkokoh kehadiran militernya di kawasan Teluk. Dalam dokumen Rebuilding America’s Defence dinyatakan, “Sungguh, AS dalam banyak dekade mencari giliran untuk berperan lebih permanen dalam keamanan kawasan Teluk. Ketika konflik dengan Irak belum selesai, perlu pembenaran dengan segera, kebutuhan untuk hadirnya kekuatan Amerika yang lebih besar sangat penting dalam persoalan ini.” Council on Foreign Relation, Inc. menyatakan dalam dokumen A New Grand Strategy, bahwa sebagai komitmen dasar salah satu elemen strategi baru Amerika adalah upaya memelihara dunia yang unipolar yang dipimpin AS. Karena itu AS harus secara intens menjaga kekuatan militernya terhadap para kompetitor. Untuk negara dunia ketiga sendiri, tingkah polah Amerika ini mempunyai satu arti : mengembalikan masyarakat dunia ketiga menuju zaman kolonialisasi.
Washington nyata-nyata mengatakan bahwa mereka bakal mengangkangi Iran dan menempatkan “Gubernur Jendral” di sana! persis seperti era feodalisme Jawa dulu, Gubernur Jendral-nya  “londo” di Batavia. Bedanya, kalau dulu komoditi yang diperebutkan adalah rempah-rempah, sekarang adalah minyak). Mungkin bagi yang merasa “modern” dan “mengerti finance” pasti bakal langsung mengatakan: – kolonialisme dan imperialisme itu sudah lawas karena sekarang ini yang berkuasa itu cuma kapital yang tidak mengenal tapal batas negara; – teori ekonomi modern itu menomor satukan ‘competitive advantage (keuntungan berkompetisi)’ utntuk menarik serta memikat modal agar singgah di negara itu. Sekarang sudah bukan jamannya lagi  orang menguasai tanah, bangunan, karena costnya bakal terlalu besar dan secara politik pun sudah jauh terbelakang! Memang benar, sepanjang apapun itu, kapital hanya punya satu wajah! Sebelum 1 Januari 1999, kapital itu hanya punya satu muka: dollar. Kapitalnya memang bisa lari ke kanan dan ke kiri melintasi tapal batas kedaulatan negara, namun bentuknya sendiri tidak berubah. Ia tetap saja “dollar”. Tapi setelah 1 Januari 1999, kapital itu sekarang bisa punya muka Euro atau muka Dollar. Sekarang Sang power house harus bersaing untuk dipilih para pemilik modal. Situasi multiple power house (kekuatan yang banyak) inilah yang merubah semua aturan main para kapitalis sedunia. Persis di abad ke 16, semua negara Eropa secara otonom adalah si power house itu, sehingga mereka pun harus keluar mencari teritori perahan baru yang kemudian melahirkan kolonialisme. Inggris ke India, Portugis ke Indonesia, terus Belanda mengalahkan Portugis dan menguasai Indonesia, Perancis ke IndoCina dan Burma, Spanyol ke Filipina dan menemukan Amerika. Tujuannya para bule itu cuman satu: memback-up power housenya karena mereka harus bersaing satu sama lainnya gara-gara “ekspresi kapital” itu tidak tersatukan! Nah…, JANGAN LUPA, ekspresi kapital –yang cuma satu itu– praktis baru dimulai sejak perang dunia ke dua berakhir dan semua bentuk kapital diekspresikan ke dalam dollar. Jangan lupa bahwa unifikasi (peneragaman) ekspresi kapital itu, umur praktisnya cuman 10%-nya sejak 1500-an sejak sejarah kapitalisme. Dan jangan lupa juga bahwa sejarah sudah menunjukan kalau power house itu bakal bermunculan terus tanpa habis-habisnya, saling bersaing dan saling menghabisi! Maka, karena itulah semua text book yang bilang “kapital itu berkuasa” sudah waktunya dibuang habis dari rak buku Anda!
Berkaitan motif keempat; adalah menyelamatkan Dollar dari Euro. Di mata Amerika, dosa Irak yang terbesar  adalah ketika Irak tahun 2000 lalu meminta PBB agar semua pembayaran minyaknya dikonversi dari Dollar ke Euro; juga semua uangnya yang berjumlah sekitar 10 milyar dollar. Memang untuk kala itu, tindakan Irak dinilai sangat konyol karena tingkat nilai tukar Euro itu 90% dari nilai Dollar. Terlebih Euro terus terdepresiasi  pada awal diluncurkan ke pasaran. Sedangkan Dollar sedang tinggi demand-nya sekalipun itu dikarenakan peniupaan akutansi mega dahsyat di bursa efeknya (akhirnya menjadi salah satu indikator resesi AS pada tahun 2001). Namun beberapa waktu yang lalu, Euro terapresiasi sebesar 17% dari harga sebelumnya. Langkah ini justru menjadi bumerang bagi Amerika dan keuntungan bagi Saddam si jenius. Terlebih kemudian banyak negara-negara OPEC seperti Iran mengkaji tentang pembayaran yang hanya  menggunakan Euro saja. Jelas ini mimpi buruk buat Amerika disaat ekonominya sedang kembang-kempis. Parahnya perekonomian AS di picu karena perekonomian Amerika sendiri sedang mengalami resesi. Harga stock di Wall Street turun berantakan. Maka, untuk keluar dari masalah tersebut, ttidak ada cara lain selain bermain kasar. Antara lain: menominasikan Cina sebagai “strategic competitor” [Cina adalah salah satu negara kaya yang sudah nyata-nyata mendeversifikasikan asetnya ke Euro serta memberi tekanan inflatoir ke dollar; mengusir diplomat Rusia mencapnya mata-mata [Rusia adalah penghasil minyak yang besar, 10% dunia]; mengobrak-abrik politik Venezuela [Venezuela, anggota OPEC yang sangat kritis terhadap Washington, pro Kuba, berteman dengan Saddam, negara eksportir minyak utama di AS]; memboikot Kyoto Treaty; menyatakan keluar dari ABM Treaty dimana Korut, India, Cina dan negara-negara yang punya nuklir lainnya [terutama Rusia] mengikat janji di dalamnya, meneruskan secara sepihak program StarWars buatan Reagan dulu.
Berkaitan dengan motif kelima,  Bush bukan saja ingin mengusai Timur Tengah tapi juga ingin mengontrol Cina yang sangat butuh minyak! Sekarang coba tanya, kenapa Perancis dan Jerman harus mati-matian menjegal avonturisme kriminalnya si Amerika ini? Apa karena Perancis dan Jerman itu manusiawi, cinta damai, menghargai HAM, sayang sama orang Irak? Gombal! Perancis dan Jerman tahu persis bahwa tujuan Amerika adalah –untuk– menghantam Euro yang mereka berdua adalah penjaga gawangnya; karena itulah mereka pun ngotot harus menjegal rencana gila Amerika yang dalam segala cara mau mempertahankan status super powernya itu. Sementara Rusia sendiri pro ke Euro karena dia memang mau lebih dekat ke Nato dari pada ke Washington. Rusia sendiri sudah profit lumayan banyak dari minyaknya, serta tahun depan ini pun dia sudah mau membayar lunas semua hutang-hutangnya ke IMF & World Bank yang sangat dipengaruhi Washington. Si Tony Blair sendiri memang kepepet habis. Secara geografis dia di Eropa tapi si Blair memang masih pake Pound, jadi dia pun nggak terlalu punya kepentingan sama Euro. Lebih jauh lagi, dollar yang kuat dan bisa mengimbangi Euro bakal menguntungkan Pound yang juga sedang kehabisan nafas. Italia dan Spanyol dari sudut pandang EU memang sejenis makhluk bangsat karena walaupun mereka terikat di Uni Eropa namun bisa pro AS.  Tapi itu sebetulnya lebih merujuk ke persaingan di dalamnya EU itu sendiri. Maka, kita sekarang tahu persis mengapa Washington begitu tolol luar biasa seperti demikian! Ini memang perang buat relevansinya Amerika di masa depan! Ini memang masalah survivalnya Amerika!
Perlu diketahui, bahwa peperangan di Irak yang saat ini sedang berlangsung bisa dengan mudah diputuskan AS. Namun melihat kondisi dengan alasan-alasan diatas, besar  kemungkinan AS tidak akan bisa menang seperti membalikan telapak tangan. Intervensi ini mirip dengan yang terjadi ketika Soviet menyerbu Afghanistan. Kecaman menghujani kiri dan kanan Soviet. Namun Soviet acuh tak acuh. Walhasil muncullah para mujahidin yang ternyata mampu mengusir Soviet yang kini sakit jiwa, terkencing-kencing. Dan untuk intervensi Irak ini pun, nampaknya Cina [plus Rusia] tidak akan menjadi goblog sebab mereka sangat tahu persis pikiran Uncle Sam. Karena itu, besar kemungkinan juga Korut akan dikedepankan untuk memulai perang dengan Amerika. Pemicunya gampang sekali. Tinggal tembak salah satu pesawat mata-mata Amerika di Korut. Habis perkara. Tinggal tunggu saja AS balik menyerang. Namun AS pun bakalan kewalahan menaggapi peperangan dibanyak front. Jerman & Perancis pun jelas tidak bakal diam saja. Hanya saja kemungkinan untuk membuka front dengan AS masih jauh dari perkiraan sebab mereka dilahirkan dari rahim yang sama, air susu yang asemnya sama dan dibesarkan di panti-panti yang sama. Namun jangan pernah memikirkan mereka akan diam seribu bahasa, karena mereka sangat tahu bahwa perang ini bertujuan untuk menghabisi Euro. Kemungkinan besar sekali mereka akan memboikot produk Amerika. Atau menagih utang ke AS seperti Inggris tahun 1930 dulu yang akhrinya menyebabkan “Great Depression”. Atau mungkin juga perang diplomatik di PBB [pasti!] untuk mengutuk perang Irak ini!
Sangat mungkin bahwa peperangan ini adalah awal dari kiamatnya Amerika. Sebab peperangan ini akan berlangsung lama, ekonomi Amerika sendiri sekarang sudah masuk ke dalam kategori “berbahaya” dan semua orang pun selalu saja menganalogikan situasi ini sama situasi “Great Depression” dulu. Banyak perusahaan raksasa bangkrut, investor asing pun banyak yang cabut keluar dari Amerika membawa uangnya out dari Amerika. Pengangguran di Amerika sana mulai mendekati batas mengerikan. Masa depannya pun semakin suram. Oleh karena itu, maukah kita diberikan impian menuju nirwana oleh satu negara imperialis kapitalis yang faktanya mereka sendiri pun malah jatuh ke neraka?
Resistensi harus kita perjuangkan terus! Pahamilah motif sebenarnya dari seluruh pemikiran-pemikiran AS & sekutunya!. Bongkar dan beberkan seluruh motif biadab tersembunyi AS dan Barat!. Galang kekuatan bersama menentang seluruh kepentingan AS cs!. Bangun kesadaran bersama yang dapat melahirkan gerak bersama untuk melakukan perubahan atas pemikiran manusia secara total! Wujudkan suatu institusi untuk seluruh dunia yang dapat membela kita dan melindungi kita dari serangan iblis-iblis sekulerisme!
 

MENGAPA AMERIKA BISA BANGKRUT?
Jika anda di tangan punya uang tunai $1, maka secara ekonomi itu artinya adalah Anda memberi hutang ke Bank Federalnya Amerika dan Bank Federalnya Amerika “berjanji”akan membayar hutangnya sebesar $1 itu! Sekarang, karena Anda tinggal di Indonesia yang rupiahnya bloon ; maka jelas secara rasional Anda berusaha terus memegang $1 ditangan itu dari pada ditukar ke rupiah. Iya khan! So, secara ekonomi itu artinya si Bank Federalnya Amerika nggak perlu menebus hutangnya karena toh hutangnya yang $1 itu tidak Anda minta bayar. Artinya: Amerika itu bisa ngutang tanpa perlu bayar sama sekali — [sepanjang ekonominya memang masih kuat!] sepanjang greenback atau dollar itu masih jadi standard pengganti emas –dengan alasan ini juga– maka Amerika berani main defisit gila-gilaan karena toh mereka MEMANG nggak perlu membayar defisitnya sebab orang sedunialah yang harus membayar defisit Amerika!.
Supaya jelas lihat rupiah; kalau budget RI itu defisit maka negara RI harus nomboki dengan cara jual barang [eksport] atau cari utangan [CGI]. So, defisitnya negara kayak RI itu betul-betul adalah “defisit” yang harus dibayar; yang kalau nggak bisa bayar yach krismon! Tapi Amerika lain! Defisit buat Amerika berarti justru malah positif karena cara bayar defisit Amerika adalah dengan cara memotong nilai $1 yang Anda pegang itu secara intrinsik. Berarti, kalau Amerika defisit maka yang rugi adalah Anda orang non-Amerika yang pegang dollar! Cara kerjanya sistem ekonomi kapitalis yang imperialistik ini berlaku sepanjang orang kayak Anda dan negara RI itu masih “percaya”sama dollar dan menyimpan cadangan devisanya dalam bentuk dollar!
Eropa tahu persis tentang strategi makan gratis dan utang nggak perlu bayar ini. Karena itulah Eropa sekarang punya euro. Tujuannya Euro sebetulnya yach cuman satu itu: ikut menikmati utang gratisan dari orang-orang kayak Anda tadi. Nah, celakanya…, sekarang banyak orang yang mulai diversifikasi cadangan devisanya! Cina yang punya cadangan emas nomor dua sedunia pelan-pelan sudah mendiversifikasi dollar dan euronya. Sementara Jepang yang masih jajahan Amerika itu mau nggak mau terpaksa masih cuman bisa pegang dollar terus. Kemarin ini Jepang si jajahan Amerika ini ditekan sama Federal bank buat intervensi dollar agar dollarnya bisa naik. So…, KALAU dunia ini memang BEBAS, maka treasurre yang rasional bakal mendeversifikasi kekayaannya ke dollar, euro, emas dan portfolio lainnya. BEBAS berarti treasurer tadi bisa memilih secara rasional tanpa tekanan politik atau pun tekanan militer dari US atau Eropa. Tapi kayak saya tadi bilang …, semuanya itu dalam sekejap bisa berantakan KALAU mendadak saja semua negara penghasil minyak bilang “sekarang kita transaksi cuman pake euro”!. Ini mungkin sekali terjadi  karena semua negara perlu beli minyak! Sehingga tekanan dari negara penghasil minyak itu bakal membuat negara-negara tadi [kayak Cina atau Jepang] menjual dollarnya dan beli euro. Buat Amerika sendiri, berarti : dia sekarang harus bayar utang! Dan tentu saja: kalau dalam sekejan Amerika pun harus membayar hutangnya dan mendongkrak Euro tadi, dalam sekejap pun ekonomi Amerika bangkrut berantakan persis kayak waktu bank dalam di rush nasabahnya.
Dan lebih mengerikan lagi, ekonomi Amerika pun bisa dalam sedetik bakal inflasi ribuan persen [karena semua jual dollar dan beli euro], perusahaan Amerika jadi nggak ada harganya [persis kayak krismon Indo 1998] dan ajaib — orang Amerika pun jadi nggak beda sama pariah-pariah dari Afrika karena mendadak saja semua kekayaannya itu cuman kertas nggak nggak ada harganya. Lebih sial lagi…, praktis Amerika bakal bangkrut sendirian .]

FILSAFATM, ILMU TENTANG HAKEKAT KEBINGUNGAN
Orang yang gandrung filsafat (baca: kecanduan filsafat, bukan yang rambutnya panjang. Itu mah gondrong namanya) mengatakan bahwa memberikan rumusan yang pasti tentang apa yang termuat dalam kata “filsafat” adalah suatu pekerjaan yang terlalu berani dan sombong! Mereka sendiri bilang sulit untuk mendefinisikan kata filsafat, bahkan oleh para ahli filsafat sekalipun. Lucu memang, orang yang –ceunah–ahli dalam bidang filsafat malah sulit mendefinisikannya. Mereka beralasan –kenapa sulit mendefinisikan dan memaknai kata filsafat–oleh karena banyaknya ragam paham, metode dan tujuan, yang dianut, ditempuh dan dituju oleh masing-masing filsuf. Itu mah sama saja dengan orang yang ahli dalam masalah per-GIGI-an (baca: profesornya dokter gigi) ‘nggak tahu yang termasuk gigi itu mana saja. Wah, salah-salah nanti kalo orang sakit gigi, bisa-bisa hidung kita yang dicabut, karena nggak tahu gigi itu mana saja. Menurutku, seperti itu para ahli filsafat. Aku sepakat, bahwa mereka memang orang-orang yang ahli. Tapi ahli lieur . Aku juga setuju mereka disebut ‘orang pinter’. Orang pinter yang kumaksud, seperti yang dipahami orang kampungku: DUKUN. Sorry euy Kang Aris(toteles), Mas Plat(O) !!! dan para ‘jawara’ (baca: gegedug) filsafat lainnya. 
‘Mestinya’ (kalo pun aku sepakat dengan filsafat), sebelum bicara ngalor-ngidul tentang isi filsafat atau falsafat atau felsefet atau fulsufut (terserah ente mo pake yang mana) yang mereka harus tentukan terlebih dulu adalah definisi filsafat secara jelas. Tapi jangan asal pendefinisian juga. Definisi yang benar, dia bukan hanya sekedar identitas terhadap sesuatu yang dia definisikan. Pendefinisian yang benar mestilah mencakup segala hal yang terkait dengan sesuatu yang kita definisikan dan menolak semua hal yang tidak terkait dengan sesuatu –yang didefinisikan—tadi. Oleh karena itu, pendefinisian merupakan perkara yang urgent alias penting, karena menyangkut benar-salahnya seseorang memaknai sesatu. Orang yang memahami bahwa kaki meja merupakan bagian tubuh manusia adalah orang yang ketika mendefinisikan sesuatu –tubuh manusia—tidak menolak segala sesuatu hal yang terkait dengan sesuatu yang kita definisikan.
Tapi –kemudian—untuk menutupi ketidakmendalaman pengetahuannya (baca: menutupi kebodohan) mereka mencoba-coba membuat pengertian awal. Mereka sih bilang bahwa pengertian awal tersebut ibarat kompas, gunanya agar kita tidak tersesat arah di dalam perjalanan memahami filsafat (di hutan kali…tersesat). Oleh karenanya, –menurut mereka—pengertian filsafat tersebut haruslah bersifat dapat dipahami sebanyak-banyak orang, sehingga dapat dijadikan tempat berpijak bersama.
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, philosophia: philein artinya cinta, mencintai, philos pecinta, sophia kebijaksanaan atau hikmat. Jadi filsafat artinya “cinta akan kebijaksanaan”. Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh (deuu, yang sedang jatuh cinta). Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Begitu katanya arti filsafat menurut mereka. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu, meskipun bukan ilmu vak biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Atau filsafat itu adalah suatu usaha untuk berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-d11alamnya (emangnya ngebor…dalem). Yakni hal yang membawa usahanya itu kepada suatu kesimpulan universal dari kenyataan partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks. Mereka juga bilang bahwa filsafat adalah, “Ilmu tentang hakikat”, sehingga –dari pengertian tersebut—mereka kemudian menjelaskan ada perbedaan yang mendasar antara “filsafat” dan “ilmu (spesial)” atau “sains”. Kata mereka ilmu membatasi wilayahnya sejauh alam yang dapat dialami, dapat diindera, atau alam empiris. Ilmu menghadapi soalnya dengan pertanyaan “bagaimana” dan “apa sebabnya”. Sedangkan filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar (keyakinan, asumsi dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu empiris. Bahasa kampungannya mah kata mereka: Inquiry into the nature of things based on logical reasoning rather than empirical methods (The Grolier Int. Dict.).
Mereka juga mengatakan, bahwa yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran. Demikian pula ilmu. Agama juga mengajarkan kebenaran. Kebenaran dalam filsafat dan ilmu adalah “kebenaran akal”, sedangkan kebenaran menurut agama adalah “kebenaran wahyu”. Menurut mereka, janganlah berusaha mencari mana yang benar atau lebih benar di antara keduanya, akan tetapi kita akan melihat apakah keduanya dapat hidup berdampingan secara damai?
Nah…itulah filsafat, dari definisi –umum–yang mereka rumuskan saja sudah muncul pertanyaan yang mendasar. Mereka bilang filsafat merupakan hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Pertanyaan adalah; apa yang mereka maksud dengan kebenaran? Apa yang menjadi standar kebenaran tersebut? Apa pula yang dimaksud dengan kebenaran sejati itu? Apa itu kebenaran akal? Apa pula yang dimaksud dengan kebenaran wahyu? Kenapa kita tidak ‘boleh’ mencari mana yang benar dan mana yang salah antara ‘kebenaran akal’ dengan ‘kebenaran wahyu’? ceunah filsafat? Hag siah!
Hal lain, yang menjadi catatan tentang filsafat adalah bahwa mereka itu juga nggak ngerti definisi berfikir dan batasan-batasannya. Mereka nggak ngerti bahwa berfikir itu selain mengharuskan adanya gumpalan otak, juga mengharuskan adanya fakta yang mampu dijangkau dengan perantaraan indera serta mengharuskan adanya informasi yang relefan dengan fakta yang kita fikirkan. Pada faktanya mereka terjebak oleh pembicaraan-pembicaraan yang tak ber-ujung, apalagi berpangkal serta pertanyaan-pertanyaan yang membuat lieur (baca: stress) mereka juga. Mereka mendiskusikan sesuatu yang tidak bisa mereka jangkau, mereka membebaskan akal mereka terbang menerawang jauh, padahal akal mereka sendiri nggak bisa terbang.
Mereka seringkali ngoceh tentang Tuhan—sembari nggak ngerti tentang Tuhan–. Untuk menutupi kedunguannya, mereka mengemas pertanyaan-pertanyaannya yang mengesankan seolah mereka adalah benar-benar orang yang sedang mikir. Padahal sebenarnya –pada saat yang sama—mereka tidak sedang berfikir. Mereka mengatakan Tuhan itu kan Maha Adil. Kenapa Tuhan tidak menjadikan semua manusia dapat hidup secara layak? Kenapa Tuhan menciptakan manusia yang Tuhan sendiri tahu bahwa manusia itu pasti melakukan dosa dan salah. Tuhan-kan Maha berkehendak. Mampu tidak Tuhan menciptakan sesuatu yang lebih besar dari-Nya? Kenapa Tuhan begini? Kenapa Tuhan begitu dan seribu pertanyaan bodoh+dungu lainnya. Kenapa kukatakan bodoh? Karena mereka tidak berfikir. Kenapa mereka tidak berfikir? Karena mereka bodoh. (jadi ngikut lieur euy). Bagaimana tidak aku katakan bodoh, mereka bilang Tuhan itu maha adil, sembari mereka tidak ngerti apa itu keadilan, mereka menyamakan keadilan Tuhan dengan keadilannya manusia; keadilannya Aristoteles, keadilannya Marx, keadilannya Jeremy Bentham, keadilannya Inul Daratista, keadilannya Partai Keadilan Sejahtera dan keadilannya…(sebutin deh oleh kalian orang-orang yang pernah mendefiniskan keadilan, termasuk Anda). Mereka juga mencoba memahami kehendak Tuhan dengan pertanyaan mengapa-nya. Padahal –kalo mereka mikir–jangankan kehendak tuhan, kehendak Aku aja mereka pasti susah memahami. Coba aja ente tanya ke-Aku. Saat membuat tulisan ini, aku sedang mikirin siapa? Apa yang aku inginkan saat ini? Ingin makankah, ingin minumkah? Ingin nikah-kah? Atau ingin apa?. Kalau aku ingin makan, kenapa yang aku makan cokelat, bukannya gorengan. Ah, itu mah terserah Aku aja. Katanya, Aku  bisa mengangkat batu seberat 2 kg. Kenapa aku tidak mengangkatnya? Jawabanku, terserah Aku aja, mau Aku angkat kek, nggak kek! Emangnya gue pikirin!

FANS BERAT IPDN
Gedung bertingkat tempat sebuah surat kabar harian di Bandung sedang di renovasi. Dindingnya belum diplester, tukang bangunan masih mengetuk-ngetuk
dinding dengan martilnya, suara bising mengepak udara diantara partikel-partikel debu yang mempersempit kapasitas oksigen. Saya duduk di sebuah sofa berwarna krem, disamping seorang wanita berjilbab yang sedang khusyuk membaca Quran. Saya ganggu dia dengan mengajaknya bicara. Kebetulan, topik yang waktu itu sedang ramai-ramai dibahas, mengenai pertistiwa meninggalnya seorang murid STPDN akibat pemukulan yang dilakukan seniornya.
“Eh, Mbak nonton liputan khusus mengenai STPDN gak?”.
“Nonton!” sahutnya super kalem.
“Brutal banget ya, kasian anak-anak baru disana. Brengsek banget senior-seniornya”, saya tersenyum menyamarkan kekesalan yang hari itu belum tertumpahkan”.
Eh disangka dapet satu pendukung ternyata wanita berjilbab itu bilang begini.
“Ah nggak juga, biasa aja. Sebenarnya itu terlalu didramatisir, biasalah media!,” ia meletakan Quran kemudian menlanjutkan ucapannya “kenapa sih yang diberitakan yang jelek-jelek aja, padahal yang terjadi di STPDN itu banyak yang positif. Penggunaan fisik dalam mendidik itu perlu!!!, fungsinya untuk menjaga kedisiplinan, memperkuat mental. Mahasiswa yang keluar dari STPDN –kebanyakan– karena tidak kuat menjalani
pendidikan itu, mentalnya lemah”.
Wah!, wah emosi saya mulai terpancing ditohok kenyataan, bahwa wanita berjilbab yang seharusnya memiliki kelembutan ternyata ada yang memiliki jiwa
fasis (kalau tidak bisa tahan emosi, saya gaplokin gak berenti-berenti sampai kiamat, tuh anak). Saya mulai mengatur nafas, kemudian mengunyah-unyah kata-kata supaya emosi tidak keluar dari intonasi suara.
“Mbak, ini berani juga”, saya berusaha menyanjung-nyanjung sebelum membantingnya.
“Mbak ini hebat karena punya pendapat yang berbeda dengan pendapat kebanyakan, dan Mbak berani mengemukakannya ”
“Nggak juga,!” dia  senyum-senyum sendiri. (pancingan saya mulai berhasil, dia mulai gede rasa).
“Tapi saya punya pandangan sendiri mengenai peristiwa itu. Gak apa-apa kan kalo pandangan kita sedikit berbeda?” 
“Iya, boleh saja, coba apa bedanya?. Mari saya dengarkan!”
“Mengenai –kenapa– media tidak menayangkan yang sisi positif dari STPDN,  saya punya pertanyaan balik untuk Mbak”.
“Bagaimana pertanyaannya?”  “Begini …. (sepi… biar terkesan dramatis). Mbak, apa dengan menayangkan hal-hal yang positif. kita harus menutup mata terhadap kematian yunior yang diakibatkan kesalahan senior STPDN?. Sisi positif tidak berarti
menghilangkan kekritisan kita kan?”.
“Benar!,…”
“Pasti ada tapinya nih?”,
”Ya, tapi masalahnya media terlalu menderamatisir”. 
“Gini deh mbak!, apa salah media ketika mereka memberitakan, bahwa ada beberapa orang senior yang memukuli yuniornya sampai organ dalamnya rusak hingga
si yunior mengalami kematian?”.
 “…”, dia tersenyum sinis. “Lho penyebab kematian kan bukan karena kesalahan senior, itu karena yuniornya saja yang lemah. Buktinya kakak saya saja yang lulus
dari STPDN tidak apa-apa, masih sehat walafiat,!” nafasnya menderu, kemudian si Mbak melanjutkan “Fakta membuktikan kalau yang mati itu lebih sedikit dari yang tidak mati. Kita harus melihat sisi positifnya. Semua yang dilakukan termasuk kekerasan itu : untuk
mendidik mental dan fisik”.
 “Ya fakta membuktikan demikian! tetapi fakta senegatif itu … kok! dijadikan sandaran dalam menentukan hukum. Jangan-jangan pembelaan Mbak terhadap STPDN dikarenakan ada kakak Mbak disana?”
 “Bukan begitu maksudnya, saya cuma menjabarkan fakta saja!”
“Ya fakta menggunakan otoritas1) kakak Mbak. Bukan begitu?”
“…”
“Mbak harus tahu (saya mulai mendikte), kekerasan seperti itu tidak bisa dijadikan alat bagi pembinaan mental. Seandainya kekerasan dijadikan alat bagi
pembinaan mental, kenapa tidak melakukan tindakan yang lebih hebat lagi, misalkan melakukan kekerasan seksual –karena trauma kejahatan seksual biasanya merusak mental lebih lama jika di bandingkan dengan kekerasan fisik—,” saya memandang air mukanya yang mulai keruh.
“Posisikanlah begini, seandainya saya senior Mbak maka saya akan memperkosa Mbak sampe teriak-teriak. Pokoknya supaya perkosaan itu tidak akan Mbak lupakan
seumur hidup, saya akan membawa tujuh orang teman-teman saya untuk menggilir Mbak. Selaku senior, saya yakin Mbak akan trauma!. Lantas dimana ukuran keberhasilan keberhasilan bagi pembinaan mental dalam peristiwa penggojlogan atau pendidikan tersebut?.
Ukuran keberhasilannya adalah, ketika Mbak berhasil menghilangkan dan melupakan kekerasan seksual yang dilakukan saya dan teman-teman saya”.
 “Apa yang dilakukan senior STPDN kan bukan perkosaan!!!”
“Intinya bukan disana, yang kita bicarakan dari awal adalah, benarkah kekerasan akan menumbuhkan kekuatan mental?. Intinya : jika pemikiran saya seperti pemikiran Mbak, saya tidak akan tanggung-tanggung memukuli orang supaya mereka memiliki kekuatan fisik dan mental. Untuk itu, saya fikir, Mbak harus mengusulkan pemerkosaan dilakukan Senior laki-laki kepada yunior yang perempuan, atau bahkan yang laki-laki di perkosa dengan kokol atau dihomoin! Dan yang perempuan dilesbiin atau di suruh bersetubuh sama kuda!. Jika kekerasan pukulan dan tendangan dijadikan alat bagi ujian mental maka kita tidak boleh menutup mata bahwa yang lebih hebat dari kedua hal itu adalah pemerkosaan!.
 “…”
“Saya tahu pembinaan mental penting, tapi tidak boleh menghalalkan segala cara!. Pembinaan mental harus dilakukan tapi, apakah harus melanggar nilai-nilai
keyakinan?. Apa Mbak yakin, penindasan menggunakan kekerasan, akan menghasilkan kader-kader yang hebat?. Apakah Muhammad yang dikatakan Carlyl seperti petir yang membakar dari Delhi hingga Granada dididik dengan kekerasan?. Apakah Mohandas Kharamchand Ghandi, Sartre, Taqiyudin Annabhaniy, Tolstoi, Einstein, Alfred Nobel, yang termahsyur itu dididik menggunakan otot tangan?. Apakah think-thank revolusi iran
Khomaini dan Muthhari yang menggetarkan peradaban dididik oleh tendangan?. 
Mbak!, pemimpin-pemimpin besar yang di bentuk dari kelembutan akan menghasilkan kelembutan. Jika pemimpin-pemimpin dididik dengan disiplin ala Sparta maka pendidikan itu akan menghasilkan pemimpin yang tangguh dalam keberingasan
seperti hal-nya Caligula, Clovis, atau Adolf Hitler.
“Anda menggunakan otoritas!”
“Ya!, sebab Mbakpun menggunakan otoritas kakak Mbak dan saya menggunakan otoritas yang tak tanggung-tanggung besarnya!”.
“Ah, jangan tuduh STPDN, kampus-kampus lain pun seperti itu!”
“Nah, nah! Mbak mulai berlari dari titik permasalahan. Saya tidak menuduh STPDN, saya hanya menjabarkan kebobrokan STPDN. Mengenai terjadinya penindasan
senior yang dilakukan terhadap yuniornya dikampus lain, ya … sama brengseknya!!!. Saya tahu-setahu-tahunya, di masa OSPEK banyak mahasiswa baru yang ditindas menggunakan suara dan fisik seniornya. Di UNPAD pas Ospek tiba, banyak senior-senior cewek dan cowok yang sebenernya gak serem tiba-tiba jadi garang memarahi mahasiswa baru. Inipun kesalahan yang harus diluruskan?”.
“Kamu ini, keras kepala ya?, orang yang keras kepala, biasanya tidak bisa melihat sisi positif dari suatu perbuatan”
“Biasanya pelaku –kekerasan fisik– dan para pendukungnya akan mengatakan: lihatlah sisi positifnya, … jangan lihat sisi negatifnya saja. Ah … pernyataan Mbak kok standar sekali!. Jika memang benar ada sisi positif, apa sisi negatifnya harus dimaafkan?. Seandainya sisi positif terus dijadikan alasan untuk lari dari tanggung jawab maka penjagalan yang dilakukan Polpot terhadap bangsa Kamboja, pembunuhan yang di alamatkan Bush pada orang Afghan, pengkremasin 6 juta Yahudi pasca PD 2 oleh Hitler,
dimatikannya ribuan orang Palestina di Sabra Shatilla, hingga penggorokan seorang anak oleh Tommy Buntung, harus dimaafkan juga dong?. Bukankah tindakan mereka –positif– untuk mengurangi kepadatan dunia?”. Jangan meremehkan sekecil apapun bentuk penindasan, karena penindasan kecil merupakan awal dari penindasan besar!”.
“Ah kamu!”
“Kenapa Mbak?, … saya salah?, nggak ah saya yakin benar!. Mbak harus malu sama jilbab”.
“Jangan salahkan jilbab dong!”
“Ya, saya menyalahkan mbak”.
“Kayaknya anda sentiment sama orang yang menggunakan jilbab ya!”
“Ya ampuuun, kok arah pembicaraannya jadi kesana. Mbak, saya ini pengagum wanita berjilbab. Saya mau punya isteri yang berjilbab. Kalau isteri saya gak make jilbab saya beri dia pengertian supaya punya kesadaran untuk mengenakan jilbab. Saya bukan
melakukan pembenaran bahwa wanita yang belum “benar” jangan dulu memakai jilbab sebelum perilakunya benar, karena saya tahu, jilbab itu –sebenernya tidak nyambung sama perilaku. Mau pelacur kek, cewek tukang minum vodka kek, pokoknya kalau muslim yang sudah dewasa harus pake jilbab. Kalau ada cewek melacur dan minum vodka –tetapi memakai jilbab– yang salah bukan mengenakan jilbabnya. Yang harus diluruskan itu melacur dan minumnya. Kalau gak make jilbab dan melacur juga minum vodka, kesalahannya ada tiga. Kalau make jilbab, plus melacur dan minum vodka,
kesalahannya ada dua”. Idealnya memang jilbab iya, melacur dan minum vodka berhenti.
“Ini kan masalah image!”
“Terserah!. yang harus dicermati sebenarnya adalah : memikirkan image atau terus melakukan kesalahan besar secara sukarela?!!!”.
Seorang lelaki  –humas dari surat kabar harian—yang sofanya kami duduki datang. Ia memanggil si Mbak. Saya ditinggalkannya sendirian. Dalam angan-angan yang
berputar ambang mengambang, saya kembali teringat puisi mbeling Jujun Suria Sumantri, yang bunyinya :  “Inilah (negeri) purgatory,  dimana mulut manusia diubah menjadi mulut beo!”

RASISME
Teman saya yang keturunan Indonesia asli yang darahnya murni itu, menyatakan ingin menipu orang Cina sebelum perayaan imlek 2003 berlangsung di Bandung Supermall (BSM). Ia akan mendatangi anak-anak Cina yang badannya gempal seperti Tina Toon, kemudian berkata,
“Oe, tau!, waktu kecil ‘oe saya asuh ho’oh”,
“Dulu ‘oe suka gigitin sepatu rombeng”,
“Oe kudu tau, dulu olang tua oe miskin, suka minjem duit ama aye”.
sambil linting-linting kumis, ia akan minta uang ke anak-anak Cina gendut subur –yang menurut kabar burung– karena keseringan makan babi panggang dan mencuri sake sewaktu orangtuanya bisnis di Hongkong–. Seandainya modus operasi mental, Ia akan memasukan anak-anak konglomerat itu ke lift, lalu memalaknya.
Katanya, –teman saya itu– pernah juga berkelahi dengan Cina, –pasalnya– sewaktu mengikuti try out, Ia menyaksikan orang Cina sok serius di sebelah bangkunya. Tanpa tendeng aling-aling, gak usah ceracas-cerocos, sepulang try out orang Cina itu Ia hampiri. Ia kepreti mukanya “Pret!”sampai somplak. Orang Cina yang dikepretnya “nguik-nguik” minta ampun padahal baru dipukul dua kali : satu di muka satu lagi di kelaminnya.
Bukan teman itu saja yang benci Cina, yang lain pun tak tanggung-tanggung. Mereka muak, eneg pengen muntah kalo ngeliat orang Cina pacaran. Sewaktu SMA di buatnya rumor, “bir itu sebenarnya air kencing orang Cina yang di komersilkan”. Ia tambahkan, “Kesalahan terbesar Tuhan = menciptakan orang Cina ke dunia”. Untuk mendukung ucapan, dicomotnya daftar pustaka seenak perut,  digunakannya otoritas. Ia bilang, “Darwin benci ama orang Cina, Doel Sumbang apalagi!, coba deh dengerin lagu Kisah Anak Cina, Roti cap Beurit, Pantun, dan, Lim ay Lim itulah fakta yang membuktikan bahwa mereka kurang asem. Dasar Cina!!, Bun hao!!”
Wah, sedih banget orang Cina di negeri ini sebab setiap yang dikerjakannya selalu dinilai negatif, masuk sekolah ternama di bilang nyogok, jadi pengusaha sukses dituduh miara babi ngepet, udah nikah di ditunjuk-tunjuk jinah, masarin kacang di tuduh jualan upil/korong, jualan baso diisukan pakai daging tikus dan minyak babi.
“Pribumi” sendiri –dalam pandangan oknum Cina–, merupakan mahluk yang patut diperolok dalam seletingan dan tebak-tebakan yang bunyinya pernah saya dengarkan sebagai berikut :
“Eh elo pengen tau hierarki mahluk hidup di dunia ini gak?”
Orang Cina lainnya berkata “Mau dong!”
“Nih gua kasih tau, Hierarki pertama : orang Cina, kedua pohon-pohonan, ketiga binatang, dan yang terakhir supir angkot : Batak!”.
Yang lebih meyakitkan ketika kasus penyerbuan sebuah kantor media massa terjadi, anak buah Tommy Winata berkata dengan angkuhnya kepada seorang wartawan Tempo “Gua ini Cina!. Elu tuh orang item yang bisanya cuma minta duit aja!”
Jika suku dijadikan faham, dijadikan isme Rasislah semua. Apabila ikatan bangsa dijadikan dasar pembentukan suatu negara, Fasislah semua.
Tak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan sebagai ras kulit merah, cokelat, kuning, berambut ikal, bermata kuning, berhidung pesek ataupun mancung. Lantas, kenapa seringkali kita menghinakan orang lain?.
HANCURKAN SAJA! HANCURKAN SAJA!
Tak ada manusia yang bisa memilih ditempatkan dalam satu teritori yang dibawah buminya terkandung kekayaan alam yang besar –atau sebaliknya–. Jika bisa memilih tentu kita akan –memilih– hidup di Brunai atau Quwait yang memiliki kekayaan alam melimpah dan menolak untuk di tempatkan di Timor-timor atau Ethiophia.
Pada kenyataannya kita tidak bisa berbuat itu! Lantas jika manusia tidak bisa memilih –hal yang demikian– kenapa manusia membuat barier/penghalang yang merintangi antar bangsa untuk saling membangun dan memberikan pertolongan jika ada bangsa lainnya yang kekurangan pangan karena sumber daya alamnya minim?.
Nasionalisme sesungguhnya adalah : ikatan puncak Rasisme dan Fasisme terselubung.

RANTAI PAHALA YANG MENJULUR DARI BUMI KE LANGIT
Kisah ini bukan kisah fiktif. Lembaran-lembaran yang akan Kau baca merupakan satu tahun perjalanan berisi cinta. Satu tahun yang berbicara mengenai pembebasan seorang anak manusia dari masa kegelapan menuju renaissance-nya, dari masa keterjerembaban menuju kebangkitannya. Satu tahun perjalanan hidup yang penuh kenangan bagi manusia yang menjadi aktor didalamnya, maupun yang mengambil pelajaran darinya.
Daun-daun berkecipak di udara. Berdansa-dansi diliukkan angin. Berkelap-kelip warna coklat tua dan kuning muda. Komunitas daun-daun yang tak berdaya menyerah diinjak sepatu kanvas mahasiswa. Kumpulan daun-daun lainnya, menyandar pada mobil box perusahaan minuman. Sebagian lagi mendarat di atap rumah, sebagiannya bergabung dengan sampah dan kotoran kuda, dengan ludah dan air kencing manusia. Sedangkan dedaunan yang berkerumun di pekarangan sana, menunggu disundut geretan penyabit rumput yang berkulit mengkilat bak tembaga.
Tubuh sunyi ditusuk riuh rendah aktivitas manusia. Pagi yang membawa obor raksasa, meruntuhkan malam. Kebijaksanaanya membasuh embun-embun nakal yang tak henti mencumbui tangkai-tangkai pohon dan bunga, plang-plang jalan, bangkai tikus busuk, mercedez seri terbaru yang terparkir di bawah lampu taman serta seorang gelandangan yang kulitnya merapuh seperti kulit ular. Gelandangan muda terlelap disamping tempat sampah hotel De Qur. Ruhnya belum mau menyatu dengan jasad. Ia bangun terkaget-kaget ketika bising knalpot bertoet-toet, ladam kuda berketepok serta tapak kaki sepasang manula memopor kantuknya. Namanya Taryan.
Seperti rana pada kamera Taryan membuka mata yang lengket berlendir –lendir yang bisa di jadikan lem perangko–. Kotoran pada sudut-sudut matanya kesat berasa asin, –bisa dijadikan garam bagi nasi tanpa lauk–. Di kupingnya dedak-dedak kuning bertumpuk. Lendir hijau yang mengerak di rongga hidungnya menunggu congkelan jemari untuk dipeperkan ke kaca mobil mewah yang membuatnya sakit hati.
Taryan berdiri sempoyongan. Kakinya menahan pening yang menyemutkan kesadaran. Sudah tiga hari ini Ia tak mandi. Dicium bau badannya “uff, serasa bau gorila di padang Afrika”. Jika mengibaskan tubuhnya : luruhlah daki-daki yang hina. Taryan melangkahkan kaki menuju kamar mandi Masjid besar sebuah kampus di Dipati Ukur. Sesampainya disana, dirobeknya shampo. Disisik lembut rambutnya. Di bersihkannya leher, muka, ketiak, hingga kelingking kaki yang koyak dan kapalan. Hanya itu?. Tidak!, dengan busa-busa dilepaskan hajat seksnya. Di kepengapan kamar mandi yang airnya kuning berbau besi, Taryan mempermainkan bayang-bayang almarhumah isterinya. Setelah hajatnya tuntas Taryan terisak. Ia merintih. Tubuhnya yang melunglai disandarkan pada dinding bak. Ia Menggelosor. Mencium keramik dingin berair sembari menerawang, mengail ingatannya tentang ruh isteri serta dua anak yang meninggalkan rangka-rangka tanpa sempat mengucapkan kata perpisahan padanya.
Raut wajah Taryan lumayan. Artinya : kelumayanannya itu, bisa dimanfaatkan untuk menarik perhatian gelandangan wanita yang pura-pura menggeletak sakit atau pingsan di emperan Bandung Indah Plaza. Taryan bisa berhubungan seks dengannya setiap saat — gelandangan wanita yang sering berpapasan, selalu mencuri-curi pandang–. Tapi Taryan tak bisa!. Apa Ia tak ingin dibebani tanggung jawab?. Rasanya itu bukan alasan logis karena otot di tubuh Taryan menggumpal. Ia mampu menggunakannya untuk memperkosa atau setidaknya, menundukan perempuan gila kala guntur dan angin memenjarakan warga kota Bandung di peraduannya. Taryan tak punya alasan untuk bercinta di balik kardus-kardus lapek sebab Ia masih mencintai isterinya yang mati. Ia masih suami setia. Subuh dua tahun lalu masih menjelma di pelupuk matanya. Taryan masih mengingat bagaimana kulitnya berbagi kehangatan dengan kulit isterinya diatas kasur bunga-bunga randu. Ia masih mengingat : saat keluarganya berlomba memompa perut dengan nasi, dengan daging kambing, dengan ikan mujair, dengan jengkol, dengan petai, dengan sambal sambil tertawa di atas tikar pandan.
Kegembiraan itu dapat di resapinya hingga terlena sebelum azab memerintahkan prahara : mengaborsi tanah pertanian yang bunting menunggu kelahiran benih-benih padi. Kini semua mati ditelan agar-agar bersuhu ribuan derajat selsius. Semua diobrak-abrik!. Anak isteri, saudara, dan tetangganya. Untung … Taryan terselamatkan secara tak sengaja –meski Ia menganggap keselamatannya sebagai kemalangan– karena, seminggu sebelum petaka menghampiri, Taryan berada di kota : menjual berkintal-kintal humus dan kompos hewan piaraan yang juga, ikut hangus menjadi abu.
Di Dipati Ukur, hujan kembali berkecamuk. Denting-denting air yang menabuh genting menimbulkan keriuhan dahsyat. Bilyunan rintiknya menyempatkan diri membasahi karpet masjid. Guntur menggebrak daun telinga. Saat orang-orang menghindari percikan air ke tengah masjid, Taryan berdiam diri di samping pilar. Saat itu waktu laksana langkah kura-kura. Tak ada yang dapat di kerjakannya ketika menanti hujan reda. Ia menggigil. Bajunya yang basah, kini kuyup sudah. Tiba-tiba.
“Kang kesini, basah disana mah!” pemuda berkacamata, kulitnya coklat
“Biar disini saja!”
“Jangan diam disana, nanti sakit!, uhuk …uhukk”. Pemuda yang memanggilnya terbatuk.
Taryan terbujuk oleh senyumnya. Ia pun melangkahkan kaki menyambangi.
 Detil-perdetil waktu adalah ketentuan yang manusia pilih untuk menghantarkan diri, pada jalan yang tak bisa diprediksi hingga manusia mati. Setiap detil waktu merupakan persimpangan jalan yang manusia pilih untuk kehidupannya di masa depan. Siapa yang menyangka jika detil waktu di pelataran masjid –setahun lalu– menyenteri hidup Taryan pada kehidupan baru yang lebih bercahaya, lebih bersinar gemilang dibandingkan hidupnya di jalanan.
Hari ini dan hari-hari selanjutnya, Taryan tidak usah mencari makanan basi di bak-bak sampah. Ia memiliki perkerjaan tetap : membantu merapihkan dokumen-dokumen penting dari jam tujuh pagi hingga jam 8 sore, di sebuah universitas ternama kota Bandung. Berkerjanya Taryan disana atas lobi seorang mahasiswa Sastra yang setahun lalu memanggilnya ketika Ia terpaku didera hujan dalam kesendirian, Yudhistira namanya.
Taryan tinggal bersama Yudhistira disebuah sekretariat Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan murah bagi masyarakat Jatinangor. Di sebuah rumah kontrakan yang di ruang tengahnya terdapat perpustakaan kecil itu, Taryan menghabiskan separuh malam untuk membaca buku, bertemu tokoh-tokoh besar, berkeliling dunia. Hinggap dari satu daerah ke daerah lain menggunakan “mesin waktu” pengembangan Guttenberg beratus-ratus tahun lalu. Buku-buku yang disusun rapi dalam rak-rak kayu kayu itu, –kebanyakannya– dikumpulkan oleh relawan, sisanya merupakan hasil hunting Yudhistira di pasar buku loakan Banceuy dan Palasari. Yudhistiralah yang mengelola ribuan buku-buku itu disela-sela kesibukanya mengelola LSM.
Yudhistira memiliki segudang pengalaman ketika mencari-cari buku-buku murah bermutu. Pernah Yudhistira menceritakan pengalamannya –dihadapan orang banyak– ketika bertemu penjual buku yang di bawah hidungnya bertengger kumis tipis melintang. Monolog dimainkan Yudhistira.
“Mas, cari buku apa … uhuk…uhuk?” Yudhistira merubah intonasi suaranya.
“Nggak, cuma lihat-lihat, siapa tau ada barang bagus!”.
“Ada Dik!. Play Boy, Penthouse, mau!?”.
“Ha…ha..ha nggak ah, dosa!”.
Eh, dasar tak mau kalah penjual itu berkata  
“Bukan dosa Dik, bukan Neraka, tapi Syorgaaaa!”.  

Ya!. Yudhistira memang pintar menteleportasikan apa yang dialaminya menjadi suatu kejadian menarik untuk disimak. Taryan pun tak pernah kehabisan tawa untuk mendengarkan, termasuk ketika Yudhistira bercerita, tentang kejadian memalukan saat mencari jalan pintas menuju satu tempat di Bandung.
Daerah yang dilalui Yudhistira kebetulan sepi. Hanya ada satu orang selainnya disana. Sepak botol aqua. Siul sana, siul sini. Pas lagi asyiknya menendang kerikil, Yudhistira melihat seorang lelaki mencari sesuatu di antara rimbunan semak.  “Kang keur naon?”. Lelaki yang di tegurnya balik menghadap. “Ada apa sih… imau kemana?”. Mendengar suara yang menggeledek, Yudhistira terhempas. Konon darahnya tersirap. Panas dan dingin silih berganti. Bulu kuduknya yang meremang bertambah manakala orang itu kembali bertanya “Mas, mau kemana … iiih udah disini aja dech!”. Tanpa melihat apalagi mempertimbangkan tawaran bernada permintaan yang aje gile nauuzubillahimin zalik itu, Yudhistira mengeluarkan ilmu kaki seribu he…he..he. “Mending ditusuk preman daripada dijahilin wadam”, katanya. Dan seluruh peserta diskusipun, tertawa.
O Taryan sungguh mencintainya. Bukan saja karena Yudhistira menarik dirinya dari kegelapan saat berada di jalanan. Bukan saja karena Yudhistira memberinya tempat menginap gratis pada awal-awal Ia menetap –sekarang Taryan ikut membantu membayar rumah kontrakan dari hasil jerih payahnya sendiri–. Taryan mencintainya karena –Yudhistira– selalu menyemangatinya untuk menggali pengetahuan. Membaca, membaca dan membaca hingga Ia menjadi kutu buku yang membuat mahasiswa anggota baru LSM malu, karena keluasan ilmunya.
Yudhistira jugalah yang memperkenalkan Taryan dengan mahasiswa yang pandai berbicara dalam diskusi hingga hampir melupakan sejarah buramnya yang di kesampingkan oleh terang benderang keingintahuan. Di kontrakan itulah Taryan menjadi mahasiswa semesta yang tak tunduk pada uang, pada ruang dan waktu yang menjadi persyaratan mutlak bagi siapapun untuk menjadi mahasiswa. Taryan mulai belajar berdiskusi. Pada awalnya Ia pusing alang-kepalang karena banyak kata-kata yang tak dapat dimengerti rakyat jelata seperti dirinya. Tapi itu hanya sementara sebab semangat belajar yang ada di dalam diri Tayan begitu kuat.
Yang membuat Taryan terkagum pada anak-anak muda yang bergairah itu –adalah kenyataan– bahwa perbedaan kampus, budaya, kebiasaan, gaya bicara, umur bahkan keyakinan, tidak membuat rumah kontrakannya menjadi ajang Kurusutra. Aneh!, karena ketakserupaan itulah diskusi menjadi seru dan menarik. Tak ada benci seusai urat saraf mengawat kencang. Semua duduk sederajat. Minum cup of coffe, teh, susu,  dan melahap penganan yang sama. Bersama.
Taryan belajar berbagai macam hal. Ia mempelajari bagaimana mereka tidak pernah mengatakan “Kamu salah, Kamu harus begini”. Memang semua berusaha mempengaruhi tapi dengan cara yang halus. Semua sama-sama mencari kebenaran. Oleh karenanya tak ada gengsi untuk mengambil ceceran hikmah yang dilontarkan. Ya, Taryan merasa menjadi pemulung kembali : memunguti satu-persatu hikmah berharga. Gratis tanpa biaya.
Semula Taryan tak menyangka masih ada mahasiswa seperti mereka saat ini. Di desa, Taryan pernah mendengar cerita dari anak tetangganya yang pernah kuliah di Jakarta, mengenai mahasiswa yang sudah tak memiliki kemampuan bicara. Mahasiswa yang tak lagi terasah kepekaan emosionalnya. Mahasiswa yang tak memperdulikan lagi rakyat yang papa. Mahasiswa yang tujuan akhir kuliahnya : mendapatkan kerjaaan yang dapat mengangkat derajat kehidupannya. Itu saja. Bagi Taryan, Yudhistira dan teman-temannya berbeda.

Gerimis pagi ini, membuat banyak orang dijerang flu. Orang-orang bersin mengingatkan angkasa yang seolah-olah ditaburi merica. Atap rumah kontrakan kecil di ujung gang, kini dipenuhi serakan daun-daun bambu. Di dalamnya Yudhistira meringkuk berbalut selimut. Kulit di bawah matanya bengkak membiru seperti mata mahasiswa saat usai berpesta ganja. Berkali-kali Yudhistira batuk. Suaranya menghantam telinga Taryan. Rupanya batuk yang Yudhistira derita merupakan batuk menahun yang pernah Taryan dengarkan di pelataran masjid dua tahun lalu. Yudhistira terkena paru-paru basah akut.
Ketika diskusi dilaksanakan maraton setiap hari Taryan selalu mengingatkan Yudhistira untuk beristirahat. Ia mengomelinya jika menyengajakan diri tak membawa payung dan jaket saat diskusi dilaksanakan di luar sekretriat. Taryan menyesalkan situasi itu. Ia kembali teringat saat Yudhistira menyatakan niat mati muda, sebab katanya : Ia ingin selalu kelihatan awet muda?. Apakah karena alasan itu Yudhistira tak memperdulikan kerapuhan tubuhnya?. Taryan tak tahu. Yang pasti Ia takut kehilangannya. Sialnya si pemilik penyakit tak takut kehilangan tubuhnya.
Dengan penyakit yang diderita, Yudhistira malah makin bersemangat, menceritakan isu yang menyatakan bahwa mahasiswa akan melakukan demonstrasi : menyatakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah. Yudhistira seperti kemasukan ketika berdiskusi. Ia berbicara tentang penghapusan kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat. Ia menyesalkan gerakan reaktif reaksioner yang dilakukan mahasiswa. Ia tak menginginkan tindakan memereteli tetapi tak menyodorkan solusi. Ia sedih pada tindakan mahasiswa yang serampangan. Pada tindakan teman-temannya yang tak berbasis ideologi, melupakan proses kausalitas melalui pembentukan kesadaran yang merata di tengah masyarakat, agar negara bangkit setara jika ingin melawan hegemoni Amerika. Yudhistira takut kalau teman-temannya dikuasai ambisi : mencatatkan kejayaan individu ketika merumuskan mobilisasi ribuan mahasiswa di Bandung dan Jakarta.
Yudhistira melawan pendapat orang banyak karena menginginkan revolusi. Revolusi yang direkayasanya adalah revolusi otak yang melampau kekuatan fisik Blitzkerieg. Revolusi dalam bayangannya jauh dari revolusi  berdarah Bolsyevijk. Revolusi dalam pemahamannya, adalah penumbangan sistem melalui jalan damai. Menjadi jelas jika hal ini membuat Yudhistira merasa berkewajiban untuk berkeliling : meyakinkan teman-teman untuk menekuni tahapan revolusi damai, bukan malahan mengajukan reformasi.
“Uhuk … uhuk!”, Yudhistira terbatuk. Kali ini bukan lagi berdahak, bahkan terselip percikah darah. Diskusi dengan penduduk Jatinangor harus di batalkan malam ini tapi Taryan tak mendengar Yudhistira menyatakan pembatalan itu.

Ketika kelelawar menyeduh cakrawala dengan kulit hitamnya, langit menjadi genit. Wajahnya yang rindang dihiasi bintang. Angin membelai rimbun daun-daun bambu yang runcing. Sentuhannya menimbulkan suara debur ombak ketika mendekati garis pantai. Gesekan batang-batangnya menembangkan ritme, membangunkan orkestra jangkrik yang terhenti.
Sengaja Yudhistira tidak membatalkan diskusi. Ia menyerahkan kepercayaan sebulat-bulatnya pada Taryan : menjadi nara sumber. Diam-diam, Yudhistira mengikuti proses diskusi dari balik pintu kamarnya. Ia dengarkan suara yang beberapa jam lalu dijerang ketidak percayaan diri … kini berapi-api. Ia rasakan, Taryan sedang merayapi kondisi trance : menikmati betul proses pendidikan politik untuk penduduk desa yang antusias.
Sebubarnya diskusi, beberapa orang berteriak, mengumpat sembari menendang batu karena selama ini merasa dipecundangi. Mereka berubah menjadi anti individualis yang hidup tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya. Mereka tidak lagi mementingkan ego, mencari kesenangan diri yang hanya dinikmati sendiri.
Taryan masuk ke dalam kamar. Disaksikannya Yudhistira tenggelam dalam balutan selimut tebal. Ia menutup pintu perlahan. Saat kanvas angkasa dilukisi konstelasi bintang-bintang, kaus Yudhistira basah oleh air mata. Yudhistira bangga padanya.

Sinaran bintang yang mengkelap-kelipkan angkasa, dimamah bola besar yang kini menyinari bumi. Pagi itu, Yudhistira tak dapat menegakan rangka tubuhya. Yang paling mengkhawatirkan, Yudhistira kerap memuntahkan makanan dan obat-obatan yang sampai ke tenggorokannnya. Saat situasi semakin menghantui, Taryan mencarter angkutan kota. Diantarkannya Yudhistira ke rumah sakit. Yudhistira harus segera di tangani dengan baik.
Sesampainya di sana, perdebatan terjadi. Mereka tak membawa cukup uang sebagai jaminan. Rumah sakit tak mau menangani pasien yang tak memiliki cash. Yudhistira merana dalam erangan. Taryan kalap. Ia marah. Ia murka. Di hantamnya kasir yang mulutnya berbusa setelah menjelaskan peraturan yang dianggapnya tak berperikemanusiaan. Ditendangnya jendela kaca rumah sakit. Celananya basah oleh darah. Taryan tak memperdulikan. Saat satpam berusaha menghentikan, Taryan meraung. Ingatannya hilang. Jiwa binatangnya datang. Temaram mengkunci akal sehat. Ia bukan saja buta terhadap keadaan. Ia tuli. Pukulan yang kini berbicara. Disarangkan kepalan tulang pada rahang Satpam yang dianggap menghalangi amoknya. Ini adalah tindak balasan bagi rumah sakit durjana. Tak ada lagi yang musti dipertimbangkan selain pengulikan dendam melalui pendarahan. Pada puncak kemarahannya, Taryan mengambil kayu “Duak!” kepala Satpam bocor berdarah.
Taryan memutar. Ia berniat mengejar kasir yang membuatnya kecewa tapi ketika melewati Yudhistira, langkahnya tersetak. Ia melihat mulut Yudhistira mengatup dan terbuka. Kemarahan redam, menyaksikan sahabatnya demikian tersiksa. Ia bersimpuh disamping Yudhistira. Ia menangis … menangis … dan menangis, menyadari Izrail akan datang menyeruput oksigen terakhir yang Yudhistira hirup. Taryan terisak, tak mampu memberikan pertolongan.
Tergambar kembali kenangan-kenangan yang mengentalkan penyesalannya. Taryan ingin meluapkan kata dari mulutnya yang terluka oleh pecahan kaca : betapa dirinya mencintai Yudhistira.  Ia kesulitan memfasihkan, memformulasikan lewat simbol-simbol bahasa. Taryan cuma bisa merengkuh kepala sahabatnya yang tergolek lemah. Ia benamkan air matanya ke dalam kelopak mata Yudhistiira yang melebar. Air mata mereka lebur dalam satu aliran sempurna. Yudhistira memeluk Taryan hingga tubuhnya meregang, … hingga kerongkongannya tersedak, … dan … detak nadinya … tersurut hilang.
Kemarahan Taryan berkobar. Untuk yang keduakali hati Taryan hancur. Sakitnya menyulur perih menuju lambung, mengendap di usus dan jeroan. Apa yang bisa diharapkan lagi dari kekosongan?. Jiwa yang dulu membuatnya bergumpal penuh kini hilang setengahnya. Masa-masa kesunyian akan menjelang. Yudhistira yang selama ini menjadi poros tawa dan canda akan dihimpit tanah yang segera mengerahkan cacing, bakteri, serta lipan untuk membusukan bangkai sahabatnya di dalam pusara.
Hati Taryan dikipasi dendam bernanah. Hawa panas membuncah dari kedua matanya.    “Anjing!”.
“Anjing kalian !!”.
“ANJIIING, KALIAN SEMUA!!!”. Sebelum satu terjangan mematikan di lancarkan, dua pentungan lebih dulu membuat kepala Taryan sobek. Di lantai rumah sakit, Taryan tergeletak di atas kubangan darah.
Di antara panas bulan Agustus, seruak awan memagari cahaya matahari menembus bumi. Bintik-bintik kristal yang memupuri angkasa, hinggap di pucuk-pucuk pohon, menggelitik bunga Flamboyan, menjalar pada urat-urat pohon, menghunjam ke dalam tanah, menjadikan mahasiswa yang dahaga … moksa.
Di pilar-pilar masjid, Taryan menghablur. Kehilangan Yudhistira begitu menyesakkan rongga pernafasan. Kehilangan ini membuat cawan udara yang setiap detik dihirupnya dalam-dalam, terampok tandas. O, Taryan teringat kebaikan orang tua sahabatnya saat membereskan segala kekacauan yang dilakukannya. O, Taryan teringat kembali bagaimana mereka meratapi jenazah anaknya.
Kini. Di lokasi pertemuan pertamanya dengan Yudhistira, Taryan seperti melihat sosok dirinya dua tahun lalu. Matanya menangkap geleparan seorang lelaki lusuh di lantai keramik yang berembun oleh cipratan hujan. Inilah saatnya, ketika ilmu diperpanjang guna menjalin rantai pahala tak terputus. Sudah waktunya Taryan menyemai benih-benih pemikiran, mengajak lelaki malang yang terkapar di lantai masjid menemukan potensi dalam naungan ilmu pengetahuan. Ia berniat menyemai panen di kebun pahala. Taryan mesti mengumpulkan bekal bagi perjalanan menuju surga, … menemui sahabatnya tercinta : Yudhistira
Kisah yang sengaja kurajutkan berakhir sudah. Tak ada lagi kelanjutannya. Tapi, jika Kau beruntung –mungkin– setahun lagi Taryan sendirilah yang akan menuliskan perjalanan hidupnya untukmu.
Ingatlah kisah ini baik-baik sebab : bisa jadi Kau melihat Taryan sedang berbicara dengan gelandangan di antara pilar-pilar pelataran masjid Dipati Ukur. Jika kau yakin, tolong sampaikan salam padanya. Jika dia menanyakan dari siapa, bilang saja dari orang yang berniat memegang mata rantai yang sama. Bilang saja, dari anak didik yang membelah malam dengan teriakan kesalnya. 

PERANG SUPER CANGGIH
Paska adanya pengebomaman yang berulang kali terjadi di Indonesia, mulai pengeboman di Bali, di Jakarta maupun di Sulawesi. Setelah dideteksi dan tertangkap para pelakunya ternyata mereka adalah orang- orang yang beragama islam dan telah mengenyam pendidikan di pesantren
Sehingga akan berakibat jeleknya citra islam di mata umat, seolah-olah islam mengajarkan kekacauan yang brutal, atau pembunuhan tanpa sebab,.
Begitu juga di Negara Irak, Afganistan yang diserang dan dihancurkan oleh Negara-negara adikuasa seperti Amerika serikat, Inggris dan Negara sekutu lainnya. Mereka menyerang dan membunuh tanpa mengenal kemanusiaan Negara yang diserang seperti Irak keadaannya menjadi porak poranda dan sampai sekarangpun masih ada gencatan senjata dan perlawanan.
Dengan adanya pengeboman maupun penyerangan baik yang dilakukan oleh orang- orang yang beragama islam yang diboncengi oleh kafir barat maupun yang dilakukan oleh Negara Amerika serikat dan sekutunya akan menyebabkan isu tuduhan oleh AS kepada islam dengan sebutan terorisme. Karena agama islam bertentangan dengan nilai-nilai barat dan kepentingan barat.
Pernyataan yang mengaitkan terorisme degan persoalan ideologi bukan persoalan yang baru tetapi sudah muncul sejak lama.hal ini terjadi karena ideologi yang di emban antara islam dengan AS dan sekutunya adalah berbeda .
Ideologi merupakan pandangan hidup yang melahirkan peraturan dan dapat memecahkan persoalan hidupnya. Ideologi islam peraturanya berasal dari Allah sehingga aturannya tidak berubah-ubah sedangkan ideologi yang diemban oleh AS dan sekutunya  aturannya berasal dari manusia sehingga berubah-ubah .
Sehingga terjadilah perang ideologi ,tetapi perang yang lebih besar bagi umatislam adalah perang pemikiran yang merupakan kemenangan yang harus dimenangkan. Dengan bersatunya kaum muslim selurah dunia.
Untuk itu umat islam jangan terkecoh dengan berbagai isu terorisme yang memang dibuat oleh AS supaya islam tidak berjaya..padahal aturan yang paling benar adalah aturan yang berasal dari Allah bukan aturan yang buat oleh manusia yang masih diselimuti oleh hawa nafsu . -Panglima Lazuardi-

TAHI DAN PERUBAHAN SOSIAL
Genjer. Bukan macam mitos nyanyian Gerwani, yang pernah diekspose media massa. Hanya dedaunan hijau yang sering dijadikan pelengkap pecel di daerah Serang Banten. Sekedar daun kenyal-kenyal kangkung yang oleh orang-orang Bule disebut java salad. Melirik ke folder pikiran ketika seorang teman di masa lalu mengajak main tebak-tebakan.
“Siapa yang kembali?,” senyumnya.
“Nyerah!,” tembak saya malas.
“Lalu siapa yang kembali?,” saya menodongnya.
“Genjer,!” balas teman yang sedikit sinting.
Ya!, genjer kembali mengingatkan, saat saya berjalan di pelipir selokan dekat rumah singgah.
Itu, itu, itu genjer yang tersemat ditahi. Sayuran lusuh yang masih menampakkan wujud aslinya meski sudah melewati pankreas dan digodok oleh gerakan peristaltik. Siapa yang makan genjer? Pikirku. Lebih lanjut lagi, siapa yang memakan genjer hijau dan me-mix and match-kannya dengan kuning tahi serta setetes darah merah orang sembelit?. Perpaduan warna traffic light yang ditahun 2004 berniat adu fisik –memperebutkan kursi– kenapa bisa bersatu?. Ah maaf meneer dan noni!. Saya tidak bermaksud membicarakan pemilu sebab untuk apa?, karena selaku individu saya berniat untuk golput! (tujuan saya golput tidak sama dengan tujuannya Arief Budiman). Ah sudah, lupakan!. Saya akan setir kembali busana pemikiran ini menuju topik awal mengenai genjer dan tahi.
Tahi-tahi bergenjer mengapung-apung bersama renik dan tutut sawah. Bongkahan-bongkahannya dapat dihitung dengan jari tapi bercak-bercaknya entahlah. Mungkin ratusan?. “Disguisting!”. “Geuleuh!”. “Geblegh”!. “Jorok!,”. Mengapa sedemikian banyak  tahi  yang hilir mudik?. Rumah siapa yang gak pake septictank?. Bayangkan bagaimana kalau hujan?. Saya yang wudlu lima kali sehari pasti tak akan lagi merasa suci seandainya air selokan itu meluber. Sedikit saja tumit terkena genangan airnya, saya harus mensucikan diri dengan tanah dan mandi besar –seperti waktu ke Bali, tangan saya dijilati babi–.
Esok hari. Saya memang biasa melewati jalan yang disamping kirinya ada selokan. Selajur jalan tembus itu mengarahkan saya menuju warnet yang salah seorang penjaganya tomboy manis bernama Leoni.
Dan “masya Allah!,” saya berteriak histeris ketika menapaki jalan yang terbuat dari tembok itu.
“Siapa?, si Leoni?” penasaran-mu keluar.
“Bukan!,” saya menyanggah, “yang masya Allah itu…, lihat!, dihadapan saya seorang wanita menjumputkan tangan ala balerina sembari melemparkan kantung plastik ke dalam selokan. Gila!. Bandung lagi musim hujan. Kalau hujan datang mampuslah, semua kebanjiran tahi!.
Prediksi berjalan. Mendung bertahan dari pagi hingga sore hari. Dan ketika jam di layar flat computer menunjuk pukul 16.32, terdengar bunyi ces…ces…ces jelegur!, byur. Hujan yang dikerabati petir datang tiba-tiba. Saya yang masih di warnet si Leoni terpaksa membatalkan kepulangan. Waktu jalan cepat. Tiga puluh menit sudah, hujan yang byur berubah menjadi ces…ces. Time to go now. Disconnect internet. Ambil uang 7000 dari dompet dan berjalan.
Seratus langkah dari warnet mulut saya monyong. “O ow!”. Ingin muntah rasanya. Dikepala saya berputar-putar genjer, pemilu, tahi dan wanita yang melemparkan kantung plastik ke selokan. Air selokan meluber dan tahi-tahi berceceran di jalan. Saya mengkeriutkan dahi sembari mengumpat dalam hati “Bego apa tolol wanita itu?,” sarkasme saya keluar.
Setiap tahun, di bulan yang ujungnya “ber” selokan pasti banjir. Dan wanita itu tak mungkin tak mengetahui bahwa penyebab luap air yang sehari-hari diendapi tai, dikarenakan sampah yang sering dilontarkannya ke dalam selokan. Saya kecewa dengan kebodohan itu.
Apa yang ada dalam pikiran pembaca ketika saya berpikir tentang kebodohan?.
“Ah paling kamu nyalahin sistem pendidikan dan pemerintahan Negara ini!,” jawab kamu yang memakai topi pet.
Atau “Paling kamu naksir sama si Leoni yang suka  novel wanita di titik nol itu kan?,” selidik kamu yang menggaruk ketiak.
“Eem, atau!, kamu lagi mikirin bagaimana caranya,  tahi manusia dijadikan pupuk urea?,” sangka kamu selaku mahasiswa pertanian.
“Salah!. Tarik kembali prasangka kalian. Meski banyak benarnya apa yang kalian pikirkan –kecuali si Leoni–. Tapi bukan itu intinya”
Ketika endapan tahi meluber ke jalan, terbersit kembali –dalam pikiran– sebuah pernyataan teman yang jenggotnya selebat jenggot Saddam Husain saat ditangkap American Army
“Bagaimana mau merancang revolusi kalau lingkungan sekitar masih jorok minta ampun,” serunya.
Adapula anak kedokteran yang bilang “Jangan bicara tentang perubahan sosial kalau kamu masih buang sampah di jalan. Kerjain yang kecil-kecil dulu deh” ketiknya sewaktu chatting.

Benar!, adalah fakta bahwa –banyak– orang yang bilang revolusi dan reformasi kelakuannya jorok abis. Kalau mau jujur, –bukan di kalangan aktivis sosialis dan demokrasi saja yang kayak gitu– di kalangan aktivis Islam ada juga yang begitu. Betul! dan tak bisa dihitung dengan jari –harus pake kalkulator— orang yang bicara tentang perubahan sosial ternyata buang sampah tidak pada tempatnya.
Saya yang pro internasionalisme Islam dan ikut demo di Jakarta, pernah menyaksikan beberapa teman yang pake slayer laailahailallah berteriak “Khilafah,”, dan “Destroy Kapitalisme” sambil buang botol aqua di pinggir jalan. Sahabat-sahabat saya itu menjentikkan puntung rokok ke taman serta menendang bungkus makanan kecil ke dalam selokan. Dan saya katakan –supaya teman yang berjanggut dan ananda mahasiswi kedokteran itu tidak menganggap saya menyepelekan kebersihan—“Hei, sang aktivis kalian mikir pake polo ya?. Huh, buang sampah  sembarangan!, mikir yang panjang dong”. 
Boleh sombong!. Semasa SMA saya ikut pecinta alam dan  selalu membuang sampah pada tempatnya. Sampai saat ini saya senantiasa memarahi teman-teman yang buang puntung rokok dari dalam mobil pribadi ke jalan, bahkan ketika membaca buku Samson Delilah dan Ideologi Hijau, saya lantas memulai untuk tidak menggunakan plastik dan stereofoam yang susah dicerna bumi. Saya sangat mencintai lingkungan. Tapi!, inti masalahnya tidak terletak disana –inti masalahnya yakni– saya takut, kalau  meneer dan noni terkena wabah culdessac intellectual yang menular seperti epidemik cikumunyang yang menggegerkan itu. Meneer dan Noni harus tahu bahwa antara perubahan sosial (revolusi atau reformasi) tidak terkait dengan buang-membuang sampah tok seperti –yang dikatakan teman saya,  “kerjain yang kecil-kecil dulu” .
Lakukan dari yang kecil-kecil?. Akur!, tapi melakukan hal kecil yang nyambung kan?. Kalau hal-hal kecil seperti buang sampah tok, terlebih berbicara tentang haid dan nifas, tentang cara mencukur kumis, menyabuni kaki yang bau apek, hingga membereskan sendal di masjid!, ya… nggak nyambung dengan perubahan sosial atuh!. Dan kapan perubahan sosialnya mau terjadi?. Hal-hal kecil yang nyambung dengan perubahan sosial adalah membicarakan faktor-faktor apa yang menyebabkan orang sampai berani buang sampah. Apakah karena mahalnya biaya pendidikan hingga orang jadi bodoh amat?; apakah karena buruknya strategi pembuatan saluran air atau karena penegakan hukum yang lemah?. Hal-hal yang memiliki korelasi dengan perubahan sosial lainnya adalah bagaimana caranya mendandani komunikasi politik –yang dimiliki– supaya akal dan perasaan masyarakat menerima Islam is the only solution!. Hal-hal kecil lainnya ketika ingin melakukan perubahan sosial ialah,  aktif melakukan diskusi dua arah agar pemikiran masyarakat berubah; memberikan pendidikan politik-ekonomi Islam agar teman, ibu, bapa, pembantu dan pak lurah tahu, bahwa kebijakan pemerintah tentang peminjaman hutang dari CGI dan privatisasi –merupakan usaha pemerintah untuk lari dari tanggung jawab terhadap rakyatnya—adalah salah!; juga bagaimana membeberkan fakta bahwa pemerintah membiarkan koruptor dipenjara beberapa bulan sementara orang yang mencuri beras –untuk makan– dipukuli dan dibakar beramai-ramai. Yang terakhir !, jangan lupa memberikan motivasi “Ayo bergerak saat ini juga untuk perubahan!,” sembari mengutip perkataan Emiliano Zapata :
“Lebih baik mati dengan berpijak pada kakimu sendiri
daripada hidup dengan bertumpu pada lututmu!”.
Kalau meneer dan noni masih tetap memegang cara yang tidak nyambung dengan perubahan sosial maka ada baiknya saya beritahu bahwa orang-orang yang merancang Revolusi Bolsyevijk itu, celana dan bajunya kumel bin dekil; mereka bebas berhubungan seks; dan tukang mabok; tapi merekalah yang meruntuhkan kekuasaan Tsar Rusia pada tahun 1917. Lha kok bisa ya?.

MELIHAT DARI DEKAT KEHIDUPAN PUNKERS BANDUNG
Di era kejayaan Kapitalisme, perusahaan-perusahaan besar berusaha membangun imperium bisnis menggunakan media eletronik dan cetak untuk mempropagandakan produknya. Propaganda tersebut dirancang sedemikan rupa dengan trik-trik psikologi agar masyarakat –terutama remaja– tertarik untuk membeli produk mereka. Setiap hari khotbah iklan disiarkan secara masal di televisi dan radio. Para perancang iklan menyeru pada “surga” dan “neraka” yang diciptakan Kapitalisme di atas bumi. Artinya, seseorang yang mengikuti trend akan masuk “surga” berupa, diterimanya seorang dalam pergaulan. Sedangkan seseorang yang tak mau mengikuti saran khutbah televisi mengenai produk apa yang harus dipakai maka dia akan memperoleh siksaan di “neraka” pergaulan yang sempit.
Aforisma atau kata mutiara  “We will be the one of  the few people who against the world Maybe we will fall but we will fall with our only pride and our only freedom (Punx and Skin, Runtah, 1996) merupakan sebentuk suara yang diserukan komunitas bawah tanah ketika semua mata dan jiwa, berpaling pada satu kutub kekuasaan konsumerisme Kapitalisme. Punk yang merupakan resistensi budaya sangat membenci remaja-remaja yang kerjanya bulak-balik ke dalam mall –dan berada disana– selama berjam-jam hanya untuk mencari pakaian yang sedang in. Punk sangat membenci orang yang seumur hidupnya hanya berbicara tentang trend “eh handphone lu udah polyphonic atau belum?. Kok lu ketinggalan zaman amat sih!, masak masih make handphone ericsson T 10”. Punk juga, sangat jijik pada anak gaul yang diajak makan lesehan di warung tegal (warteg) malah mengatakan  “makan di warteg?, jaga gengsi dong, mendingan makan di Kentucky Fried Chicken atau Mc Donald”.
Anak Punk tak berfikir seperti kebanyakan anak remaja pada umumnya. Jauh-jauh hari mereka sudah mengatakan “yang penting fungsi dan kegunaannya bukan gengsi!”. Dari zaman kita masih digendong mama dan papa, anak Punk sudah merancang satu perlawanan budaya dengan memutarbalikan culture hegemoni (budaya mayoritas) melalui pembuatan barang-barang atau penerbitan buku dan majalah serta produksi kaset-kaset dengan semangat do it your self! (DIY).
Remaja Punk adalah remaja yang mengasah pikiran dan hatinya untuk merasakan kesulitan orang-orang miskin. Empati mereka terhadap sesama lebih tajam dibandingkan remaja-remaja gaul yang memiliki pola fikir individualistis. Anak-anak Punk adalah anak-anak yang memiliki pemikiran politis, mereka mengetahui pemetaan pemikiran politik, budaya, sosial maupun ekonomi sehingga mereka mengetahui cara untuk meruntuhkan sistem dan melakukan perubahan sosial ditengah masyarakat.
Namun apa yang terjadi dengan Punk seusai Reformasi tahun 1998?. Punk perlahan-lahan pudar. Kini, individu-individu yang mengatas namakannya tak fasih lagi berbicara politik. Punk yang nampak kepermukaann kini hanya sekedar “Punk is fashion”  alias Punk sekedar tata cara busana yang berbeda dengan busana umum remaja.
Merasakan indikasi ini, beberapa tokoh Punk di Indonesia mengeluarkan seruan-seruan melalui pamplet-pamflet dan artikel yang di sebarluaskan lewat majalah independent mengenai tidak pentingnya berbusana Punk jika hati dan pemikirannya bukan pemikiran Punk. Masih menurut mereka, anak Punk –bisa jadi– adalah anak yang menggunakan kaus oblong, berambut klimis tetapi anti terhadap penindasan dan Kapitalisme. Anak Punk adalah mereka yang faham akan perubahan sosial, dan memahami konsep anarki atau sosialismenya Marx.
Gejala semakin pudarnya Punk politik tidak saja melanda di daerah-daerah yang sepi akan komunitas Punk. Bandung, yang sudah sangat terkenal sebagai pusat underground kini menjadi sepi. Oleh karenannya kami berusaha melakukan investigasi mengenai kehidupan scene underground komunitas Punk. Selamat menelusuri.
Entah berapa sore, kami mengharap langit sore cerah tak berawan. Harapan itu terkait dengan informasi yang ingin kami korek dari anak-anak scene underground berkenaan dengan komunitas Punk. Naik motor selama tiga hari di pagi hari tidak membawa hasil. Di pagi hari –tak satupun– anak-anak underground yang  nongkrong di area yang biasa dijadikan tempat diskusi atau sekedar wasted the time.
Sudahlah!. Kami harus meminta bantuan seorang teman bernama Aji untuk menghubungkan kami dengan Acil. Menurut Aji, Acil bertubuh kurus, kulitnya putih dan tinggi badannya tak jauh dengan tinggi badan kami. Ok!. Berbekal no handphone (HP) kami membuat janji.
Pukul 16.00 (hampir hujan) kami datang menemui Acil di sebuah lapak yang berlokasi di belakang Unpad di daerah Dipati Ukur. Lapak kaset itu berada tepat di bawah pohon akasia yang rindang. Anak-anak underground menamakan tempat itu Paguyuban Rock Bandung (PRB).
PRB merupakan tempat berkumpulnya anak-anak underground yang rata-rata berpendidikan hingga perguruan tinggi. Kawansn itu merupakan sebuah tempat dimana scene underground menjual cd & kaset underground lokal maupun luar yang -cd dan kasetnya– jarang ditemui di toko konvensional macam Disc Tara atau Aquarius. Tempat itu pulalah yang telah melahirkan Seurius Band, The Milo, Cheery Bombshells, Pemuda Harapan Bangsa, dan Harapan Jaya. 
Sesampainya disana, kami bilang pada penjual kaset bahwa kami mencari Acil. Ia menunjukkan tangannya. Ternyata lelaki –yang menurut Aji pernah kuliah di jurusan Antropologi Unpad itu-sedang tiduran di tembok batu dekat selokan. Kami menemuinya. Menjabat erat tangannya sembari mengatakan kami dari mana. Ia tersenyum saat kami minta waktunya untuk diwawancara. Acil menyanggupi, namun tidak untuk saat ini. Ia bilang “nanti jam lima aja! di studio musik Cihampelas!”. Wah kami mengatakan tak bisa sebab jam sekian kami ada janji. Terpaksa wawancara dibatalkan. Sebagai ganti, kami bisa mewawancarai Acil keesokan harinya.
Acil yang juga merupakan gitaris Runtah (salah satu group band punk rock terpandang di Bandung) –sekali lagi– menyanggupi untuk bertemu di gedung Asia Afrika Culture Center (AACC) yang dahulu merupakan bioskop tempat meneer dan noni Belanda duduk berkencan. Menurut buku Bandung Tempo Doeloe orang Belanda membuat semacam peraturan resmi bahwa “anjing dan pribumi tak boleh masuk!” ke bioskop itu. Lucunya, kini pribumi berkulit coklat yang disamakan dengan anjing itu menghingar bingarkan bioskop kolonialis. Hingar bingar yang menggema di lorong bioskop bukan lagi suara seluloid mengenai percintaan klasik dan kehebatan ras Eropa melainkan suara-suara penentangan terhadap sikap rasialis mereka.
Jam 5 sore kami sampai disana. Orang-orang membludak hingga ke jalan raya. Rupanya hari itu diadakan acara underground bertema Mati Langkah 2 yang di ramaikan band semacam Runtah, Keparat, Instalasi Mati, Dinning Out, Sporadis, Under Lines Out,dll . Kami terkejut saat mendapatkan penjelasan pihak panitia bahwa diantara mereka terdapat band Boys are for Toys yang memiliki personil wanita semua. Ada pula Dinning Out yang personilnya lelaki kecuali vokalisnya yang berkerudung!.
Diluar, dipinggir-pinggir jalan, orang-orang yang tak kebagian tiket dan tak memiliki uang, jongkok bersama atau sekedar menempelkan pantatnya ditrotoar. Belasan lelaki berambut tegak ala mohawk berjalan simpang siur dihadapan kami. Rantai Khong Guan hingga rantai pagar dan rantai anjing diselempangkan antara gesper dan kantung celana. Wanita-wanita ber-rok panjang menyandarkan dirinya dibawah pohon. Yang memakai rok pendek duduk di bawah jeruji tempat penjualan karcis sementara beberapa orang lelaki membuka baju, mempertontonkan tatoo tubuhnya sambil merokok dan memandangi mereka. Beberapa orang mabuk diciduk intel. Diantaranya mereka ada wanita –yang kemudian diselamatkan lelaki pengguna topi jaring yang suka dipakai Travis, Blink 182–. Ah!, banyak hal yang membuat kami khawatir hingga kami lantas memindahkan motor yang kami parkir ke halaman masjid Raya Bandung yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari tempat berlangsungnya acara.
Balik dari sana, kami belum juga menemukan Acil. HP-nya kini tak aktif. Mungkin dia sedang manggung. Melihat orang sebanyak itu kami mengambil inisiatif untuk melakukan wawancara sebelum bertemu Acil. Terlebih lagi, ketika kami melihat banyak baju yang menyuarakan ide ide seperti : penyelamatan bumi “don’t destroying forest, wild life and soil”; perubahan sosial “one way sistem” dengan lambang palu arit; kebebasan bertingkah laku “fuck me if you can!”; hingga ungkapan yang menolak bahwa anak punk merupakan kumpulan kriminal “Kita berpenampilan seperti sampah tetapi kita bukan Bangsat!”.
Mulailah kami mencari orang-orang yang mau diwawancara. Orang pertama duduk di kelokan pinggir jalan, diatas  pot yang terbuat dari semen. Ia memakai kacamata hitam, baju kaos, jeans hitam dekil, dan dikepalanya tak tumbuh rambut alias botak “mas kita dari majalah anu, mau wawancara tentang scene underground terutama anak-anak Punk dan pemikiran yang berkembang didalamnya, gimana?” cecar kami. Ia kebingungan. Lelaki itu jadi grogi untuk diwawancara. Akhirnya dia cuma menunjuk ke arah wanita yang sedang di kelilingi oleh teman-teman lelakinya. Eh kurang ajarnya, ternyata wanita yang ditunjuknya sedang mabuk berat. Waduh berabe juga kalau begitu. Wawancaranya terpaksa kami batalkan. Lantas kami berkeliling lagi.
Kami melihat segerombolan anak kecil usia sekolah dasar, salah satu diantaranya menjadi focus interest sebab –anak kecil itu– menggunakan baju merah berlambang palu arit warna kuning, didadanya. Tadinya kami mau mewawancarai dia, sebab penasaran akan apa yang akan dia katakan. Tetapi anak itu harus segera pulang ke rumahnya “urang sieun di carekan ku indung!”  katanya. Padahal, kami ingin menanyakan perihal lambang PKI yang ada dibajunya itu untuk beberapa menit saja. Tak lama kemudian, kami dipanggil oleh lelaki botak yang tadi menolak diwawancara. Ia membawa belasan temannya. –Seandainya wawancaranya keroyokan seperti ini pasti jawabannya tidak akan benar–, maka kami meminta dua orang wanita yang ada diantara mereka untuk di wawancara dekat kios rokok. Mereka menolak. Kemudian satu orang lelaki yang berjalan sempoyongan menawarkan kami untuk mewawancarainya. Kami khawatir ia mabuk dan kekhawatiran itu terbukti sebab saat diajak ke dekat kios rokok sendirian lelaki itu mengatakan “jangan ah!, saya mah nggak mau sendiri, da takut di boolin atuh!”. Brengsek! memangnya kami homo apa?. Kami lantas mampret meninggalkannya.
Menjelang pukul 18.30 acara selesai. Udara menjadi sesak saat orang-orang keluar dari AACC. Sehabis Pow go, keringat meleleh di muka, leher, dan merembes ke kaus yang mereka kenakan. Kami kesulitan memilah-milah Acil dari kerumunan. Mencoba menghubungi dia tak ada hasil, sebab HP-nya tak bisa dihubungi. Kami hanya bisa mengharapkan Acil segera membaca sms yang kami kirim.
30 menit menunggu Ia tak kunjung datang. Akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke dalam AACC mencarinya. Dan orang-orang yang tersisa mengatakan bahwa Acil dan group bandnya sudah pulang lewat pintu samping. Daripada tidak mewawancarai sama sekali, akhirnya kami menodong panitia acara bernama Imam dan Anggi untuk menjawab list pertanyaan yang kami pegang.
Tak begitu banyak informasi yang didapat dari kedua orang itu. Hanya informasi bahwa GOR Saparua –tempat acara underground biasa diadakan- ternyata saat ini sudah tidak bisa lagi digunakan. Acara biasanya kemudian dialihkan ke Boeqit kafe atau ke AACC. Setelah itu kami memutuskan untuk berangkat ke Palaguna yang juga merupakan tempat berkumpul teman-teman di scene underground. Tetapi kami tak menemui siapapun selain orang-orang yang sedang tawar menawar harga kencan. Dan Investigasi pun dilanjutkan ke PI yang berlokasi di belakang Bandung Indah Plaza (BIP).
Di tengah perjalanan mengendari motor Jolly Jumper, sms Acil masuk. Dia meminta maaf karena harus pergi secepatnya ke Jakarta menghadiri sebuah gig lagi. Sebagai gantinya, Acil merekomendasikan Awing selaku vokalis Runtah untuk kami wawancarai. Ok kami menyetujui. Secepat Blitzkerieg kami menghubungi Awing dan dia langsung menyatakan setuju. Lokasinya? di Punk Indah (PI) seperti yang kami harapkan.
Perlu diketahui, PI boleh dikatakan sebagai tempat awal berkumpul pergerakan underground di Bandung selain di TL (Taman Lalu Lintas). Biasanya akan semakin ramai apabila sabtu malam tiba. Semua orang yang ada di komunitas ini berkumpul. Mulai dari Punk, Hardcore, Black Metal, Grunge semua ada. Dahulu mereka sering berkumpul di sebrang PI. Tepatnya di Hotel Santika yang besebrangan dengan RS Jiwa Bandung. Tapi -mungkin- karena harus terlalu banyak menghirup asap kendaraan bermotor akhirnya mereka beralih ke dalam.
PI merupakan sebuah lokasi warung-warung makanan tempat para pekerja di BIP melepaskan laparnya. Lokasinya lumayan adem karena mobil yang lewat kesana paling hanya untuk parkir. Tempat ini akhirnya melahirkan banyak band-band underground terkemuka. Katakanlah Jeruji, Turtles Jr. Keparat, Balcony, Burgerkill, Forgotten, dll. Hanya saja memang mereka lebih banyak dikenal dalam komunitas underground lokal dan internasional. Karena fenemona mereka yang menggaung sampai mancanegara, banyak kemudian orang-orang bule yang datang berkunjung dan hidup sementara dengan mereka.
Sesampainya di lokasi –yang menurut kabar burung—seorang Punk bule pernah diberi hadiah ulang tahun berupa tahi manusia oleh temannya—, kami celingukan. Dan Awing segera mengenali calon orang yang akan mewawancarainya –sebab ditangan kami terdapat recorder–. Laki-laki berambut panjang yang tingginya sekitar 180 cm itu, segera menyambut dan menunjuk kios gelap yang sudah ditinggalkan pemiliknya sebagai tempat wawancara.
Sebentar Awing meninggalkan kami. Tak lama kemudian, ia datang membawa empat orang temannya. Kami memulai wawancara. Bertanya mengenai segala macam hal. Mengenai atribut Punk hingga pola fikir yang dianut komunitas ini. Sayangnya kami mendapatkan kesan bahwa Awing dan teman-temannya menyembunyikan ide yang mereka yakini. Sebelumnya-pun, kami mendapat kabar –dari Acil melalui Aji– bahwa “ayeuna, barudak Punk keur tiarap!”, artinya sedang berhati-hati menyikapi setiap masalah yang ada terlebih ketika beberapa media elektronik (televisi) melakukan wawancara kemudian –secara tidak langsung– menyuruh pemerintah untuk memberangus mereka. Maka wajar, ketika kami menanyakan tentang garis politik mereka di Indonesia, Awing dan teman-temannya hanya menyatakan “Kami benci sistem yang ada. Kami tak mau lagi membicarakan politik dan juga agama”.
Awing dan teman-temannya hanya membicarakan masalah komunitas Punk yang kini menjadi mainstream dan mereka tidak menyukainya. Mereka mengkhawatirkan pertumbuhan distro dan clothing yang berupaya untuk meraup materi, mementingkan fashion underground tetapi meninggalkan penyebaran ide. Faktanya bisa dilihat semakin semaraknya tv-tv oleh barang produk distro dan clothing2 tersebut. Disamping itu pula, mereka menyatakan kebenciannya terhadap globalisasi dan perang melawan Kapitalisme yang membuat bumi menjadi tidak nyaman akibat pembakaran plastik dan stereofoam.
Berbeda dengan Awing cs, Kumbang selaku pemilik Distro Palaguna berterus terang mengidentifikasikan dirinya sebagai skinhead yang membenci agama. Ia menginginkan unite-nya manusia di seluruh dunia. Ia katakan juga bahwa sekolah adalah candu. Ia ungkap kebenciannya terhadap rasialisme sembari menceritakan tentang pembelaan scene underground pada anggota scene yang kebetulan keturunan Tionghoa. Di akhir pembicaraannya, Kumbang meminta maaf karena habis minum minuman keras
Tak lama kemudian, datang lelaki berumur 35 tahun yang megenakan seragam tentara. Ngakunya dia bekerja sebagai bodyguard. Namanya Jho. Pengagum pola fikir Nietche dan Gibran itu, rupanya cukup disegani. Ia bicara tentang keluarganya. Ia menceritakan panjang lebar mengenai ketertarikkannya dengan Punk hingga ketidakpercayaannya pada Kristen yang dulu menjadi agamanya. Tapi Jho terlihat masih mempercayai Tuhan karena ia mengatakan bahwa dirinya sedang mencoba menjadi religius “Tuhan memiliki tujuan ketika menciptakan manusia. Manusia harus berbuat sebaik mungkin di dunia ini sebab suatu saat nanti manusia akan kembali ke hadapan-Nya,” ungkapnya sambil tersenyum.
Secara umum anak-anak underground menyatakan —bahwa ada sedikit perubahan dalam diri mereka. Secara fisik, mereka tidak terlihat lagi dengan dandanan mohawk dan memakai jaket kulit. Dandanan mereka biasa saja. Karena, toh –menurut mereka–, dandanan bukan merupakan sesuatu yang pasti dan harus. Yang lebih penting adalah pola pikir. Apalagi ketika ada tuntutan mencari nafkah bagi yang sudah berkeluarga. Dan pertanggungjawaban terhadap keluargalah yang kemudian membuat beberapa dari mereka meninggalkan beberapa aktivitas negatif kecuali minum-minuman beralkohol dan melakukan vandalisme.
Karena waktu sudah menujuk jam 9 ma1am maka kami harus angkat kaki dari tempat yang pada pukul 17.00 biasa dijadikan pangkalan bagi anak-anak underground Bandung. Kami segera berangkat menuju distro Harder di daerah Cihampelas. Sesampainya disana, terpaksa gigit jari lagi!. Distronya tutup!. Sayang sekali, padahal malam ini hujan tak datang. Apa mau dikata nampaknya sampai disini dahulu investigasi mengenai scene underground terutama komunitas Punk di Bandung.
Jika teman-teman masih penasaran dan ingin mendapatkan informasi mengenai scene Punk dan Underground Bandung maka tempat-tempat seperti  PI (belakang BIP), Purna (Jl. Purnawarman), PRB (belakang Unpad DU), Detak (Palaguna), Riotic Distro (Jl Juanda), Harder (Cihampelas) dan Uber (rumah sakit Ujung Berung) layak kalian kunjungi. Walaupun memang secara kuantitas jumlah personil yang ada disana dirasakan mulai berkurang karena begitu menjamurnya Distro dan clothing di Bandung. Sehingga mereka yang biasanya berkumpul di tempat-tempat diatas beralih ke distro dan clothing yang booming tadi.

DEMOKRASI BUKAN SAMPAH
Siapa bilang demokrasi itu sampah. Silahkan acungkan jempol kakinya yang setuju jika demokrasi itu sampah. Dengan tegas gue berani membantah bahwa demokrasi bukan sampah. Titik.
Eits, jangan protes en motong duluan. Gue berkata begitu bukan karena gue penganut liberalisme atawa kapitalis yang berakar dari asas sekularisme. Sebaliknya gue amat sangat-sangat membencinya. Semuanya adalah bulshit.
Trus, kenapa gue ngga setuju jika dikatakan demokrasi adalah sampah?
Begini, setelah gue telaah dari terminalogi sampah, ternyata sampah bukanlah barang yang tidak berguna. Sampah memang merupakan barang yang dibuang. Namun, ternyata ngga habis disitu saja. Sampah masih bisa di daur ulang untuk dijadikan barang-barang yang berguna. Apakah itu termasuk sampah organik, anorganik, maupun sampah biotik. Semuanya masih dapat didaur ulang dan digunakan untuk kepentingan manusia lagi. Asalkan bukan sampah masyarakat.
Makanya jangan terkejut jika mengetahui barang-barang yang ada dirumah atau dikamar kamu dan yang kamu sering gunakan sehari-hari adalah barang hasil daur ulang dari sampah-sampah tadi. Kesimpulannya sampah merupakan barang yang berguna dan bermanfaat bagi manusia ketika sudah diproses dan dikreasikan.
Hal tersebut jelas sekali berbeda fakta dengan demokrasi. Demokrasi tidak bisa didaur ulang. Jika didaur ulang maka yang terjadi adalah proses tambal sulam dari demokrasi itu sendiri. Ketika ditemukan ada yang kurang cocok lagi, maka akan dirubah dengan yang diperkirakan lebih baik. Artinya kebenarannya tidak bersifat pasti dan kekal. Sangat berbeda jauh dengan sistem islam yang merupakan rahmatan lil alamin dan kebenarannya kekal abadi.
Demokrasi adalah produk yang memang bulshit dan akan selamanya bulshit.
Pertanyaannya sekarang adalah kalimat apa yang pantas diberikan untuk demokrasi. Karena sampah pun juga masih tidak pantas diberikan atau disandingkan dengannya. Istilahnya kata sampah jauh lebih mulia dari demokrasi. Perlu sebuah kalimat baru yang lebih dari kata sampah. Nah, kalimat itulah yang gue belum dapet, lo udah dapet ngga?

POLISI IMPERIALISME AMERIKA DI AMERIKA LATIN
Sejak Columbus berjaya menemukan benua baru, maka mata imperialis Eropahlangsung tertuju ke sana, dengan maksud untuk mengeksploitasi danmenghabiskan kekayaan alamnya, memperhamba dan menguasai rakyatnya.Maka, Amerika Selatan dan Tengah secara mayoriti ketika itu jatuh ketangan imperialisSpanyol dan Portugal. Sehinggakan cengkeraman singa di wilayahtersebut sememangnya untuk kepentingan Spanyol. Ianyakemudian memastikan amalan imperialisasinya yang biadab dengancara meningkatkan tindakan jenayah yang kejam, dan yang disebutsebagai hak untuk melakukan kerosakan secara kolektif kepada ramairakyat tempatan. Tindakan terorisme ini dalam realitinyamerupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan daripada ideaimperialisme. Malahan ini merupakan bukti dan realiti sejarahtentang kekejaman dan merbahayanya imperialisasi mereka keatasbangsa-bangsa di muka bumi ini. Baik Spanyol mahupun Portugal,masing-masingnya pada awal serangan dan imperialisasinya telahmengincar wilayah tersebut, terutamanya dua negara: Mexico danBrazil. Sebab, kedua-dua negara tersebut merupakan jalan masukuntuk menguasai seluruh Amerika Latin, termasuk wilayah Caribia.Sedangkan Amerika Syarikat, Canada dan mayoriti wilayah Caribiaketika itu jatuh kedalam cengkeraman imperialis British danFrancais. Dan cengkeraman singa di wilayah tersebut sememangnyauntuk kepentingan British. Kemudian masing-masingnyamenyusun kekuatan untuk berperang dan saling berebut untukmenjajah dan mengeksploitasi wilayah-wilayah tersebut, yangkemudian peperangan tersebut dimenangi oleh British. Dengandemikian, British berjaya menguasai sebahagian besar wilayahselatan daripada Benua Amerika termasuklah wilayah Caribia. Bangsa Amerika Latin, merupakan bangsa yang terbesar di dunia,yang telah letih dijajah dan menderita kerana penganiayaan yangtelah menghancurkan keluarga dan keturunan mereka, sejak lebihdari empat abad. Meskipun mengalami keletihan yang hebat keranapenjajahan tersebut, bangsa ini sentiasa berusaha untuk melawanimperialisasi tersebut dengan mati-matian. Ianya terus-menerusmelawannya dengan berbagai-bagai kekuatan, namun tetap gagalmelepaskan diri daripada imperialisasi tersebut. Sebabnya adalahkerana ianya berjuang untuk menuntut kemerdekaan denganmeminta bantuan imperialis (penjajah) untuk menentang imperialisyang lain. Iaitu, meminta bantuan imperialis Amerika untukmembebaskan keadaannya dari imperialis Eropah. Maka, Amerika Syarikat tidak membantu bangsa tersebut dan jugatidak menghabiskan kekayaannya agar ianya terbebas dari Eropahdan proses imperialisasinya yang kejam, tetapi Amerika menyalakankebencian bangsa ini untuk menentang cengkeraman Eropah, sertamenyokong gerakan-gerakan kemerdekaan agar Amerika dapatmenggantikan kedudukan orang-orang Eropah itu untuk merampas,mengeksploitasi, memperhamba, menumpahkan darah,mencengkeram dan menjajahnya. Dengan demikian, bangsa ini telahkeluar dari satu mulut imperialis untuk masuk mulut imperialis lainyang lebih merbahaya, biadab dan jahat. Akhirnya bangsa ini jugamembawa kebencian yang mendalam, permusuhan yang menancap didalam kalbu dan perasaan, dendam yang mengakar kepada AmerikaSyarikat sebagai negara imperialis dan juga raja kepada terorisme.Bangsa ini akhirnya telah berusaha mati-matian untuk keluar daricengkeraman dan kekuasaan Amerika yang tertanam dalam hatimereka. Tetapi, semua usaha mereka telah gagal, sebab usahatersebut dilakukan mengikut petunjuk Amerika, sedangkan AmerikaSyarikat yang mengendalikannya, serta yang menentukan arah dantujuannya. Dengan keadaan seperti ini, bangsa ini tetap lemah, diperhamba,terhina, serta negerinya tetap menjadi ladang Amerika Syarikat,selama mereka tetap dikuasai oleh pemikiran politik yang buruk,yang telah bermaharajalela di tengah masyarakat dan ummat.Antara lain, adalah ketidaktahuan mereka tentang realiti polisiimperialisme Amerika, serta tentang hakikat kemerdekaan, ummat,asas ideologi yang benar yang dijadikan sebagai asas kemerdekaan.Bangsa ini telah mendapatkan kesempatan emas untuk melepaskandiri daripada imperialis Eropah, tetapi mereka gagal memanfaatkankesempatan tersebut, kerana buruknya pemikiran politik mereka.Yang kemudian menyebabkan mereka jatuh ke tangan imperialisAmerika. Ini berbeza dengan apa yang dialami oleh apa yang disebut denganbangsa Amerika. Kedua-dua bangsa tersebut sama-samamenghadapi masaalah yang sama, tetapi bangsa Amerika telahmemimpin perang kemerdekaan dengan bersandar kepada dirinyasendiri. Kemudian berjaya untuk menguasai keadaan negara untukkeluar daripada imperialisasi dan cengkeraman jahat British. Laluberjaya mendirikan apa yang kemudian disebut dengan UnitedFederation of Amerika. Setelah itu, Amerika Syarikat membinakekuatan politik, ekonomi dan militernya, sehinggakan menjadikekuatan yang diperhitungkan. Tidak terhad di situ sahaja, malahania telah berjaya melawan intervensi (campur tangan) Eropah dalamurusan dalaman, serta mengancam akan memerangi Eropahterus-menerus, apabila mereka tidak bersedia meninggalkancengkeraman dan intervensinya. Dan segera sahaja ia mengancam kepentingan Eropah di AmerikaLatin. Ia membakar dan mendorong timbulnya kebencian bangsa iniuntuk melawan imperialis Eropah, serta mendorong dan membantugerakan-gerakan kemerdekaan. Bukan kerena kasihan dan ibakepada bangsa tersebut, juga bukan kerana ingin membebaskannyadari cengkeraman imperialis Eropah, tetapi setakad untukmenjajahnya dan mencekeramkan kekuasaannya keatasnya. Setelahitu, memastikan cengkeramannya keatas sebahagian besar pulauCaribia dan Canada. Alaska dibeli dari Russia, lalu digabungkandengan wilayah Amerika Syarikat, sehinggakan menjadi dunia barudi bawah cengkeraman Amerika. Amerika Syarikat juga berjaya untuk memastikan cengkeramannyapada peringkat antar bangsa yang sebelumnya merupakannegara-negara besar di bawah slogan Pertubuhan Bangsa-Bangsa(PBB), diantaranya melalui Dewan Keamanan, dan inilah yangketika ini digunakan untuk mencengkeramkan kekuasaannya diperingkat antar bangsa pada seluruh dunia dengan slogan TataDunia Baru, dan Restrurisasi Pertubuhan Bangsa-Bangsa. Khasnyasetelah Amerika berjaya menghancurkan Sosialisme dan United Stateof Sosialis Russia (USSR), serta menciptakan kegawatan politik,ekonomi agar dapat melemahkan dan menguasainya, termasuklahsetelah kejayaannya menjajah sejumlah besar negara Eropah, sepertiJerman, Itali, Portugal dan Yunani, maka Amerika Syarikatmelangkah dengan sungguh-sungguh dan licik untukmencengkeramkan kekuasaan dan imperialisasinya keatas Francais,British, Russia, China, serta mengambil kuasa British dan Francaisdaripada Asia, Afrika serta untuk menggantikan kedudukan Russiadi beberapa negara yang menjadi kekuasaannya di Eropah dan Asia. Inilah keadaan bangsa Amerika dan Amerika Syarikat, yang sangatberbeza dibandingkan dengan keadaan bangsa dan negara-negaraAmerika Latin, yang sentiasa dicengkeram di bawah kekuasaanimperialis Amerika, dan terus-menerus menderita akibat kesan burukpenjajahannya dan tetap mengancam kedudukan mereka. Sedangkanmasing-masingnya pernah menghadapi masaalah yang sama,disamping Amerika Latin jumlah kekayaan, bahan alam danpenduduknya lebih banyak. Tetapi, masaalahnya bukanlah masaalahkuantiti manusia, kekayaan dan harta, melainkan masaalahpemikiran politik. Antara lain, mengambil pelajaran berdasarkanberbagai-bagai reailiti yang dapat menghilangkan danmenghancurkan kekuatan politik. Di antara realiti itu adalahmeminta bantuan kepada imperialis satu untuk mengusir imperialislain, yang merupakan tindakan bunuh diri politik (yang dapatmembunuh) kekuatan politik. Sebab, Amerika tidak berbeza denganEropah. Ideologi Kapitalisme yang menjadi asas negeri-negeritersebut adalah ideologi yang merbahaya, dan mengancam pendudukdunia ini. Ia merupakan punca kesengsaraan dunia, dimanaimperialisme merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkandaripada ideologi pembunuh tersebut. Imperialisme merupakanmetod untuk menyebarkan ideologi busuk ini ke seluruh dunia. Kerana itulah, maka tidak menghairankan apabila Amerika Syarikatmenggantikan kedudukan Eropah untuk menjajah Amerika Latin,atau berusaha untuk menguasai Eropah, Russia, China ataumenggantikan kedudukan Russia di Afghanistan. Kerana itu pula,tidak menghairankan apabila Amerika Syarikat juga melakukanperampasan keatas tanah-tanah dari Amerika Tengah, kemudianmenggabungkannya dengan Amerika Syarikat dengan carakekerasan dan perang, khasnya tanah-tanah yang kaya akankekayaan alam. Amerika Syarikat telah mengambil dengan paksalebih daripada separoh tanah Mexico dengan kekuatan militer.Tanah-tanah tersebut telah jatuh kedalam cengkeraman Amerikadan dianggap sebagai bahagian daripada Amerika Syarikat, sepertiTexas dan California. Kekayaan alamnya kemudian dirompak untukkepentingan penduduk Amerika Syarikat bahagian utara. Dan untuk kepentingan imperialisasi dan penguasaan tersebut,Amerika Syarikat telah melakukan intervensi dalam urusannegara-negara tetangga yang lemah. Ia melaksanakan terorisme disana dengan berbagai-bagai cara dan bentuknya, agar dapatmenciptakan ketakutan dan kecemasan di Amerika Latin dansebagainya, kepada negara-negara kuat agar tidak pernah berfikiruntuk melepaskan diri daripada penjajahan dan cengkeramanAmerika. Maka, ia telah melakukan intervensi dan terorisme diChili, Dominica, Guwatamala, Granada, Elsavador, Nicaragua danPanama. Sedangkan polisi imperialisme Amerika di Amerika Latin dapatdihuraikan secara ringkas, sebagai berikut: 1.Bertumpu kepada militer dan para jeneral untuk menjadipemimpin negeri tersebut. Dan juga merahsiakan kerja ejensiorang-orang militer tersebut untuk kepentingan Amerika,agar mereka memerintah (pemerintahan) negeri tersebutsecara diktator dan kuku besi. 2.Bertumpu kepada revolusi militer melalui cengkeramannyakeatas para jeneral dan hubungan mereka dengan ejenperisikan Amerika, sebagai cara untuk untuk merubahalat-alat pemerintahan di negeri-negeri tersebut, apabilakeadaannya menuntut untuk mengekalkan cengkeramannyakeatas negeri tersebut. 3.Bertumpu kepada politik intervensi langsung mahupun tidaklangsung di negeri-negeri ini, dengan menggunakan alasanDemokratisasi, atau ancaman yang direka-cipta dinegeri-negeri tersebut. 4.Bertumpu pada cara pembinaan pangkalan militer danintervensi militer di negeri-negeri yang lemah untukmencengkeram atau menguatkan semula cengkeramantersebut, atau menundukkan negara-negara kuat yang lain,mahupun negara yang dianggap mengancamnya, sepertiMexico dan Brazil. Supaya, negara ini tidak berfikir untukmembebaskan diri dan bersatu untuk menentang imperialisasiAmerika dan berusaha untuk mengusirnya dari Amerika Latinserta berusaha untuk membebaskan daerah-daerah yangdirampas dari cengkeraman Amerika Syarikat. Maka, iatakut terhadap wujudnya persatuan antara Mexico denganBrazil. Kerana hal itu akan menyebabkan Amerika Latinbersatu semula dengan mudah. 5.Amerika Syarikat ingin memasukkan Brazil dan Mexico kedalam Dewan Keamanan, setelah terjadinya restrukturisasiPBB, untuk menumbuhkan permusuhan keatas kedua negaratersebut. Juga untuk menguatkan imperialisasi AmerikaSyarikat di Amerika Latin, serta menghilangkan ancamanyang mungkin terjadi. Sebab, Amerika Syarikat menganggap bahawa Amerika Latin itu ibaratnya seperti hutan politikyang lebat, apabila api telah menyala di sana, makacengkeraman Amerika akan terlepas, dan pastinya AmerikaSyarikat tidak akan mungkin memadamkannya, maka ia akanmembakar Amerika Syarikat. 6.Menciptakan kegawatan ekonomi dan politik secaraberterusan di dalam negeri-negeri ini, agar negeri-negeri iniberpusing-pusing dalam pusingan kekacauan danmengekalkannya dalam keadaan seperti itu agar tetapmenjadi negara yang terbelakang dari segi ekonomi danpolitik, termasuklah militer. 7.Memastikan cengkeramannya keatas para pemimpin negeritersebut, termasuklah keatas urusan politik, pemikiran danseluruh parti politik dari ujung sebalah kanan hingga keujung sebelah kiri, juga keatas gereja-gereja melaluialat-alatnya yang sentiasa menjalin hubungan dengan ejenperisikan Amerika. Ia juga memastikan cengkeramannyakeatas industeri dan produksi di negeri-negeri ini. Menimbunkekayaan alam dan rizabnya melalui syarikat-syarikat danpelaburan-pelaburan Amerika. 8.Bertumpu kepada apa yang disebut dengan pemberianbantuan ekonomi, militer dan pinjaman kepada negeri-negeritersebut, agar tetap digenggam dalam genggaman imperialisAmerika dengan genggaman yang kukuh. 9.Bertumpu kepada politik permusuhan yang tidak langsung,seperti membuat kerusuhan, kekacauan, melakukanpembakaran kemudian memberikan bantuan-bantuan militerdan kewangan kepada apa yang disebut sebagai gerakansparatis dan puak-puak mafia, dengan tujuan untukmencipatakan keresahan dan kekacauan politik dinegeri-negeri tersebut, supaya bangsa ini tetap hidup dalamkeadaan miskin, hina dan kacau selama-lamanya. 10.Melakukan tekanan politik keatas negeri-negeri tersebut agarmelaksanakan politik Neo-Liberalisme dan Ekonomi PasarBebas, supaya mempercepatkan perompakan keatas kekayaanalamnya. Juga agar dapat mengendalikan pemecahannegeri-negeri tersebut, bila-bila masa ia kehendaki. 11.Mengekalkan wujudnya pengangguran denganberbagai-bagai bentuknya. Dan pengangguran yangdigariskan oleh Amerika Syarikat dan diciptakan dinegeri-negeri ini merupakan polisi Amerika yang palingmerbahaya, dengan tujuan untuk mengekalkan negeri-negeritersebut sebagai pengikutnya, dan agar tidak mampu untukberdiri sendiri atau berusaha untuk melepaskan diri daripadacengkeraman imperialisasinya yang jahat. 12.Bertumpu kepada politik manipulasi dan eksploitasipemikiran dengan berbagai-bagai macam dan sifatnya,dengan tujuan untuk menciptakan fitnah dan gejolakdalaman, agar wujud kekacauan yang dahsyat di negeritersebut, agar boleh melengahkan kekuatan politik danpemikiran yang ada dapat, dan menghancurkan antarasebahagian yang satu dengan yang lain. Dengan cara itu,masyarakat lupa untuk berfikir menyerang Amerika Syarikat,imperilisasi dan alat-alatnya serta upaya untukmenghancurkannya sampai ke akar umbinya. Untuk itu,maka Amerika Syarikat berusaha untuk menutup celahbangkitnya USSR untuk menanamkan pemikirannya diAmerika Latin untuk membakar atau menuai sebelummasanya. Supaya pemikiran tersebut menjadi alat yangpraktikal untuk menciptakan kekacauan yang menyeluruh dinegeri-negeri tersebut, serta menciptakan kekacauan politikyang mendalam di sana dengan slogan “Perjuangan TidakKenal Letih”. Slogan yang disebarkan oleh ejennya, FidelCastro yang diasuh dalam asuhan ejen perisikan Amerika. Inilah politik Amerika yang paling menonjol dalammelaksanakan imperialisasi keatas Amerika Latin danmencengkeramnya, agar negeri-negeri, bangsa dan parti-partidi sana tetap dalam keadaan dicengkeram, diperhamba,dihinakan dan dieksploitasi. Dan agar negeri-negeri tersebuttetap menjadi ladangnya selama-lamanya.

KONTRADIKSI FEMINISME
Baheula, wanita/cewek/perempuan/akhwat dianggap sebagai serigala yang berbahaya (Reg Veda), manusia yang belum selesai (Aristoteles), pintu gerbang syeitan (Paus Tertulianus),
pembawa kejahatan (Paus Sustam) dan berbagai tuduhan lain yang dilancarkan unutk merendahkan kaum wanita, karena wanita adalah warga yang tidak pernah naik kelas.
Sekarang, kagak ada yang berani bicara seperti itu lagi, pasalnya wanita sekarang sudah menunjukan “kejantanannya”, kalo berani bicara macem-macem yang merendahkan seperti kata orang-orang diatas pasti bakalan kena tuntunan melanggar HAM, dan pasti bakalan didemo masa pendukung Feminisme.
Feminisme, naon deui eta teh ??? isme yang atu ini bertujuan menghapuskan semua hak-hak istimewa ataupun pembatasan tertentu atas dasar jenis kelamin. Jadi wanita haruslah sejajar dengan pria, bahkan kalo bisa lebih baik dari pada pria. Tempat lahir ide ini adalah disemua tempat yang terdapat tindak pelecehan terhadap kaum wanita. Dan tempat itu adalah semua tempat yang menerapkan aturan buatan manusia. Dunia seakan-akan terbagi menjadi dua yaitu dunia lelaki dan wanita, mereka menganggap wanita bisa hidup tanpa makhluk berjenis Laki-laki. Wuihh keren…
Setelah dilecehkan selama-berabad-abad saatnya membalas pelecehan tersebut dengan menghilangkan batasan yang menghalangi wanita untuk sama dengan laki-laki. WAnita jangan lagi ngurusin dapur, masak, ngurus anak, ngepel, dan terkurung pada tempat yang dinamakan rumah, saatnya pembebasan, biar suami yang masak dan istri yang cari duit. Anak-anak ? itu sih urusan babysitter. Para feminisme liberal-radikal menganggap kaum pria yang menempati posisi sebagai kepala rumah tangga dan figure dominant rumah tangga merupakan bentuk penindasan pada wanita, jadi…saatnya menjadi warga kelas 1 dan pria menjadi warga yang tidak naik kelas.
Mereka melihat bahwa penyebab terjadi tindak pelecehan atau kekerasan terhadap wanita disebabkkan oleh system yang ada terlalu banyak dikuasai oleh laki-laki, maka wanita harus dapat menguasai system yang ada, atau minimal setara dengan pria dalam pemerintahan. Wajar bila di Indonesia caleg wanita tiap partai haruslah berjumlah 30 % dari caleg keseluruhan, atau di Norwegia 39,4 %Denmark 30,3%, Finlandia 39%, Swedia 40%. Memang kekerasan terhadap wanita di negara-negara tersebut tidak sebanyak di Indonesia akan tetapi menimbulkan masalah lain, yaitu di Swedia dan Demark hampir 50% bayi yang lahir berasal dari ibu yang tidak menikah, 50 % perkawinan dinegara tersebut berakhir dengan perceraian. Ternyata feminisme hanya menjadi solusi parsial, disatu sisi menghilangkan tindakan pelecehan terhadap wanita tapi disisi lain menimbulkan gejala social yang tidak sehat.
Ternyata eh ternyata, ide feminisme yang sejak lama didengungkan malah menjerumuskan wanita dalam masalah baru yang cukup pelik malah tidak menghilangkan permasalahan lama, pelecehan terhadap wanita masih terus berlangsung, di negeri George Bush(uk) kekerasan fisik terhadap wanita terjadi setiap 8 detik, dan pemerkosaan terjadi setiap 6 menit. Gilaaaa…..kapitalisme sialan. Wanita ingin bebas, tapi bebas yang seperti apa ? kayak gimana ? wanita ingin maju, maju dari segi apa ? kayak gimana majunya ? wannita ingin setara, setara seperti apa ? mau dikemanakan pria? semuanya kacau, kagak jelas, konsepnya kabur apalagi solusinya.
Udah deh kita udah liat fakta yang sedemikian hancur, mereka sudah salah dalam menentukan langkah awal, terlalu terlihat rasa ingin balas dendam, dan emosional akhirnya solusi dan defenisi kesetaraanpun tidak jelas. Sebenarnya telah ada aturan yang mengatur hubungan antara pria dan wanita dalam kehidupan public, keluarga dan pribadi, aturan ini telah terbukti mengangkat derajat wanita tanpa menimbulkan masalah baru seperti feminisme, aturan ini telah menciptakan kehidupan yang harmonis antara pria dan wanita selama 13 abad, dan system ini bukanlah system yang dibuat-buat oleh manusia, Karena aturan ini berasal dari pencipta manusia yaitu Allah SWT yang telah menciptakan kita semua.
Islam memandang wanita dan pria sama keududukannya dimata Allah SWT, yang membedakan adalah ketakwaan mereka. Jadi sejauh mana mereka menaati perintah Allah dan RasulNYa itulah yang menentukan kedudukan mereka. Islam pun telah membagi peran pria dan wanita dalam kehidupan public atau privat, wanita adalah pengatur rumah tangga, merekalah yang mencetak manusia-manusia yang beradab, wanita pun berperan dalam perubahan masyarakat, mereka terkena kewajiban untuk merevolusi system kufur, mereka berkewajiban untuk mengkoreksi penguasa, walapun mereka dilarang untuk menjadi pemegang kekuasaan, akan tetapi bila para penguasa melakukan tindakan yang melecehkan kaum wanita maka mereka akan diturunkan atau terkena hukuman karena perbuatannya. So……Islam is the solution, and Good Bye Women Liberation Movement because No Solution No Liberation.

DESTROY THE SYSTEM
Itulah kata yang paling tepat buat ngegambarin kondisi planet tempat kita hidup sekarang. Kacrut di segala bidang. Hampir euweuh nu baleg lah. BBM terus naek, korupsi, separatisme, privatisasi, kemiskinan, PT DI, penggusuran di mana-mana, prostitusi, menjamurnya anak-anak jalanan, belum lagi SPP yang terus melangit, meningkatnya kriminalitas, bunuh diri. Ah, pokona mah kacrut lah. Udah gitu teh, rakyat malah disuguhi janji-janji yang kacrut oge. Kalau partai saya menang, ya toh, rakyat akan sejahtera. Kalau saya jadi presiden, sekolah gratis. aa waduk lah!!!! Janji-janji macam itu udah sering diumbar. Buktinya sampai sekarang rakyat terus terpuruk, ga’ ada perbaikan, kalau pun terlihat ada peningkatan, itu hanya untuk segelintir orang saja. Kekayaan bangsa kita cuman diukur dari kekayaan para konglomerat yang bersembunyi di balik ketek penguasa.

Naha kitu nya? Nya heueuh atuh. Sampai cicit kita botak pun ga’ akan ada perubahan dengan cara seperti itu. Kerusakannya terlalu parah untuk diperbaiki dengan reformasi. Boroknya terlalu dalam untuk diobati dengan jtidak jauh beda. Kenapa ? Karena kerusakan yang terjadi bukanlah kerusakan yang parsial, tetapi kerusakan yang bistemik, semua ini gara-gara sistem kacrut berideologikan kapitalisme yang brengsek dan sekularistik pula. Jadi udah salah sejak awal. Udah kacrut dari dasarnya. Jadinya kacrut ke cabang-cabangnya. Jadi perubahan yang parsial jelas ga akan nyambung, bisa-bisa kalahkah beuki kacrut. Perubahan yang dilakukan haruslah perubahan yang mendasar/ fundamental, sistemik dan menyeluruh. Itulah REVOLUSI !!!
Revolusi, bikin orang ngeri, karena sering dididentikan dengan kekerasan. Contohnya, revolusi Bolshevic. (1917) bikinan si Lenin orang Sosialis. Saat itu, kaum Bolshevic melakukan kudeta terhadap rezim Tsar Rusia yang sedang berkuasa. Penguasa berhasil ditumbangkan. Setelah itu terjadilah chaos. Jutaan orang terbantai. Banjir darah. Lenin sukses menancapkan kekuasannya dan merasuki tanah Rusia dengan paham komunisme-atheisnya. Namun apa daya, negara Sovyet ternyata cuman bisa bertahan sampai 72 tahun. Kacrut oge, kan?!

Itulah contoh revolusi yang anarkis. Para revolusionist mengandalkan kekuatan fisik untuk merebut kekuasaan, lalu melakukan perubahan secara paksa. Di sini pembantaian menjadi sah. Demi Revolusi. Semuanya menjadi sah DEMI REVOLUSI! Sementara rakyat yang kurang siap menyebabakan dukungan untuk revolusi kurang. Akibatnya rezim yang terbentuk berumur pendek.

Kalau begitu jelaslah bahwa revolusi anarkis sama sekali ga sesuai. Revolusi macam ini cuman membangun atap tanpa tiang dan fondasi.

Karena itu, revolusi ga’ bisa selamanya diidentikan dengan kekerasan. Karena ternyata hal terpenting dari sebuah revolusi dan ini yang sering dilupakan oleh para revoluisionis anarkis adalah penanaman fondasi bagi revolusi itu sendiri. Lalu apa fondasinya?
Sebuah gerakan massa akan menjadi gerakan yang satu bila massa tersebut memiliki pemikiran yang sama. Jadi ini kuncinya: pemikiran! Inilah fondasinya. Awal dari revolusi sistem adalah revolusi pemikiran pada masyarakat yang dimulai dari revolusi pemikiran pada masing-masing individu. Dari pemikiran/ideologi yang sama, rakyat akan melihat ketidaksesuaian sistem yang sedang berlaku dengan pemikiran mereka. Lalu timbullah sebuah kesadaran untuk mengubah sistem. Dari kesadaran yang sama inilah, akan timbul tindakan yang sama juga. Tindakan yang satu, kompak dan serempak untuk mengadakan perubahan. Saat itulah, meledaklah sebuah REVOLUSI !!!

Contoh paling real dari revolusi damai ini adalah revolusi Islam, yang dikobarkan oleh Muhammad di Arab yang menghasilkan suatu peradaban adidaya yang sanggup bertahan hingga 13 abad. Terbukti bahwa dalam revolusi ini tidak diperlukan kekerasan untuk mewujudkan perubahan pada rakyat karena toh RAKYAT sendirilah yang melakukan revolusi!
Pokona mah revolusi anarkis adalah revolusi yang kacrut crut-crut, hanya revolusi damailah yang bisa membuat suatu perubahan sistem. Tapi ini akan menjadi kacrut kalo kamu-kamu ga’ ikut serta dalam revousi ini. Iya dong, karena sekacrut-kacrutnya jelema adalah pemuda yang rela diatur sistem yang kacrut. Ga’ pengen kan jadi makhluk-makhluk kacrut pengkhianat yang diperbudak oleh sistem kacrut?! Makanya…ga’ ada pilihan lain bagi kita selain melawan dan terus melawan!
Always revolt VIVA REVOLUTION!

SERUAN HANGAT KEPADA MAHASISWA BARU
Kegiatan awal perkuliahan tahun ajaran 2005–2006 baru saja dimulai. Pada momen ini para mahasiswa lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan segala sesuatu keperluan yang terkait dengan kegiatan perkuliahan. Termasuk bagi mahasiswa baru, kondisi ini tentu akan lebih menyita banyak waktu dan perhatian. Selain itu masih banyak yang harus dilakukan mengingat masa-masa pertama di awal perkuliahan merupakan sesuatu yang baru dialami. Yang jelas menyandang status sebagai mahasiswa baru berarti kita harus siap menerima dan menjalankan berbagai beban yang ada dihadapan kita, baik itu menyenangkan atau kurang menyenangkan dalam pandangan kita.

Selamat Datang Mahasiswa!
Menjadi mahasiswa baru memang menyenangkan, pada sisi yang lain hal ini akan menuntut kita untuk lebih serius dibandingkan dengan ketika masih berstatus sebagai siswa. Kegiatan perkuliahan akan semakin berat dengan beban materi kuliah dan penugasan yang akan kita terima jauh berbeda dibandingkan ketika masih berstatus siswa di SLTA. Yang demikian ini tentu akan menyita banyak waktu, perhatian dan tenaga kita. Lingkungan tempat tinggal pun berbeda dengan ketika kita masih numpang dengan orang tua, ini bagi yang berasal dari luar daerah. Tentu hal ini menuntut kita untuk lebih bersikap mandiri terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup kita sehari-hari seperti kebutuhan makan, minum, tempat kos, pakaian, belajar hingga berinteraksi dengan lingkungan. Berinteraksi dengan lingkungan yang masih asing merupakan sesuatu yang tidak bias ditawar-tawar lagi bagi mahasiswa baru. Dengan demikian akan terjadi adaptasi social yang positif dan tidak terjadi kesenjangan interaksi antara mahasiswa dengan lingkungan kampus. Mahasiswa baru hendaknya mengenal keberadaan organisasi yang ada di kampus baik organisasi intra maupun ekstra kampus, seperti organisasi yang bergerak di bidang kemahasiswaan, olahraga, sosial, forum kajian dan juga organisasi Islam. Tentu tidak sebatas mengenal saja, melainkan juga hendaknya mahasiswa baru terlibat aktif dalam organisasi tersebut sepanjang kegiatan yang dilaksanakan mempunyai kontribusi positif dan tidak bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Yang harus kita pahami adalah bahwa menjadi mahasiswa baru bukan berarti hanya memikirkan aktivitas perkuliahan saja (study oriented) tanpa mau tahu apa yang terjadi di sekeliling kita dan terlibat dalam kegiatan di luar kuliah. Memang benar bahwa tujuan kita kuliah adalah menuntut ilmu, namun hendaknya dipahami bahwa mahasiswa juga merupakan bagian dari komponen masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, maka sudah seharusnya mahasiswa terlibat aktif dan berperan dalam memberikan respon terhadap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini merupakan perwujudan dari sikap kepedulian kita terhadap permasalahan bersama yang mau tidak mau menuntut kita untuk bergerak dan terlibat aktif.

Jadilah Agen Perubahan Sosial
Pada umumnya mahasiswa memiliki jati diri dan sikap yang khas serta berbeda dengan masyarakat. Dan ini terefleksi dalam paradigma berfikir dan pola perilaku dalam dirinya ketika merespon lingkungan dan permasalahan masyarakat. Sikap idealis, dinamis, inovatif dan pro terhadap perubahan ke arah yang lebih baik inilah yang membedakan antara mahasiswa dengan masyarakat pada umumnya. Dengan karakteristik yang khas tersebut menjadikan mahasiswa sebagai ujung tombak pelaku perubahan yang strategis. Tengoklah Berbagai perubahan sosial yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia, siapakah yang menggerakkan? Revolusi di Rusia tahun 1905 dan 1917 digerakkan oleh kalangan mahasiswa, revolusi Korea Selatan tahun 1960, begitu pula revolusi Islam Iran tahun 1979. Tumbangnya kekuasaan korup di Indonesia pada era Soekarno 1966, Soeharto 1998 dan Abdurahman Wahid tahun 2000 juga digagas dan digerakkan oleh organisasi kemahasiswaan. Disinilah nilai strategis mahasiswa sebagai agen perubahan sosial dapat diandalkan sebagai motor penggerak perubahan ke arah yang lebih baik.

Perubahan Menuju Sistem Islam
Wacana perubahan di negeri ini memang sudah sering disuarakan oleh banyak kelompok masyarakat dengan berbagai corak dan latar belakang organisasi yang berbeda. Namun pandangan mereka pun tampak berbeda ketika ditanyakan ke arah mana perubahan sosial akan diarahkan. Akankah perubahan sosial diarahkan ke ideologi Sosialisme? atau perbaikan parsial kearah Kapitalisme? ataukah perubahan ke arah penerapan ideologi Islam secara kaffah? Dalam lintasan sejarah telah terbukti kerusakan dan kebusukan ideologi Sosialisme. RuntuhnyaUni Soviet di awal dekade 90-an menjadi bukti sejarah bahwa sosialisme telah gagal. Begitu pula yang terjadi di Indonesia ketika Presiden Soekarno berusaha menerapkan Sosialisme dengan Nasakom-nya. Sosialisme tampak kerusakannya karena ide dan konsep kehidupan yang diembannya tidak sesuai dengan fitrah manusia dan tidak memuaskan akal manusia. Sama seperti Sosialisme, Kapitalisme sekuler yang diemban kebanyakan negara saat ini tidak mendatangkan kemakmuran dan ketentraman umat manusia. Yang terjadi justru pemiskinan yang semakin menjadi-jadi di negara ketiga yang dilakukan oleh para kapitalis. Penguasaan sumber daya alam oleh sekelompok pemodal telah mendatangkan bencana bagi umat manusia. Dampak yang ditimbulkan oleh Kapitalisme yang lahir dari ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) ini sangat berbahaya. Hal ini bisa dilihat dengan semakin tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, begitu pula angka kriminalitas dan korupsi. Berdasarkan data BPS tahun 2004 sekitar 40 juta rakyat Indonesia berada dibawah garis kemiskinan, sementara itu kurang lebih 38 juta rakyat Indonesia menganggur. Yang jelas ideologi Sosialisme dan Kapitalisme telahterbukti kebobrokannya dari sisi ide dasar dan konsep yang diembannya. Kalau Sosialisme dan Kapitalisme telah gagal, kemanakah kita melangkah? Satu-satunya ideologi yang sahih dan layak untuk diterapkan karena sesuai dengan fitrah dan memuaskan akal manusia yaitu ideologi Islam. Konsep kehidupan yang diturunkan Allah Swt untuk mengatur seluruh kehidupan manusia mulai dari perkara ibadah pribadi, akhlak, pergaulan, sanksi hukum, ekonomi, politik bahkan pemerintahan. Firman Allah dalam al-Quran: ”Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS An Nahl: 89)” Dalam lintasan sejarah telah terbukti bahwa peradaban Islam telah memimpin dunia selama berabad-abad lamanya. Penerapan sistem Islam telah membawa kemajuan umat Islam di berbagai bidang kehidupan bahkan memberikan kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam pada waktu itu. Perhatikanlah sebuah pengakuan jujur dari Chief of Executive Officer perusahaan Hewlett-Packard (HP), Carly Fiorina dalam sebuah buku Science and Islam karangan Shahib al-Kutb yang diterbitkan oleh al-khilafah publication (dapat didownload di http://www.khilafah.com). ”dulu pernah ada sebuah peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban itu mampu menghasilkan sebuah negara super yang membentang dari samudera ke samudera, dari daerah sub-tropik hingga ke daerah tropik dan gurun. Dalam wilayah kekuasaannya, tinggal ratusan juta warganya, yang terdiri dari berbagai kepercayaan dan bangsa. Salah satu dari sekian banyak bahasanya menjadi bahasa universal dan menjadi jembatan penghubung antar warganya yang tinggal di berbagai negeri. Tentaranya tersusun dari orang-orang yang berlainan kebangsaannya. Kekuatan militernya mampu memberikan kedamaian dan kesejahteraan yang belum pernah ada sebelumnya. Jangkauan armada perdaganganya membentang dari Amerika Latin sampai ke Cina, serta daerah-daerah yang berada di antara keduanya. Kemajuan peradaban ini sangat ditentukan oleh berbagai penemuan yang diraih oleh para pakarnya. Para arsiteknya mampu mendesain bangunan melawan hukum gravitasi. Para pakar matematikanya menciptakan aljabar; juga algoritma yang menjadi pengembangan teknologi komputer dan penyusunan bahasa komputer, para dokternya mempelajari tubuh manusia hingga mampu menemukan berbagai obat untuk menyembuhkan beraneka ragam penyakit. Para pakar astronominya mengamati langit, memberikan nama bintang-bintang, serta merintis teori seputar perjalanan dan penelitian ruang angkasa. Ketika bangsa-bangsa lain khawatir terhadap munculnya berbagai pemikiran, peradaban ini justru memacu kemunculan beraneka ragam ide dan gagasan. Ketika pemberangusan seringkali mengancam keberadaan ilmu pengetahuan, peradaban ini justru melindungi, mempertahankan, serta menyampaikannya kepada umat-umat lain. Peradaban barat modern mendapatkan banyak manfaat dari kemajuan ini. Peradaban yang saya maksudkan adalah dunia Islam dari tahun 800 M sampai dengan 1600 M, termasuk di dalamnya wilayah Negara Khilafah Utsmaniyah, Baghdad, Damaskus dan Kairo; demikian pula masa-masa para pemimpin yang cemerlang, seperti Khalifah Sulaiman yang perkasa..” (Carly Fiorina, CEO Hewlett-Packard, 26 September 2001) Wahai mahasiswa muslim, sudah seharusnya kita bangga akan kemajuan yang dihasilkan oleh peradaban Islam. Dan kini tampak didepan mata bahwa satu-satunya konsep hidup yang layak diterapkan adalah Islam. Apalagi sebagai seorang muslim tentu hanya Islam-lah satusatunya konsep kehidupan yang harus kita pegang dan perjuangkan, bukan Sosialisme dan Kapitalisme konsep hidup buatan manusia yang justru menjerumuskan umat manusia ke lembah kesengsaraan.

Tampil Sebagai Aktivis Dakwah
Tidak diragukan lagi, mahasiswa muslim merupakan salah satu penggerak dalam perubahan sosial. Suatu perubahan ke arah penerapan aturan Islam secara menyeluruh dalam sendi-sendi kehidupan. Apalagi salah satu identitas seorang muslim adalah terinternalisasinya suatu sikap amar ma’ruf nahi munkar dalam dirinya. Oleh karena itu tampilnya figur mahasiswa dalam suatu organisasi yang menyerukan kepada Islam, mengajak ke perkara yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran merupakan hal yang tidak bias dihindarkan. Organisasi tersebut bisa bergerak di dalam kampus atau di luar kampus. Dalam kampus sendiri terdapat banyak organisasi yang aktivitasnya menyerukan dakwah kepada Islam. Mahasiswa dapat bergabung dengan lembaga dakwah kampus ini, tentu setelah mempertimbangkan kesahihan dan kejelasan ide, konsep serta metode dakwah yang diemban dan diperjuangkan. Tampilnya mahasiswa dalam suatu organisasi dakwah merupakan aktivitas mulia dan Allah sendiri memuji aktivitas ini melalui firman-Nya: ”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”(TQS Fushshilat:33) Seorang mahasiswa hendaknya menunjukkan idealisme keislaman yang terpatri dalam dirinya, berusaha tampil di tengah-tengah lingkungan baik di kampus maupun masyarakat dengan menawarkan keunggulan ide dan konsep Islam sebagai solusi atas permasalahan kehidupan. Dalam kesehariannya selalu menampakkan pola fikir dan sikap yang dibangun dari akidah Islam serta berusaha istiqamah memegang kuat-kuat akidah dan syariat Islam. Dengan tampilnya mahasiswa ke dalam barisan para aktivis dakwah, insya Allah kebangkitan islam dan kaum muslimin yang kita nantkan akan segera tercapai.

Selamat Berjuang Wahai Mahasiswa!
Wahai para mahasiswa baru!, ingatlah bahwa sekarang saatnya bagi anda untuk menapaki dunia kampus yang baru. Dan yakinlah hal ini akan berpengaruh terhadap kelanjutan kehidupan anda di masa yang akan datang. Persiapkan dan rencanakan langkah-langkah anda, tetap berpegang teguhlah kepada akidah dan syariat Islam serta bergabunglah bersama barisan kaum muslimin yang ikhlas. Saat ini kehadiran anda sangat dinanti-nantikan demi kebangkitan Islam dan kaum muslimin. Dengan semangat ukhuwah islamiyah kami ucapkan selamat datang dan berjuang wahai saudaraku, Allah Swt senantiasa bersama kita. Allahu Akbar.

MELAWAN PENJAJAHAN LEWAT KAMPUS
Negeri kita terjajah! Itulah kalimat yang pas untuk menggambarkan kesulitan demi kesulitan yang tampaknya akan terus menggelayuti rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim. Betapa tidak, di tengah penderitaan akibat penjajahan ekonomi dan politik, kini rakyat harus menanggung beban baru akibat penjajahan yang dilancarkan melalui dunia pendidikan dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi.

Penjajahan dalam Perguruan Tinggi (PT), dilakukan secara sistematis dan terencana oleh kaum kafir imperialis melalui komprador-kompradornya di negeri tercinta ini. Penjajahan melalui PT dilakukan dengan dua hal: 1) penerapan paradigma sekular-materialistik yang berimplikasi pada penerapan point selanjutnya, yakni, 2) penerapan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan perguruan tinggi yang neoliberalistik-kapitalistik.
Diakui atau tidak, paradigma pendidikan nasional saat ini adalah sekular-materialistik. Hal ini terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI, pasal 15 yang memisahkan pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia salih berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman melalui penguasaan sains dan teknologi.

Mengenai Kebijakan pemerintah, melalui pembuatan UU Sisdiknas atau RUU Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) dan  sekarang sedang sedang digodog RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP), cengkeraman penjajah neoliberalisme-kapitalisme di perguruan tinggi semakin kuat. Konsep BHP dan BHMN diilhami oleh semangat mengembalikan dan melindungi fungsi institusi pendidikan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai kemasyarakatan dan membebaskan pendidikan dari hegemoni kekuasaan, dan pendidikan harus dikembalikan kepada masyarakat dan dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat. Di balik itu, sesungguhnya terdapat upaya terselebung untuk memasukan nilai-nilai liberalisme dan kapitalisme dalam dunia pendidikan.
Liberalisme pendidikan tergambar dari upaya melepaskan tanggung jawab negara dalam pengelolaan kurikulum dan nilai-nilai pendidikan. Pengelolaan ini sepenuhnya diserahkan kepada nilai-nilai masyarakat bahkan nilai-nilai asing, sehingga hal ini membuka intervensi asing dalam upaya penghancuran akidah dan kepercayaan bangsa yang sebagian besar muslim ini. Melalui liberlisme, pencetakan agen-agen perubahan (agen penjajah) menjadi mudah dan mempercepat kerusakan bangsa.  Sedangkan kapitalisasi pendidikan ditandai dengan upaya negara untuk melepaskan tanggung jawabnya dalam hal pendidikan, terutama soal pembiayaan. Ketika pendidikan diserahkan kepada publik, pendidikan tak lagi dipandang sebagai pelayanan umum, namun lebih dominan aspek komersialnya. Dalam kapitalisasi ini, Ajang bisnis kapitalis melalui Majelis Wali Amanat (MWA) dengan berkedok nirlaba menjai subur.
Derita Rakyat Akibat Kapitalisasi dan Liberalisasi Pendidikan
Upaya pemerintah untuk mendorong Perguruan Tinggi Negeri menjadi otonom sebagai BHMN telah menimbulkan kegelisahan dan kesengsaraan rakyat. Kebijakan tersebut telah menyebabkan mahalnya biaya pendidikan tinggi, terpecahnya tujuan pendidikan tinggi antara tujuan akademik dan tujun bisnis, terbukanya kurikulum pendidikan tinggi terhadap pemikiran-pemikiran liberal, dan kacaunya pelaksanaan proses pendidikan.
Setiap universitas yang berstatus BHMN ‘diberikan hak’ untuk mengelola pembiayaan pendidikannya. Artinya, pemerintah telah melimpahkan tanggung jawab pengelolaan pendidikan tinggi kepada BHMN bersangkutan. Berdasarkan hal ini, setiap BHMN yang ada harus berupaya secara mandiri untuk memenuhi seluruh pembiayaan pendidikannya. Dengan keterbatasan dana yang dimiliki, akhirnya sebagian besar BHMN yang ada mengeluarkan berbagai kebijakan yang komersial, seperti ‘jalur khusus’ penerimaan mahasiswa baru, kenaikan SPP, subsidi silang, kurikulum kompetensi, dan pengelolaan PT yang bersifat korporatif atau seperti badan usaha termasuk melakukan kerjasama dengan pihak asing meski dengan syarat tertentu. Semua itu akan mengganggu fungsi PT sebagi lembaga pendidikan di samping  akan membebani masyarakat.
Kebijakan ini amat memberatkan masyarakat, terutama kalangan miskin. Amat sulit bagi mereka bisa menempuh pendidikan tinggi dan bermutu. Akibatnya, pendidikan hanya dapat dinikmati segelintir kalangan berpunya saja. Terjadilah ‘lingkaran setan’ antara kemiskinan dan kebodohan. Karena miskin, ia tidak dapat mengenyam pendidikan,  akibatnya menjadi bodoh. Karena bodoh, ia tidak mempunyai keahlian dan keterampilan sehingga sulit mencari pekerjaan yang layak, dan akibatnya menjadi miskin. Itu berarti, kapitalisasi pendidikan turut melanggengkan kemiskinan yang dialami mayoritas masyarakat.
Kembali Pada Islam, Solusi Cerdas dan Bijak
Untuk menghentikan penjajahan ini, kita harus kembali pada Islam. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada rakyat yang wajib diwujudkan. Artinya, penyelenggaraan pendidikan untuk rakyat sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan yang lain. Dengan kata lain, pendidikan adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Sebagai bentuk pelayanan yang wajib diberikan kepada rakyat, pemerintah tentu tidak selayaknya membebankan biaya penyelenggaraan pendidikan tersebut kepada rakyat. Rasulullah saw. bersabda:
Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Imam Ibn Hazm dalam kitabnya, al-Ahkâm, menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk masyarakat.
Lebih dari sekadar terselenggaranya pendidikan gratis atau sangat murah bagi rakyat, pendidikan harus menghasilkan setidaknya dua hal penting. Pertama, mampu melahirkan generasi yang memiliki kepribadian tangguh. Itu tercermin pada perilakunya yang baik, taat syariat, serta kokoh menghadapi berbagai godaan dan tantangan dalam kebenaran.

Kedua, mampu menghasilkan generasi yang menguasai pengetahuan; baik yang berkaitan dengan cara menjalani hidup secara benar, seperti akidah, syariat, dan sebagainya maupun berbagai pengetahuan yang dapat menopang kehidupan dan berbagai sarananya, seperti sains dan teknologi.

Selain itu, pendidikan itu sendiri haruslah ditujukan dalam rangka membekali akal masyarakat dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik yang berkaitan dengan akidah maupun hukum. (Abdurrahman al-Bagdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, 1996). Hal itu hanya mungkin diwujudkan dengan cara menyelenggarakan sistem pendidikan yang islami. Dengan begitu, ide-ide atau pemahaman-pemahaman yang sesat lagi batil dapat diberantas.
Hentikan penjajahan!
Penderitaan dan ketertindasan takan pernah hilang dari bangsa ini selama kita tidak menyadari dan mau bergerak menyongsong perubahan. Penjajahan, apapun bentuknya harus dimusnahkan, termasuk penjajahan lewat pendidikan. Sesungguhnya, penjajahan melalui pendidikan ini merupakan bagian integral dari penjajahan lainnya, baik ekonomi mupun politik yang disusun secara sistematis oleh musuh bangsa ini. Musuh Islam. Musuh kita semua yakni penjajah kafir barat dan antek-anteknya.
Gema Pembebasan mengajak seluruh komponen kaum Muslim di negeri ini; mahasiswa, pelajar, sipil maupun militer, partai maupun non-partai, buruh, petani, dan nelayan, para ulama, para santri, para budayawan, para wartawan, para cendekiawan, serta para bisnisman dan hartawan untuk melawan ketidakadilan yang sekarang terjadi. Penjajahan gaya baru melalui instrumen pendidikan harus segera kita hentikan, tidak ada kata lain untuk menghentikan penjajahan ini dengan kata Lawan!. Lawan dengan kekuatan super power melalui tegaknya syariah dan khilafah, Allahu akbar!

INVASI BUDAYA ITU BERNAMA MODERNISME
Gelombang modernisasi yang di hembuskan negara–negara maju, khususnya Amerika Serikat (Barat-sekuler), selalu menimbulkan permasalahan baru terhadap negara Dunia Ketiga. Negara-negara di Amerika Latin misalnya, setelah Perang Dunia II, perekonomian negara-negara ini kacau. Sehingga kemudian negara-negara itu mencanangkan modernisasi dengan memacu industrialisasi atas bantuan negara maju. Mereka menerapkan sistem kapitalisme sebagai model modernisasi. Namun karena mementingkan pertumbuhan ekonomi, industrialisasi telah menciptakan kesenjangan sosial yang begitu tajam. Kaum proletar dan kelas buruh tumbuh dengan cepat. Inflasi melambung, biaya hidup membumbung, ketidakpuasan meluas. Situasi politik menjadi tegang dan labil. Kudeta terjadi di mana-mana dan membuahkan pemerintahan diktator. Pada tahun 1945, misalnya, kelompok militer di Brazilia menggulingkan pemerintahan sipil. Pada tahun yang sama, Kolonel Juan Peron menjadi penguasa tunggal Argentina, setelah mengudeta penguasa sebelumnya. Tahun 1948, Manuel Odria menjadi diktator di Peru. Dan penindasan terhadap rakyat terjadi hampir di seluruh belahan Amerika Latin.

Demikianlah fakta yang terjadi, modernisasi di satu sisi telah menjadikan peradaban Amerika (barat-sekuler) maju dengan begitu pesatnya, akan tetapi di sisi lain modernisasi telah melahirkan berbagai penderitaan yang sangat serius bahkan belum pernah dialami oleh manusia sebelumnya. Keadaan ini, meminjam istilah Prof. Nugroho Notosusanto (1982) pada pidato Dies Natalisnya di Unversitas Indonesia, disebut sebagai Agony of modernization (azab sengsara karena modernisasi).

Semakin meningkatnya angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kekerasan, perkosaan, pembunuhan, judi, penyalahgunaan narkotik, minuman keras, kenakalan remaja, bunuh diri, sampai gejala–gejala psikosis dan neurosis merupakan indikasi dari adanya the agony of modernization ini. Ditambah lagi dengan adanya kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat yang semakin hari semakin menganga.
Kemiskinan seolah tidak mau “ketinggalan”, dia telah menjadi persoalan serius di era modern ini. Pada tahun 1999, data kemiskinan yang tercatat diseluruh dunia sebanyak 1,214 miliar orang. 78% anak-anak balita kekurangan gizi, 11.000 anak perhari mati kelaparan, 200 juta anak perhari menderita kekurangan gizi, protein dan kalori. Lebih dari 800 juta anak kelaparan dan 70% diantara mereka adalah wanita dan anak-anak, Moral pun sedang berada pada titik nadir. perilaku homoseks yang sudah dikecam manusia sejak ratusan tahun, saat ini mulai dilegalkan. Penderita penyakit AIDS, sebagai akibat dari adanya hubungan seks bebas, pemakaian jarum suntik narkoba dan berbagai bentuk kemaksiayan lainnya, tidak menunjukan tanda-tanda penurunan. Alih – alih diperingati setiap tahun, penderita AIDS malah terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 saja data terbaru PBB menyebutkan sudah sekitar 40 juta manusia didunia terjangkit penyakit AIDS. Dan lebih dari 20 juta orang hingga kini telah tewas akibat penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini. Diperkirakan bahwa sekitar 5,2 juta orang penderita AIDS adalah anak-anak dan setiap harinya 14.000 orang terinveksi virus HIV. Sedemikian “hebatkah” modernisasi mengakibatkan agony of modernization pada masyarakat dunia saat ini?. Jika demikian halnya, seberapa besar peranannya, apa akar masalahnya, serta bagaimana solusinya? Itulah pertanyaan yang insya Alloh akan diuraikan secara sederhana dalam tulisan ini.
Modernisasi merupakan suatu usaha untuk menyebarkan modernisme. Modernisme yang dalam bahasa Arab sepadan dengan kata Al-‘Ashraniyyah merupakan kata bentukan dari bahasa Inggris (modernism). Dengan demikian, Untuk memahami modernisasi tampaknya akan sangat bijak kita merujuk kepada kata asalnya yaitu bahasa Inggris. Kata “modern” sering dinisbatkan pada segala sesuatu–meliputi cara, informasi, konsep, gaya, dan lain lain–yang ada pada masa kekinian, up to date, dan tidak kuno. Adapun secara historis “modern” merupakan sebutan bagi periode setelah abad pertengahan. Sedangkan term “modernisme” setidaknya memiliki dua dimensi, diantaranya dimensi keagamaan (katolik) dan dimensi sosio-politis. Dalam dimensi keagamaan (katolik), “modernisme” dipandang sebagai suatu doktrin yang mengkombinasikan tradisi katolik dengan beberapa filsafat modern tertentu, terutama sebuah doktrin dimana agama (kepercayaan) dipandang hanya memilki makna simbolik. Adapun dimensi sosio-politis, modernisme dipahami sebagai term yang diaplikasikan pada hampir semua gerakan liberal, yang berlawanan dengan penafsiran bibel yang ortodox. Dengan demikian modernisme dapat dipahami sebagai sebuah paham yang menantang dominasi dogmatis yang absolut dalam hal cara, informasi, konsep, gaya, dan sebagainya serta mengalihkannya pada dominasi nilai-nilai provan yang liberal.
Di Balik  Serbuan  Modernisme
Sebagai sebuah negara ideologis (ideologi kapitalis), barat–sekuler memiliki metode untuk menyebarkan pemikiran–pemikirannya yang terpancar dari asas (akidah) ideologinya itu. Pada saat Islam sebagai sebuah ideologi yang teraktualisasi dalam sebuah negara menyebarkan pemikiran-pemikirannya dengan dakwah dan jihad, maka, barat-sekuler menyebarkan pemikiran-pemikirannya itu dengan metode imperialisme (al-isti’mar). pada wilayah inilah modernisasi–sebagai suatu upaya menyebarkan modernisme–bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk penjajahan kebudayaan (al-isti’mar ats-tsaqafy / cultural invasion).
Dengan term Modernisme inilah barat-sekuler melakukan suatu perubahan social (social engineering) menuju the new world order. Dengan cara berusaha mengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Tentu yang menjadi “jalan pelicinnya” adalah modernisme. Permasalahannya adalah, Barat-sekuler beranggapan bahwa tipe masyarakat modern itu merupakan tipe masyarakat barat yang sekuler itu. Sedangkan masyarakat tradisional adalah masyarakat yang masih “terhegemoni” oleh nilai-nilai agama yang bersifat transenden dan dogmatis. Dengan kata lain, proses modernisasi itu tiada lain adalah proses sekularisasi. Dengan demikian dapat dipahami di sini bahwa term modernisme lebih pada suatu nilai yang hegemonik dari pada suatu fakta sosial yang harus dikagumi. Sebagai mana yang disadari sendiri oleh Barbara Von Schlegell ketika mengomentari serangan yang menghancurkan WTC beberapa tahun silam, Beliau mengatakan: “Permasalahannya adalah bahwa modernisasi itu rupa-rupanya datang sebagai bungkus globalisasi, dalam arti Amerikanisasi dan invasi pandangan hidup barat. Jadi modernisasi itu terlihat sebagai sebuah invasi budaya ” Jelasnya, modernisme merupakan term yang dipaksakan oleh negara adikuasa terhadap dunia ketiga–yang pada umumnya negeri-negeri muslim–untuk menerima pemikiran-pemikiran yang semuanya berlandaskan kepada ide pemisahan agama dari kehidupan (baca: sekularisme) yang secara diametral memilki perbedaan dengan aqidah islam. Tujuannya tiada lain adalah tetapnya barat-sekuler pada puncak piramida peradaban yang saat ini menghegemoni dunia. Hal ini wajar, sebab proses imitasi terhadap pola pikir dan budaya kekuatan dominan akan memuluskan program hegemoni pada semua bidang diantaranya dalam bidang bisnis dan ekonomi. Disinilah letak pentingnya modernisme terhadap globalisasi, yang mana seperti yang dikatakan oleh Muhammad Iqbal Anjum dalam sebuah tulisannya pernah mengungkapkan “bagaimanapun dimensi ekonomi telah memainkan peranan yang utama dalam proses globalisasi” (however, the economic dimension has been playing a central role in the process of globalization).
Permasalahannya adalah, seperti yang diungkapkan oleh Revrisond Baswir dalam suatu tulisannya, beliau menyatakan bahwa “globalisasi tidak bisa dilepaskan dari neoliberalisme yang nota bene merupakan ekspansi kepentingan para pemodal negara-negara kaya (para kapitalis)”. Maka hal yang wajar kalau Mahatir Muhammad di akhir kuliah umum di hotel Shangrilla, Jakarta pernah menyatakan bahwa “globalisasi merupakan suatu bentuk penjajahan baru, karena akan menjadikan negara kaya semakin kaya dan negara miskin semakin miskin”. sebagaimana hal ini terungkap dari laporan UNDP tahun 1999, 20% orang terkaya dari penduduk dunia mengkonsumsi 86% barang dan jasa dunia. Sebaliknya, 20% penduduk termiskin hanya mendapatkan 1% lebih sedikit barang dan jasa dunia.
Globalisasi merupakan sebuah upaya yang sistematis untuk merombak struktur perekonomian negara-negara miskin, terutama upaya pengerdilan peran negara dan memperbesar peran pasar, hal ini akan memudahkan pengintegrasian negara-negara miskin tersebut kedalam hegemoni para pemodal negara-negara kaya. Sehingga, privatisasi atau swastanisasi kebutuhan rakyat merupakan suatu hal yang niscaya. Ketika keadaannya seperti itu, sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “al-imamu ra’in wa huwa masuulun ‘an ra’iyatihi” Tidak berlaku lagi di sini, sebab peran negara bukan lagi sebagai “penguasa” yang melindungi hak-hak rakyat akan tetapi, negara sudah menjadi “pengusaha” yang memperhitungkan untung-rugi dalam pengelolaan rakyatnya bahkan mengalihkan fungsi perlindungannya terhadap kepentingan para pemodal negara-negara kaya.

Islam  dan  Modernisme
Pandangan Islam terhadap modernisme Pada dasarnya Islam tidak menolak secara mutlak unsur-unsur peradaban asing yang berasal dari luar Islam. Bahkan persinggungan Islam sejak kelahirannya di Mekkah dengan peradaban Persia dan peradaban Romawi merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Pertanyaanya adalah, dalam bentuk apa sesuatu–sebagai hasil peradaban– yang asing tersebut bisa di terima atau ditolak?.
Dalam hal ini, Alim al-Alamah Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani Rahimahullah (1953) sangat tepat membagi hasil peradaban menjadi dua, yaitu hadlarah dan madaniyyah. Hadlarah adalah sekumpulan persepsi tentang kehidupan (majmu al-mafahim ‘anil hayat). Sedangkan madaniyyah merupakan bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan (al-asykaalu al-madiyyatu lil asyyaai al-mahsuusati allatii tusta’malu fi syu uuni al-hayaati). Dari pemilahan tersebut bisa terlihat hal-hal apa saja yang terkategori tsawabit (yang tetap) dan hal-hal apa saja yang terkategori mutaghayyirot (yang berubah) dalam Islam.
Dalam kaitannya dengan produk peradaban berupa madaniyyah yang tidak berhubungan dengan hadlarah–seperti sains dan teknologi–tampaknya sabda Nabi Muhammad SAW “antum a’lamu biamri dunyakum” sangat relevan. Dalam hal ini–dengan sifat keuniversalannya–kaum muslimin sudah cukup arif memanfaatkan produk peradaban dari manapun, termasuk yang dari barat.
Akan tetapi hal ini berbeda halnya dengan hadlarah barat–yang berupa pandangan hidup barat yang sekularistik. Tidak ada alasan disana bagi kaum muslimin untuk menerima baik sebagian maupun secara keseluruhan pandangan hidup yang berasal dari luar Islam. Inilah maksud dari sabda Rasulullah SAW “man ahdatsa fi amrina hadza ma laisa minhu fahuwa raddun”. Pada titik inilah Islam menolak modernisme sebagai sebuah gerbang sekaligus jembatan untuk menyebarkan hadlarah barat. sebab pada faktanya modernisme berpangkal dari paradigma yang sekularistik yang notabene bertolak belakang secara asasi dengan Islam. Penolakan ini pun bukan berarti Islam menghendaki dominasi gereja pada abad pertengahan (sebelum era modern) pada masyarakat Barat waktu itu. Sebab duktum ilahiyyah yang berbunyi “inna ad-diina ‘indallahi al-Islam” cukup jelas menunjukan absurditas ad-din selain Islam. Kebangkitan Islam menantang modernisme. Modernisme, sebagai sebuah serangan yang digerakan oleh sebuah negara ideologis, maka tidak ada pilihan lain selain harus dilawan dengan negara yang ideologis pula, itulah Daulah Khilafah Islamiyyah. Dengan fungsinya sebagai al-haaris (penjaga)–istilah yang digunakan oleh Imam Al-Ghazali–Daulah Khilafah akan melindungi rakyatnya bukan saja dari serangan fisik, juga akan melindungi rakyatnya dari serangan budaya yang tidak sesuai dengan Islam. Bahkan lebih dari itu, Daulah Khilafah akan menjadi trend setter bagi peradaban dunia. Sebagaimana yang pernah terjadi dimasa Daulah Khilafah masih ada.
Dimasa keemasan Islam di Spanyol misalnya, Thomas W Arnold mengatakan bahwa “diantara tahun 711 sampai tahun 1502, kaum muslimin Spanyol telah mengisi salah satu lembaran sejarah paling gemilang di Eropa pada masa abad pertengahan. Pengaruhnya menembus melalui Provence ke negara-negara lain di Eropa, melahirkan kesusasteraan dan kebudayaan baru, dan dari padanyalah para cerdik cendikiawan Eropa menerima warisan filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani, yang kemudian mendorong kebangunan moral pada masa Renaissance”.

Islam pun tidak bermusuhan dengan sains dan teknologi sebagaimana halnya gereja waktu dulu sebab pada faktanya ketika Islam “manggung” dipentas dunia, sains dan teknologi berkembang sangat pesat. Nama Al-Fajari yang membuat astrolabe (pengukur tinggi dan jarak-jarak bintang) dan Nasir al-Din Tusi (w.1274 M) – sang pembaharu ilmu bintang–yang mendirikan observatorium di Maragaha, sebuah tempat terletak di Asia Kecil adalah dua diantara sekian ratus orang ilmuan muslim yang lahir pada rentang waktu 1400 tahun itu (peradaban Islam).

Akhirnya, setelah kita ketahui term modernisme yang ternyata dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan ide yang sekularistik, serta sikap latah kita dalam mengikutinya, maka ada baiknya kita merenungkan pertanyaan Wheeler berikut, “How could we be so stupid for so long?”
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

SERTIFIKASI BUKTI KAPITALISASI PENDIDIKAN
Setelah Undang-Undang Guru dan Dosen disahkan beberapa waktu lalu, kini giliran pemerintah yang didesak untuk segera merealisasikan amanat undang-undang tersebut. Antara lain yang berkaitan dengan kesejahtearaan guru yang menjadi substansi pokok dan yang melatarbelakangi disahkannya undang-undang tersebut. Undang-Undang Guru dan Dosen menjadi harapan baru terutama bagi guru karena kesejahteraan mereka akan segera meningkat. Pada faktanya guru adalah suatu profesi yang didalamnya terkandung tanggung jawab yang besar untuk mencetak generasi muda menjadi generasi terpelajar dan berakhlak mulia. Dalam profesinya guru dituntut untuk memiliki kualitas keprofesionalan dalam mengemban tugasnya, namun dalam menjalankan profesinya guru dihargai sangat rendah. Kurangnya kesejahteraan guru menjadi permasalahan utama yang menjadi penyebab lesunya sebagian guru di tanah air. Sebuah survey menyatakan bahwa kehidupan ekonomi guru saat ini 50,83% menyatakan tidak baik, 43,73 % menyatakan kurang baik , 4,72 % menyatakan baik dan hanya 0,73 % menyatakan sangat baik. (Litbang Media Indonesia, 2000).

Namun harapan guru sirna manakala pemerintah menuntut adanya syarat sertifikasi sebelum meningkatkan kesejahteraan. Hal ini ibarat pepatah duluan mana ayam dan telur. Tujuan sertifikasi sendiri sebenarnya adalah menjadikan guru sebagai sebuah profesi dan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas dan profesionalitas guru. Hal ini berkaitan saat guru mengajar dengan professional maka berimplikasi pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sebagaimana apa yang dikemukakan Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Satriyo Soemantri Brodjonegoro, “kebijakan ini diharapkan akan mengangkat harkat martabat dan wibawa guru. Program ini lebih lanjut bertujuan untuk memposisikan profesi guru sebagaimana halnya dokter dan pengacara. Mereka yang direkrut menjadi guru nantinya harus memenuhi proses sertifikasi hingga akhirnya layak untuk diberi sertifikat profesi”.
Sesungguhnya Yang melatarbelakangi diadakan program sertifikasi adalah memberi penghargaan guru dan agar profesi guru tidak dipandang sebelah mata mengingat pekerjaan yang diembanya dianggap kurang membutuhkan ketrampilan yang khusus, sangat berbeda dengan jabatan pengacara atau dokter yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menjadi professional. Selain iitu guru memiliki penghasilan yang kurang memadai bila dibandingkan dengan profesi lainnya namun dituntut oleh masyarakat untuk memiliki karakter yang selalu baik. Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan sertifikasi dengan serta merta dapat menjawab persoalan mendasar profesi guru atau malah akan menimbulkan persoalan baru?

Polemik Sertifikasi
Sertifikasi yang diharapkan dapat meningkatkan profesionalitas guru dan pada akhirnya berimplikasi pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia temyata meninggalkan beragam pertanyaan dan perdebatan seputar pelaksaannya.
Pertama, apakah sertifikasi dapat menjamin mutu pendidikan serta meningkatkan derajat martabat guru di masyarakat? Atau menjadi sumber KKN dan sumber diskriminasi dikarenakan akses guru akan pendidikan profesi sangat sempit, dana yang dialokasikan untuk menyelenggarkan program tersebut, dana yang di keluarkan pendidik untuk menempuh program tersebut, pemerataan kesempatan bagi para guru yang berada di wilayah tsrpencil, dan yang terpenting sumber dana untuk membayar para guru profesional tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan guru sesuai recana dan platform terhadap kebijakan atas sertifikasi, lalu guru yang tidak dapat menempuh program sertifikasi lantaran keterbatasan ekonomi akan diminta berhenti? Mengigat jumlah guru saat ini mencai 2,2 juta dan adakah tenaga penggantinya.
Kedua, sertifikasi bukan merupakan solusi yang dapat di terapkan di Indonesia sebab solusi tersebut diadopsi dari Luar Negeri (USA) yang memiliki permasalahan pendidikan yang berbeda dengan Indonesia. Di Amerika para pendidik sudah tidak lagi mempermasalahkan kebutuhan hidup karena semua sudah terpenuhi oleh subsidi yang diberikan pemerintah sedangkan di lndonesia pemerintah hanya mengalokasikan dana pendidikan sebesar 5,83% dari APBN. Sehingga wajar USA sudah melakukan usaha-usaha untuk memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan mereka sesuai sistem pendidikan yang dianut.
Ketiga, sertifikasi menimbulkan perdebatan mengenai status profesi guru yang tentunya tidak dapat di samakan dengan profesi pengacara atau dokter yang relatif mandiri dan dapat membuka praktik pribadi, sedangkan pendidik harus bergantung pada institusi pendidikan yang mempekerjakannya, lalu apa bedanya guru yang disertifikasi dengan yang tidak.
Keempat, belum jelas pihak rnana yang akan diamanahi untuk rnelakukan sertifikasi apakah pernerintah ataukah lernbaga independent. Sernentara Satriyo rnenarnbahkan, ‘Untuk sernentara Lernbaga yang rnenguji diserahkan kepada LPTK dan perguruan tinggi non LPTK yang dinilai siap.” Pernbahasan aturan dan rancangan sertifikasi di Indonesia mungkin diperlukan untuk perkernbangan sistem pendidikan di Indonesia, tetapi yang lebih harus difikirkan, apakah sertifikasi atau lisensi mengajar merupakan prioritas utama bagi perkembangan dunia pendidikan kita?
Solusi Masalah
Setidaknya ada cara yang lebih sederhana untuk meningkatkan profesionalitas guru sekaligus meningkatkan derajat guru. Pertama, hendaknya pemerintah mendahulukan peningkatan taraf hidup guru tanpa mempersolakan terlebih dahulu kualifikasinya, memberi tunjangan yang lebih besar terhada guru yang mengajar di tempat terpencil dengan ini dapat dipastikan profesi guru bukan lagi profesi bawahan. Kedua, pemerintah harus mefokuskan diri memberi subsidi yang ledih kepada dunia pendidikan dan memperkuat LPTK yang sudah ada untuk menghasilkan lulusan yang benar-benar berkompeten dalam bidangnya. Ketiga, meningkatkan kompetensi guru lewat berbagai macam perlombaan dan menyediakan dana riset bidang pendidikan. Keempat, meluruskan paradigma profesi pendidikan bukan komoditas ekonomi tetapi tanggung jawab untuk menyebarkan ilmu yang bermanfaat.
Sedangkan solusi untuk persoalan peningkatan mutu pendidikan tidak hanya cukup dengan meningkatkan profesionalitas guru rnaupun kesejahteraan guru melainknan perlu solusi yang bersifat integral mengingat banyak variable yang mempengaruhi mutu pendidikan. Mutu pendidikan tidak cukup dilihat dari cerdasnya peserta didik dalarn sains dan teknologi tetapi dari sisi moral dan kepribadian pun juga akan dinilai. Apa gunanya cerdas ketika menjadi pejabat bermental korup. Maka dari itu untuk selanjutnya perlu perubahan paradigma sistem pendidikan yang sekuler materalistik rnenjadi paradigma sistem pendidikan yang bersandar pada ideologi yang Shahih yakni Islam, karena Islam tidak hanya mengatur urusan peribadatan saja tapi juga marnpu rnengatasi problematika hidup manusia. Di samping itu pemerintah harus memperbaiki ekonomi bangsa yang terpuruk ini sehingga nantinya tercipta pendidikan murah bahkan gratis bagi anak bangsa.

 

GERAKAN MAHASISWA DAN WACANA DEMOKRASI
Masihkah Berharap Pada Demokrasi? Ketika kita mencoba melakukan survei tentang istilah yang paling populer saat ini, maka kata demokrasi akan berada pada peringkat teratas. Sebagai sebuah ide, demokrasi telah terlanjur menjadi maskot yang disakralkan; sebagai sebuah wacana, demokrasi sejak kelahirannya telah dianggap sebagai berkah bagi kehidupan; begitu pula sebagai sebuah sistem, demokrasi telah mendorong manusia untuk berusaha mewujudkannya. Apakah benar bahwa ide ini akan menjadi solusi atas persoalan dunia saat ini sehingga harus diperjuangkan? Apakah benar bahwa demokrasi memberikan kebaikan untuk manusia atau malah sebaliknya?
Sebelum membicarakan lebih jauh tentang demokrasi, perlu kiranya kita menjernihkan pemahaman dan menetapkan suatu frame yang benar dalam memaknai suatu istilah. Ini penting agar kita tidak terjebak oleh anakronisme, yaitu pembacaan atas sebuah pemikiran dengan mengambil tafsiran-tafsiran yang berasal dari luar konteks historisnya (Ahmad Baso, 1999). Karena dari kesalahan pada tataran ini bisa melahirkan pemahaman tentang demokrasi yang destruktif, yang tentu berpengaruh buat kita dalam memberikan apresiasi yang obyektif. Apalagi memang demokrasi sebagai sebuah idiom memang memiliki nilai sosial historis dan makna terminologi tertentu. Demokrasi adalah suatu ide yang memiliki latar belakang historis yang unik, yakni di Eropa pada abad 1350 M -1600 M (walaupun jauh – jauh sebelumnya sekitar abad 6 – 3 SM telah dikenal sistem demokrasi langsung di Yunani). Pada saat itu terjadi pergolakan yang melibatkan para penguasa di Eropa yang mengklaim bahwa penguasa adalah wakil Tuhan di muka bumi dan berhak memerintah rakyat berdasarkan kekuasaannya. Kekuasaan penguasa menjadi lebih terjaga ketika para kaum agamawan, dalam hal ini pendeta-pendeta menjadi corong penguasa sekaligus menjadi alat legitimasi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa. Akibatnya, penguasa menjadi pihak yang absolut dan tidak terkendali sehingga terjadi kesewenang-wenangan dan kezaliman terhadap rakyat. Untuk menutupi kesalahannya, penguasa juga telah menutup gerak para ilmuwan yang berusaha menyuarakan pertentangannya dengan pendapat penguasa dan kaum gerejawan (contoh kasus; dipenggalnya Galileo Galilei). Sampai pada titik yang tidak bisa lagi ditolerir, akhirnya muncul kekuatan dari poros lain yang dimotori oleh para filosof dan ilmuwan yang berusaha untuk merubah keadaan. Mereka mulai membahas tentang perlunya pemerintahan yang dikendalikan oleh rakyat. Bukan pemerintahan yang diatur atas nama agama ataupun Tuhan. Namun karena seimbangnya kekuatan kedua kubu sehingga yang lahir adalah kompromistik yang juga melatarbelakangi kelahiran faham sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya ditempatkan sebagai bentuk ritual manusia dengan Tuhan sedang untuk kehidupan diatur sepenuhnya oleh manusia. Otomatis karena kekosongan aturan ditengah manusia maka lahirlah ide Demokrasi ini.
Dalam negara demokrasi, rakyatlah yang berdaulat, artinya merekalah yang memiliki suatu kemauan (Rousseau; peletak teori kedaulatan rakyat). Kalau rakyatnya inginnya begitu ya begitu. Aktualisasi kehendak tersebut dapat dilihat dari kebebasannya dalam membuat hukum dan aturan yang diterapkan ditengah masyarakat. Rakyat dapat mengubah sistem ekonomi, politik, budaya, sosial, dan apapun yang sesuai dengan kehendaknya. Rakyat pula yang berhak untuk membuat undang-undang dan UUD sebagai wujud keinginannya. Jangan pernah berharap dalam demokrasi akan dikenal pertimbangan halal dan haram, yang ada adalah apakah itu mendatangkan mamfaat atau tidak. Walhasil, dalam demokrasi, rakyat yang dijadikan sebagai ‘Tuhan”. Karenanya esensi dari demokrasi yang diakui sendiri oleh penganutnya yakni suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei). Untuk lebih menjernihkan lagi, maka perlu ditambahkan beberapa substansi mendasar dari demokrasi, diantaranya: Konsep pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi, kebenaran adalah yang didukung oleh suara terbanyak, baik secara mufakat atau voting. Makanya kebenaran itu akan senantiasa bersifat ambivalen tergantung kepentingan mana yang berpengaruh, padahal yang namanya kebenaran adalah jelas. Laut itu adalah asin dan tetap asin walaupun semua orang berteriak laut itu manis. Namun dalam demokrasi kemungkinan itu bisa terjadi lantaran pendukung bahwa laut itu manis lebih mayoritas dikarenakan kebanyakan pemilih adalah orang gunung yang tidak mengenal laut. Meskipun suara itu diraih sebanyak 50 persen tambah 1 suara. Dari kelemahan ini, maka berkembangkanlah teori Machiavelli yang menghalalkan segala cara untuk meng-Goal-kan setiap aturan yang diinginkan. Menggunakan politik uang, politik belah bambu, manipulasi suara, bahkan sampai tindakan intimidasi adalah fenomena yang wajar dalam demokrasi. Pemikiran mendasar yang lain yaitu bentuk trias politica yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755), konsep ini membagi kekuasaan menjadi tiga yaitu kekuasaan legislatif yang membuat peraturan dan undang-undang, kekuasaan eksekutif yang melaksanakan, dan kekuasaan yudikatif yang berhak mengadili atas pelanggaran undang-undang. Kalau kita jeli melihat bahwa trias politica, terutama dalam kekuasaan legislatif itu lahir akibat kegagalan konsep awal dalam demokrasi untuk mewujudkan aspirasi seluruh rakyat dalam kekuasaan. Adanya kemustahilan untuk melahirkan suatu aturan yang merupakan representasi seluruh rakyat maka dibuatlah lembaga perwakilan yang diharap bisa mengakomodir suara rakyat. Sampel bisa dilihat di Indonesia yang memiliki penduduk lebih 220 juta hanya diwakili oleh sekitar 550 orang di lembaga legislatif. Siapa pun yang mau jujur, maka akan mengatakan bahwa demokrasi bukanlah pemerintahan rakyat, tetapi lebih tepat dikatakan pemerintahan rakyat minoritas. Mengutip apa yang dikatakan oleh Gatano Mosca, Clfrede Pareto, dan Robert Michels, cenderung melihat demokrasi sebagai topeng ideologis yang melindungi tirani minoritas atas mayoritas.
Demokrasi sebagai ide yang mengandung banyak kecacatan dan kerusakan didalamnya, tetapi bisa eksis bahkan senantiasa diperjuangkan lebih dikarenakan ide ini dipaksakan untuk diterima oleh pengusung demokrasi. Untuk menutupi kubusukannya maka demokrasi akan senantiasa melakukan reinkarnasi-reinkarnasi yang mengesankan bahwa ide ini bisa diterima kapan saja dan oleh siapa saja. Ketika demokrasi dibenturkan dengan sosialisme, maka muncullah gagasan keadilan sosial dan sosialisme negara yang merupakan mix idea yang justru melahirkan ketidak jelasan. Begitu pula untuk menarik umat Islam yang secara diametral bertentangan dengan demokrasi yang beraqidah kedaulatan justru ditangan Allah, maka lewat mulut orang Islam sendiri yang telah teracuni pemikirannya mengatakan bahwa Islam tidak berseberangan dengan demokrasi karena katanya dalam Islam pun mengakui demokrasi dengan adanya musyawarah. Sungguh sangat disayangkan ketika ada umat Islam yang menerima pendapat ini. Musyawarah memang dikenal dalam Islam, begitu pula kejujuran, keadilan, kasih sayang, toleransi, juga ada dalam Islam. Tetapi tentu itu bukan alasan kita mengatakan Islam itu sama dengan demokrasi, atau Islam itu sama dengan agama lain dan ajaran-ajaran yang menawarkan konsep humanis serta moralitas. Sebagaimana kita tidak mau dikatakan sama dengan monyet hanya dikarenakan kita sama-sama punya mata, hidung, telinga, ataukah suka makan pisang.
Namun, justru adanya kecenderungan inkonsisten dan ambivalensi seperti ini menjadi bukti kegagalan demokrasi dalam mengatur manusia. Ketika demokrasi selalu ditampilkan dengan wajah keadilan, lalu mengapa penolakan sebagian besar masyarakat terhadap kenaikan BBM yang terbukti sangat tidak logis justru tidak mau digubris demi menyenangkan para kapitalis-kapitalis haus darah? Begitu pula ketika Demokrasi mengusung kebebasan, lalu mengapa ruang gerak kaum muslim untuk menjalankan ibadahnya secara total selalu dibatasi.
Karakter yang harus dimunculkan oleh suatu konsepsi yang akan mengatur kehidupan adalah karakter ketegasan dan adanya kemampuan dalam menjawab perkembangan zaman. Sebuah konsep yang benar harus terlahir dari pemaknaan atas manusia dan kehidupan yang telah dirumuskan untuk selamanya. Tidak bersifat temporer dan pragmatis hingga membuat kita sakit kepala karena mudah terombang ambing. Hal ini tidak kemudian didapatkan dalam demokrasi yang senatiasa mengalami metamorfosa (perubahan). Bahkan saat ini demokrasi hanya dijadikan sebagai alasan yang cantik bagi negara-negara besar (red:Amerika). Dengan slogan atas nama demokratisasi, mereka melakukan penjajahan kepada negara-negara yang bisa menghambat kepentingannya. Bagaimana Amerika dengan seenaknya menyerang Afganistan dan Iraq yang telah memakan ratusan ribu korban. Belum lagi kasus penyiksaan yang sangat biadab terhadap tawanan Irak. Begitu pula saat kita menengok kedalam negeri dedengkok demokrasi tersebut, maka akan ditemukan adannya perlakuan diskriminasi terhadap rakyat yang berkulit hitam, tingkat kriminalitas yang sangat tinggi (red: bisa dilihat saat terjadi bencana Katrina), kesenjangan sosial yang sangat tinggi (tidak seindah yang sering diberitakan). Tidak berbeda dinegara-negara pengusung demokrasi yang lain seperti di Eropa, bagaimana ruang untuk beragama bagi penduduk Islam disana menjadi sempit karena pelarangan memakai jilbab seperti di Francis dan beberapa negara Eropa lainnya. Dibolehkannya kehidupan abnormal, Guy dan Lesbian yang justru dalam dunia binatang tidak kita dapatkan. Penegakan hukum yang jauh dari keadilan, Atas nama demokrasi Palestina yang hanya membela diri disebut teroris, sementara Israel yang terus menerus menggempur Palestina dinamai “membela hak”. Lantas dari catatan-catatan tadi, apa yang kita harap dari demokrasi…? Jangan sampai cita-cita menuju masyarakat demokrasi yang senantiasa diagungkan adalah cita-cita kosong dan membual dikarena merupakan ide utopis yang tidak akan pernah terwujud. Marilah kita jujur untuk menilai!!!
Sepertinya kita lupa bahwa yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk manusia dan kehidupan ini adalah zat yang telah berkuasa menciptakan segala sesuatu. Bukan diserahkan pada akal manusia yang terbatas dan hawa nafsu yang kadang tak terkendali. Kehidupan alam semesta dan manusia telah digariskan sebuah aturan yang ketika keluar dari rel yang ada maka akan menimbulkan kekacauan. Aturan itu tidak lain adalah yang disampaikan lewat wahyu dari Tuhan yang terangkum dalam ajaran agama,yang mengalami kesempurnaan setelah datangnya Islam. Saatnya bagi kita untuk mengembalikan peran agama sebagai pengatur kehidupan,bukan doktrin gereja dimasa kegelapan eropa yang hampa akan aturan, tetapi dengan Islam yang paripurna yang menjanjikan cahaya kebenaran.

REKONSTRUKSI PARADIGMA GERAKAN MAHASISWA
Siapapun dia tidak bisa memungkiri, bahwa gerakan mahasiswa memiliki peranan yang cukup berarti dalam perjalanan bangsa ini. Berbagai macam momen dan peristiwa yang terjadi senantiasa menghadirkan sosok mahasiswa sebagai bagian dari unsur terpenting. Setumpuk predikat filosofis pun dikalungkan buat mahasiswa; mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan potensial (iron stock), dan sebagainya walaupun akhirnya seiring dengan semakin terkikisnya vitalitas mahasiswa, akhirnya predikat itu menjadi ungkapan romantisme belaka.
Pertanyaan yang patut diajukan, mengapa gerakan kaum intelektual ini seolah belum menemukan pola baku dalam melawan segala tirani dan ketidakadilan para penguasa, yang semakin hari semakin tidak lagi memihak kepada rakyat yang sebagian besar umat Islam ? Kaitannya dengan demokrasi, memang kita akan melihat bahwa mahasiswa adalah bagian dari komponen yang telah terbodohkan dengan demokrasi. Mereka hampir sepakat bahwa demokrasi adalah ide yang baik untuk diambil hingga akhirnya menjadi nilai – nilai yang mewarnai perjuangannya. Setidaknya mahasiswa masih akan berkilah jika diperhadapkan dengan keburukan dan kegagalan demokrasi, bahwa bangsa Indonesia memang masih pada tahap belajar berdemokrasi atau transisi demokrasi. Padahal negara demokrasi sendiri hanya ada dalam komik-komik yang dikarang oleh tokoh-tokoh Barat dan para Islamofhobia. Kemudian mahasiswa (termasuk mahasiswa muslim) ikut-ikutan latah seperti apa yang dikatakan mereka. Akibatnya gerakan mahasiswa tidak lagi memiliki orientasi yang sejalan dengan ide-ide Islam sebagai ide terbaik yang seharusnya menjadi Value of objektif bagi pergerakan mereka. Ironis memang!
Kawan-kawan mahasiswa, mari kita saksikan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi faktor kerancuan dari gerakan mahasiswa saat ini yang sekaligus sebenarnya menjadi faktor dari berbagai macam kegagalan-kegagalan pencapaian usaha mahasiswa.
1. Ide yang Tidak Jelas.
Pengadopsian sebuah ide atau pemikiran gerakan menjadi unsur yang penting bagi gerakan mahasiswa sebagai nilai perjuangan nantinya. Ide atau pemikiran itu haruslah ide dan pemikiran yang benar dan jelas. Dalam artian telah melalui proses studi kelayakan dan disimpulkan apakah baik untuk diadopsi. Ternyata prinsip ini dilupakan oleh gerakan mahasiswa selama ini. Mahasiswa tidak mampu menampilkan diri sebagai insan yang cerdas, lebih bersifat emosional tapi non konseptual. Banyak bermain pada wilayah kritik auto kritik tapi kering akan solusi. Ketika Barat menyerukan demokratisasi, mahasiswa pun menyerukan hal yang sama. Ketika Barat menyerukan pluralisme, mahasiswa pun latah dengan apa yang dikatakan pihak Barat. Yang lebih disayangkan ketika gerakan mahasiswa justru menjadi pelanggeng sistem status quo yang jelas-jelas telah busuk dan tidak layak dipelihara. Lagi-lagi karena mahasiswa tidak memiliki pemikiran dan konsep yang jelas.
2. Tidak Menyentuh Akar Permasalahan.
Karena tidak lagi didasari sebuah ide dasar yang jernih dan sahih. Maka tidak dapat lagi melihat dengan jeli apa sebenarnya akar permasalahan yang terdapat di negeri-negeri kaum muslimin termasuk di Indonesia. Karena alasan seperti itu mengakibatkan solusi yang disodorkan oleh gerakan mahasiswa tidak pernah menyelesaikan permasalahan dengan tuntas. Malah solusi yang ditawarkan oleh mereka tidak lebih dari sebuah upaya yang mempercantik rongsokan ‘mobil’ yang berkarat. Misalnya menyelesaikan permasalahan BHMN/BHP, tidak mungkin hanya sebatas berteriak-teriak ‘tolak BHMN/BHP’. Begitu pula permasalahan kebobrokan ekonomi tidak hanya sebatas tolak privatisasi atau turunkan harga kebutuhan pokok. Ataupun melihat ketidakadilan tidak mungkin kita hanya menyerukan tegakan keadilan dan bersihkan aparat pemerintah dari KKN. Semua itu terjadi akibat hegemoni sistem Kapitalis-Sekuler yang diterapkan pada kita. Buanglah itu semua, karena ide-ide itu masih umum dan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada. Padahal asas kehidupan di negeri ini jelas-jelas berdiri diatas sekulerisme. Tapi mengapa kita takut mengatakan bahwa system sekarang sudah bertolak belakang dengan Islam. Mengapa kita takut mengatakan bahwa hanya satu aturan Islamlah yang benar. Bukankah kita semua tahu sendiri bahwa kebobrokan kehidupan saat ini karena tidak diterapkannya system Islam secara Kaffah. Malah kita terjebak dalam roda pergerakan system Kapitalis saat ini, bukankah Allah telah mengingatkan kita “Siapa saja yang berpaling dari dzikri (kitab-Ku),maka baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya di pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha [20]:124).
3. Metode Gerakan yang Reformatif.
Dikarenakan sebagian gerakan mahasiswa tidak melihat akar permasalahan dengan jeli, ini mengakibatkan desakan-desakan yang dilancarkan tidak lagi bersifat solutif. Metode mereka lebih bersifat tambal sulam (reformasi) atas sistem saat ini. Bukannya akan memperbaiki kondisi tapi akan semakin rusaklah kondisi kehidupan umat yang selama ini terpuruk oleh system Kapitalis sekarang. Katakanlah pada semua. Logika darimana perjuangan kita harus reformatif (ishlahi) padahal asas kehidupan masyarakat kita adalah sekuler. Kecuali bila dalam kehidupan kita telah tegak sistem Islam. Seharusnya saat ini kita bongkar asas itu dan kita gantikan dengan Islam. Perubahan yang harus kita lakukan adalah perubahan mendasar (Taghyir) dan menyeluruh. Karena dasarnya saja sudah salah apalagi cabang-cabangnya. Bila kita masih saja menyerukan seruan-seruan yang hanya sebatas tegakan supremasi hukum, berantas KKN, tegakan keadilan, turunkan harga kebutuhan pokok, tolak BHMN, dsb. Tanpa membongkar asas kehidupannya yang sesat, sama saja kita mengakui diterapkannya system sekulerisme.
4. ragmatis.
Idealisme sebagian gerakan mahasiswa tidak lagi muncul dalam pemikiran-pemikirannya. Idealisme itu seolah tenggelam ditengah kegalauan kehidupan ini. Berbenturan dengan kebutuhan perut, berbenturan dengan ketidakpercayaan diri dalam menghadapi arogansi Barat ataupun berbenturan dengan mayoritas suara yang menyesatkan. Sehingga bukannya melurusakan segala fenomena yang rusak yang bertentangan dengan aturan-aturan Islam, malah mencari-cari dalil demi jastifikasi realitas yang ada. Sekali lagi, bukannya terjadi perubahan yang Islami malah akan semakin eksisnya system sekuler sekarang. Ingatlah bahwa realitas tidak bisa kita jadikan dalil dalam menetapkan hukum melainkan objek yang harus dihukumi. Karena kita tidak bisa katakan bahwa riba itu halal dikarenakan masyarakat telah terlanjur banyak menerapkannya. Justru Islamlah yang seharusnya menjadi standar hidup bagi realitas umat ini. Allah Swt. berfirman “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili (menghukumi) manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu” (QS. An-Nisa’ [4]: 105).
5. idak Ideologis.
Ideologi merupakan pandangan hidup yang menyeluruh yang akan menelurkan sebuah sistem bagi kehidupan manusia. Inilah simpul dari semua kerancuan gerakan mahasiswa muslim saat ini. Gerakan-gerakan mereka tidak dilandasi sebuah ideologi Islam yang jelas. Sehingga dapat kita saksikan, ide-ide yang diusung oleh sebagian gerakan mahasiswa lebih bersifat serabutan, dengan mencampurkan Ide-ide sekuler dan Islam. Akibatnya arah perjuangan merekapun tidak menentu. Konsep-konsep perubahan dan kebangkitan pun lebih banyak mengekor pada konsep-konsep Barat. Karena pemikiran mereka tidak lagi berhubungan dengan lingkungan, kepribadian, dan sejarah kaum muslimin, serta tidak lagi bersandar pada ideologi kita yaitu Islam. Oleh karena itu, kita yang karena telah terdidik seperti itu menjadi suatu kelompok asing di tengah-tengah umat, yang tidak lagi memahami keadaan kita dan hakikat kebutuhan umat Islam.
Khatimah
Ketahuilah kawan-kawan mahasiswa, kita semua akan menjadi saksi kehancuran dari negeri ini bila kita biarkan sistem yang bobrok ini. Tidak cukup kita hanya menyerukan isu-isu yang parsial, melainkan harus menyentuh akar permasalahannya yaitu ganti sistem ini dengan sistem yang baru yakni Islam (baca : khilafah). Sesungguhnya menjadikan demokrasi sebagai cita – cita dan standar perjuangan adalah kekeliruan besar mahasiswa / lembaga/ gerakan mahasiswa dan akan selamanya menjadi faktor kegagalan demi kegagalan yang kita dapatkan. Khusus untuk rekan – rekan mahasiswa muslim, Islam tidak bisa dikompromikan dengan ide-ide yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam (baca : Demokrasi). Islam adalah ideologi kita yang mampu memberikan solusi pada semua permasalahan umat manusia. Ke depan, gelombang perubahan dan benturan ideologi akan semakin terasa, Islam akan menantang dan meruntuhkan Kapitalisme-Sekuler dan Sosialisme-Komunis. Tinggal kita serukan kepada kawan-kawan mahasiswa , apakah anda akan berada dibalik perjuangan kapitalis dan sosialis atau dibalik perjuangan Islam ? Sangat disayangkan jika ada yang salah pilih tapi lebih disayangkan lagi jika ada yang tidak memilih apa – apa selain hanya diam dan bungkam.
Wallahu A’lam Bishowab

MEMBONGKAR LIBERALISASI DAN KAPITALISASI PENDIDIKAN DALAM RUU BHP
Rakyat tertindas! Rakyat disiksa dengan metode yang sistematis. Para pembuat kebijakan yang seharusnya melayani rakyat, dengan semena-mena justru merampas dan menginjak-injak hak rakyat melalui mekanisme legislasi. Kini, rakyat yang miskin, kurang gizi dan bodoh ini, tengah menantikan munculnya alat penyiksa baru yang akan memenjarakan mereka dalam kemiskinan dan kebodohan. Alat penyiksa itu tersusun dalam Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
 Rancangan Undang-Undang (BHP) sebagai konsekuensi dari pasal 53 ayat (1) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) akan segera diajukan ke DPR. Naskah tersebut kini berada di Sekretariat Negara dan proses pengajuannya ke DPR tinggal menunggu amanat dari Presiden. DPR sudah memasukkan RUU BHP ini menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2007, sehingga ditargetkan 2007 selesai (Media Indonesia, 27/01/07). RUU ini mengatur badan hukum pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Jika di amati, RUU tersebut mengarah pada upaya liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan nasional.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, Mansyur Ramly (Kompas, 03/10/06), menegaskan substansi RUU tersebut, antara lain, melepaskan perguruan tinggi dari intervensi pemerintah. Kelak, tidak ada lagi perbedaan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS). Semuanya dikelola dalam sebuah model privatisasi.
Pengelolaan PTN model privatisasi merupakan bentuk liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan. Pakar pendidikan, H.A.R Tilaar, menilai RUU BHP sebagai bagian representasi neo liberalisme dalam dunia pendidikan. “Jelas agenda neo liberalisme, pemerintah terlihat ingin cuci tangan dari tanggung jawabnya pada pembiayaan pendidikan,” ujar H.A.R Tilaar (Tempo,12/4/2005). Menurut Tilaar, Pemerintah secara terselubung berupaya menghindarkan tanggung jawab penyisihan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi pendidikan.
Untuk melepaskan tanggung jawab tersebut, pemerintah memandang pentingnya otonomi pada perguruan tinggi. Pemikiran perlunya otonomi pada perguruan tinggi menjadi dasar pembentukan RUU BHP ini. Konsep BHMN yang sudah dijalankan  oleh tujuh PTN (UI, UGM, ITB, IPB, USU, UPI dan Unair) pada perjalanannya akan senanfas dan “disempurnakan” oleh RUU BHP. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan pemerintah tentang BHMN tidak akan berlaku lagi. Dalam status BHMN, pemerintah masih bertanggung jawab walaupun BHMN diberikan otonomi sendiri untuk mengelolanya. Namun, ketika BHMN berpindah status menjadi BHP, maka konsekuensinya adalah pemerintah melepaskan tanggung jawab pengelolaan universitas sepenuhnya terhadap pihak pengelola pendidikan dan masyarakat itu sendiri.

LIBERALISASI DAN KAPITALISASI DALAM RUU BHP
Nuansa privatisasi sebagai bentuk liberalisasi dan kapitalisasi semakin nyata di dunia pendidikan kita. Upaya pelepasan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan dan membiayai pendidikan, sudah terlihat dalam legalitas pendidikan. Aromanya dimulai dari munculnya sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Selaku ibu kandung RUU BHP, UU Sisdiknas menunjukkan adanya penurunan derajat “kewajiban” pemerintah sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan dasar rakyat, menjadi kewajiban bersama dengan masyarakat. Ini terlihat pada Pasal 9 UU Sisdiknas, yang menyatakan bahwa “masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”, dan Pasal 12 Ayat 2 (b) yang memberi kewajiban terhadap peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan.
Ujung dari pelegalan privatisasi pendidikan, terlihat dalam RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Dalam RUU tersebut secara nyata pemerintah ingin berbagi dalam penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
 Hal itu terlihat dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU BHP yang berbunyi, “Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat, berfungsi memberikan pelayanan pendidikan, berprinsip nirlaba, dan otonom”. Kemudian pada Pasal 36 Ayat (1), secara terus terang pemerintah menyatakan bahwa pendanaan awal sebagai investasi pemula untuk pengoperasian Badan Hukum Pendidikan Dasar dan Menengah (BHPDM) berasal dari masyarakat maupun hibah, baik dari dalam atau luar negeri.
Contoh lain dari kapitalisasi dan liberalisasi yang terkandung dalam RUU BHP, misalnya dalam Pasal 2 RUU BHP, ada beberapa prinsip BHP yang kelihatannya manis namun penuh kebusukan. Seperti prinsip nirlaba, sebenarnya lebih cenderung menjadikan lembaga pendidikan seperti LSM/NGO. Dengan prinsip ini, PTN misalnya, akan mendapat dana dan program dari orang-orang Kapitalis yang sarat dengan kepentingan pribadi yang cenderung mencari keuntungan.
Hal ini sejalan dengan prinsip Partisipatif, masih dalam pasal yang sama, yaitu melibatkan “para pihak yang berkepentingan” dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama “para pihak yang berkepentingan”. Pihak yang berkepentingan (kapitalis) akan diberi kebebasan mengobok-obok pendidikan negeri ini.
Prinsisp otonom, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri, sehingga mampu menjalankan fungsinya secara kreatif. Sesungguhnya prinsip ini hanya akan membuka intervensi asing. Dengan prinsip ini, fakultas/sekolah dapat melakukan kerjasama langsung dengan pihak luar, tanpa melalui Rektor.
Selain itu, Dalam pasal 6 ayat (1) disebutkan, lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat mendirikan BHP baru di Indonesia bekerjasama dengan BHP yang keseluruhan anggota MWAnya berwarganegara Indonesia”. Pasal ini memberikan kebebasan kepada sekolah internasional untuk beroperasi tanpa batas, dan disesuaikan dengan pemikiran dan nilai-nilai mereka. Dengan demikian, proses sekularisme/liberalisme akan semakin subur dan bertambah cepat di negeri ini.
Dalam RUU BHP, BHP memiliki Majelis Wali Amanat (MWA). MWA adalah lembaga tertinggi yang menetapkan dan mengesahkan kebijakan dalam BHP. Tentu, MWA ini akan gampang ditunggangi oleh berbagai kepentingan. Ajang bisnis kapitalis melalui Majelis Wali Amanat (MWA) dengan berkedok nirlaba akan menjadi subur.
Nuansa pengendalian kampus oleh pihak kapitalis semakin dikukuhkan dengan adanya aturan dalam pasal 10, ayat (8), yang mengharuskan ketua MWA berasal dari masyarakat (yang sejatinya para kapitalis),bukan dari pihak kampus.
Bukan itu saja, menurut mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Munarman, SH, berbagai program pendidikan yang terkandung dalam BHP diduga merupakan proyek Dikti melalui IMHERE (Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency). Pendanaan program ini melalui pinjaman dari Bank Dunia yang tentunya, arah pendidikan bisa jadi bakal tidak selaras lagi dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia (Jawa Pos, 11/03.07).
 Dengan demikian, kita bisa melihat dengan jelas, BHP adalah perangkat undang-undang yang akan semakin memantapkan liberalisme dan kapitalisme di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Liberalisasi dalam BHP akan menyebabkan pendidikan sarat dengan nilai-nilai kebebasan di mana negara tak lagi berfungsi sebagai pelayan. Kapitalisasi, akan berimplikasi pada semakin mahal pendidikan. Pendidikan akan lebih berorientasi pasar, berpegang pada hukum supply-demand, dan cenderung berburu rente (rent seeking). Pendidikan hanya bisa diakses oleh kelompok bermodal. Orang miskin, akan tetap berada di tempatnya, terpenjara oleh kemiskinannya.

Jika Kurang dana, Jangan Jual Negeri Tercinta!
Pendidikan gratis untuk tingkat dasar saja, pemerintah belum sanggup. Apalagi untuk tingkat menengah dan tinggi. Hal ini ternyata sudah diakui pemerintah sendiri akan ketidakmampuannya. Hal itu tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menyatakan dengan tegas bahwa pemerintah belum mampu menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara gratis (RPJM, halaman IV.26-4), (Kompas,18/04/05).
Kemudian, pengakuan yang sama juga terungkap dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Wajib Belajar, di mana pemerintah mulai mengikutkan masyarakat dalam pembiayaan sekolah dasar. Hal itu diungkap pada Pasal 13 Ayat (3), “Masyarakat dapat ikut serta menjamin pendanaan penyelenggaraan program wajib belajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat”. Inilah yang kemudian mendasari pemerintah untuk berlepas dari tanggung jawab pembiayaan pendidikan nasional.
APBN kita defisit. Anggaran pendidikan yang seharusnya 20 % APBN, ternyata hanya 9,1 % saja. Indonesia miskin di tengah limpahan kekekayaan alam. Sesungguhnya, negeri ini akan makmur jika pemerintahnya tidak tunduk dan mau menjadi budak para imperialis-kapitalis yang dikomandoi oleh AS dan konco-konconya. Tambang emas, batu bara, minyak bumi, hutan, kekayaan alam lainnya, jika tidak dipersembahkan kepada para penjajah, akan menjadikan kas negara surplus. Dengan demikian, Indonesia akan mampu menyediakan pendidikan gratis dan bermutu bagi rakyatnya. Pendidikan gratis di Indonesia bukanlah mimpi. Ini bisa terwujud tanpa harus menjual negeri kita kepada pihak asing dan para kapitalis.
Peran Negara dalam Pendidikan Umat
Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada rakyat yang wajib diwujudkan. Artinya, penyelenggaraan pendidikan untuk rakyat sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan yang lain. Dengan kata lain, pendidikan adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Sebagai bentuk pelayanan yang wajib diberikan kepada rakyat, pemerintah tentu tidak selayaknya membebankan biaya penyelenggaraan pendidikan tersebut kepada rakyat.
Imam Ibn Hazm dalam kitabnya, al-Ahkâm, menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk masyarakat. Dengan demikian, negara harus berupaya secara optimal guna terwujudnya sistem pendidikan yang memadai lagi gratis.
Sudah saatnya seluruh kaum muslimin berbicara kepada penguasa di negeri ini, menyampaikan nasihat yang benar. Bahwa pendidikan seluruh rakyat adalah tanggung jawab negara. Rasulullah saw. bersabda:
Tidaklah seseorang yang diberi jabatan mengurusi rakyat muslim lalu dia mati dalam keadaan menipu mereka, melainkan Allah mengharamkan surga darinya. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Mari Bergerak, Lawan Penindasan!
Penindasan oleh kapitalisme global melalui bonekanya, yakni penguasa negeri ini, harus dilawan oleh rakyat dengan penuh keberanian. Mari bergerak, lawan penindasan! Kita bongkar setiap konspirasi busuk yang bertujuan menjajah negeri muslim. Sesungguhnya, bau busuk dari rencana jahat mereka akan segera terbongkar. Mari kita bersatu, dalam membumikan aturan Allah yang akan mampu memecahkan setiap persoalan. Totalitas hukum Allah dalam naungan Khilafah Islamiyah akan menjadi pembebas kita dari tangan-tangan penjajah. Janganlah kita buta mata, sehingga untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini saja, kita harus menjual negeri ini. Kembalilah kepada hukum Allah. Tidakkah kita mengetahui keagungan aturan Islam yang sempurna? Apakah kita lebih rela dijajah dengan aturan kapitalisme, daripada harus kembali pada Islam? Allah berfirman:
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin. (TQS. al-Maidah [5]: 20).

VALENTINE’S DAY, LIBERALISASI PERGAULAN BERKEDOK KASIH SAYANG
Empat belas Februari adalah tanggal “keramat” bagi mereka yang suka merayakan hari ini. Ya, tanggal ini adalah hari peringatan Valentine’s Day atau sering disebut juga sebagai hari Kasih Sayang. Alkisah, ketika saya berjalan kaki melewati kawasan pintu gerbang salah satu kampus ternama di Jatinangor (kota kecamatan di mana saat ini saya tinggal) untuk menghilangkan kepenatan setelah seharian ‘bertapa’ di kamar karena banyaknya tugas yang harus segera diselesaikan hari itu. Saya menemukan beberapa famplet tersebar yang isi dan kata-katanya cukup menarik dan ‘provokatif’ serta didominasi warna pink (warna yang secara pribadi saya kurang suka, karena membuat ‘silau’ mata). Famplet ini berisi iklan berupa tawaran menarik dari salah satu perusahaan penyedia jasa internet (warnet) yang cukup terkenal dan eksklusif di daerah Bandung dan Jatinangor (warnetnya tersebar di kedua daerah ini). Jasa yang ditawarkan oleh perusahaan ini adalah layanan eksklusif bagi pasangan yang sedang merayakan Valentine berupa waktu ekstra dan fasilitas layanan prima seperti soft drink dan semacamnya.
Di tempat yang sama, persis satu hari sebelum peringatan Valentine (yakni 13 Februari kemarin), saya jalan-jalan dalam rangka mengecek ‘opini jalanan’. Di salah satu sudut terdapat sekelompok mahasiswa/i menjajakan dan menawarkan beberapa tangkai bunga spesial (yang biasa digunakan sebagai tanda ucapan Valentine dari seorang kekasih kepada pasangannya) kepada orang-orang yang berlalu lalang di tempat tersebut. Kebetulan saat itu saya tidak ditawari oleh mereka, mungkin karena pakaian yang saya gunakan terlalu “rapih” hingga mereka segan untuk menawarkan bunga tersebut. Famplet dan penjajaan setangkai bunga hanyalah dua diantara sekian contoh fakta ditengah-tengah kita untuk memperingati Valentine, meskipun tujuan awalnya mungkin hanya untuk kepentingan bisnis an sich, tetapi temanya sangat jelas yakni Valentine.
Demikian juga dengan media massa khususnya televisi, pihak manajemen tidak melewatkan momen ini. Banyak acara digelar untuk memperingati Valentine. Sinetron-sinetron remaja yang saat ini punya rating tinggi di dunia layar kaca, pun hampir semunya diwarnai oleh peringatan Valentine baik melalui alur cerita ataupun iklan-iklan yang menjadi sponsornya. Sesuatu yang membuat saya (mungkin juga anda) tersenyum simpul adalah ada banyak alur cerita dalam sinetron tadi kesannya “memaksakan skenario” supaya ada warna Valentine.
Begitu pentingkah hari ini? Ada apa dibalik semua? Apa makna sejati kasih sayang yang diinginkan melalui peringatan ini? menjawab semua pertanyaan secara tuntas tentunya perlu kata-kata yang panjang, tetapi mudah-mudahan melalui tulisan singkat saya ini dapat mengungkap esensi dari peringatan Valentine dan bahayanya bagi umat Islam, khususnya bagi generasi mudanya.
Adal Usul Valentine Day
Secara historis menurut ensiklopedi bebas berbasis internet (http://id.wikipedia.org), perayaan Valentine Day dilakukan dalam rangka mengenang jasa St. Valentinus yang telah tewas dalam rangka membela kasih sayang. Sebenarnya kisah tentang santo ini tidak lebih dari legenda yang dibuat dalam Chatolic Encyclopedia 1908. Ensiklopedi ini menyebutkan bahwa paling tidak nama valentinus ini bisa merujuk kepada tiga orang santo, yakni seorang pastur di Roma, seorang uskup di Terni, dan Seorang martir di Romawi Afrika. Hubungan tiga orang ini dengan hari kasih sayang sebenarnya tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius II (496M) menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui tentang tiga tokoh kristen ini. Walaupun demikian, ia tetap memperingati hari ini sebagai hari raya peringatan St. Valentinus. Ini diduga bermotif politis yakni untuk mengungguli hari raya Lupercalia (Hari Raya Romawi Kuno) yang biasa dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Munculnya legenda-legenda tentang tokoh Valentinus di Eropa terjadi pada akhir-akhir abad pertengahan atau sekitar abad ke-14. Legenda yang dimaksud misalnya, peringatan ini merujuk kepada pertama, kisah sore hari sebelum St. Valentinus akan mati, ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. Kedua, peristiwa ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, St. Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka. Pada abad pertengahan tanggal ini ditetapkan sebagai hari raya gereja dengan mengadakan misa khusus untuk muda-mudi yang sedang menjalin hubungan cinta.
Tetapi sejak abad ke-16 M, upacara keagamaan ini berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi perayaan bukan keagamaan. Valentine Day kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” atau “Lupercalia” yang jatuh pada tanggal 15 Februari. Setelah orang-orang Romawi masuk agama Kristen, pesta ‘Supercalis’ kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentinus. Penerimaan upacara kematian St. Valentinus sebagai ‘hari kasih sayang’ juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘seperti burung jantan dan betina’ pada tanggal 14 Februari.
Hari ini juga sering diasosiasikan dengan para pencinta yang saling bertukaran notisi-notisi dalam bentuk “valentines”. Simbol modern Valentine antara lain sebuah kartu berbentuk hati dan gambar sebuah Cupido (Inggris: cupid) bersayap. Di Amerika Serikat, Miss Esther Howland tercatat sebagai orang pertama yang mengirimkan kartu valentine pertama. Acara Valentine mulai dirayakan besar-besaran sejak tahun 1800. Pada perkembangannya, acara ini menjadi sebuah ajang bisnis yang menguntungkan.
Sebenarnya peringatan hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya tidak jelas dan hanya berbasis legenda saja. Namun saat itu pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki (sekte) tertentu. Terlepas dari pro-kontra ini, satu hal yang dapat kita simpulkan bahwa peringatan Valentine bersifat khas dan merupakan bagian kepercayaan serta ritual tertentu, yakni ritual sebagian umat Kristen (kalau bukan dikatakan semua karena adanya pro-kontra) yang diambil dari peringatan Supercalis atau Lupercalia yang bersumber dari jaman Romawi Kuno.
Dalam perkembangan selanjutnya peringatan Valentine didukung oleh negara-negara Kapitalis Barat (seperti AS dan Inggris) untuk disebarkan di negara-negara dunia ketiga termasuk di antaranya Indonesia yang mayoritas penduduknya umat Islam. Tak heran bila menjelang bulan Februari kita menemukan jargon-jargon (simbol-simbol atau iklan-iklan) yang mengekspos atau mempromosikan Valentine. Berbagai tempat hiburan seperti night club, hotel-hotel, organisasi-organisasi ataupun kelompok-kelompok kecil, mereka berlomba-lomba untuk menawarkan berbagai paket acara untuk merayakan hari ini. Dengan dukungan penuh media massa yang umumnya disokong oleh para kapitalis besar lewat iklan-iklan seperti surat kabar, radio maupun televisi, perhelatan besar pun diadakan dengan tujuan mencekoki umat Islam dengan iklan-iklan Valentine baik bermotif bisnis maupun ideologis.
Penyebaran Budaya Valentine Day adalah konspirasi. Diterimanya budaya Valentine di negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia, pada dasarnya bukan karena adanya kebenaran di dalam peringatan ini. Diterimanya budaya ini lebih karena hegemoni dan dominasi peradaban Barat atas peradaban dunia saat ini. Dominasi ini telah menjadikan apapun yang datang dari Barat pasti benar adanya. Apa yang menurut Barat baik maka itu adalah kebaikan Bahkan seandainya menurut peradaban Barat masuk ke dalam mulut buaya adalah sebuah kebaikan maka niscaya orang-orang yang teracuni oleh peradaban Barat tunduk pasrah mengikutinya tanpa ada protes sedikitpun. Saat ini, peringatan Valentine menjadi salah satu alat yang digunakan Barat (baca: Kapitalisme) untuk memuluskan kepentingan mereka. Dengan logika, bahwa kasih sayang bersifat universal, dan makna dari Valentine adalah kasih sayang, maka konklusinya Valentine adalah ritual yang bersifat universal. Dengan demikian, menurut mereka hendaknya setiap orang memperingati Valentine karena bagian dari “fitrah” manusia.
Harus kita sadari bahwa upaya penyebaran peradaban Barat tak terlepas kepentingan mereka di dunia (khususnya di negara-negara dunia ketiga yang mayoritas penduduknya umat Islam). Baik kepentingan itu bersifat ideologis, politis maupun ekonomi. Salah satu tujuan dari penyebaran ini adalah ‘menjinakkan’ umat Islam supaya sejalan dengan kepentingan-kepentingan mereka. Karakter ideologis yang mengakar dalam akidah Islam dan dipeluk oleh setiap muslim menghalangi upaya Barat untuk melakukan penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencabut karakter ideologis ini dari dalam diri umat islam. Mengubah akidah Islam dari diri umat Islam dengan akidah mereka adalah hal yang sangat sulit bahkan mustahil. Maka mereka gunakan berbagai cara halus diantaranya adalah menyebarkan paham-paham kebebasan. Cara-cara yang mereka gunakan sangat lihai dan vareatif, hingga seringkali umat Islam tidak sadar bahwa mereka sebenarnya telah ikut peradaban Barat.
Begitu pun dalam menyikapi budaya Valentine, kita tidak boleh melupakan bahwa hal ini ada kaitan denga konspirasi Barat untuk menjajah dunia Islam dengan melakukan liberalisasi pergaulan kaum muda kita. Kepentingan penjajahan ini bersifat jangka panjang bahkan antar generasi. Kalau selama ini mereka kesulitan untuk merubah generasi tua maka sasaran tembak selanjutnya adalah kalangan muda dari umat ini. Kalau pemudanya sudah “membebek” kepada peradaban Barat alangkah mudahnya bagi mereka untuk mengusai negeri-negeri umat Islam di masa yang akan datang, karena para pemudalah yang akan menjadi penerus tongkat kepemimpinan selanjutnya dari generasi tua.
Kasih sayang yang mereka propagandakan lewat peringatan Valentine adalah pernyataan kosong (klise) yang tak pernah terbukti dalam kehidupan mereka. Lebih jauh lagi pernyataan ini merupakan ungkapan tipu muslihat untuk menutupi kepentingan mereka yang sesungguhnya yaitu penyebaran ideologi Kapitalisme. Kasus invasi ke Afganistan dan Irak adalah contoh konkret yang seharusnya membuka mata dan pikiran kita. Mereka datang ke negeri tersebut dengan janji-janji untuk membebaskan mereka dari tirani penguasa diktator sehingga tercipta kestabilan, demokrasi, kesejahteraan, dan kasih sayang diantara mereka. Tapi apa realitanya di lapangan? Jauh panggang dari api!
Menurut pengakuan Gilbert Burnham dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg di Amerika Serikat sebagai dampak serbuan pasukan sekutu yang dipimpin AS ke Irak pada 18 Maret 2003 sekitar 655.000 warga Irak tewas(Republika 12/10/2006). Pada tahun 2006 saja menurut utusan PBB di Iraq, Gianni Magazzeni, 34.452 warga sipil tewas dan lebih dari 36.000 luka-luka (www.hidayatullah.com, 17/01/07). Bahkan hingga tulisan ini saya ketik, konflik sektarian yang diprovokasi oleh tentara AS dan sekutunya terus terjadi. Mana ketentraman dan kesejahteraan yang mereka janjikan ?! Inikah yang mereka maksud dengan kasih sayang?!
Pada saat yang sama, coba anda bandingkan,dengan fakta-fakta yang dipaparkan oleh Darmansyah Asmoerie seorang Konsultan Ekonomi Senior yang juga Direktur PT Darmania Group, ia menyatakan bahwa hanya sepekan setelah perang Irak selesai, perusahaan-perusahaan konstruksi AS langsung mendapat order dari Washington untuk membangun kembali Irak. Perusahaan-perusahaan konstruksi AS, khususnya Halliburton yang sebagian sahamnya dimiliki keluarga Bush, langsung mendapat proyek miliaran dolar AS untuk rekonstruksi Irak. Uangnya dari mana? Dari rampasan perang Irak. Uang minyak Irak pun dihabiskan untuk membangun infrastruktur yang telah dihancurkan AS sendiri dengan biaya yang amat mahal, tiga sampai empat kali lipat, jika dikerjakan perusahaan lokal. Uang minyak Irak juga dipakai untuk membiayai tentara AS yang kini bercokol di sana. Inikah yang disebut kasih sayang?! Tentu akal sehat kita dapat menilai bahwa semua itu bukan kasih sayang tapi penjajahan, sekali lagi penjajahan. Sebenarnya bagi penganut peradaban Barat yang sekuler (Kapitalisme) tidak ada kata kasih sayang, baik diantara mereka sendiri (karena hubungan diantara mereka didasarkan pada kepentingan materi) apalagi kasih sayang dengan umat Islam yang nyata-nyata pandangan hidup mereka sangat bertentangan secara diametral dengan pandangan hidup Barat. Kalaupun mereka menggunakan kata ini dan sejenisnya dari kata-kata yang menarik seperti demokrasi, HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain hakikatnya adalah kedok yang digunakan untuk menutupi kepentingan busuk mereka bahkan jauh lebih busuk.
Realita di lapangan, khususnya di negeri-negeri Islam yang mereka duduki (baca: jajah) saat ini seperti Afganistan dan Irak, mereka (melalui para tentara dan LSM-LSM) mempromosikankan berbagai acara, media atau tayangan yang merusak akhlak pemuda Islam negeri tersebut. Pornografi dan pornoaksi, budaya gaul bebas, pub-pub malam, minunan keras mereka bawa ke negeri-negeri tersebut dengan alasan kebebasan (freedom). Inilah kasih sayang yang sejatinya mereka maksud, yakni kebebasan bertingkah laku atau liberalisasi pergaulan masyarakat dengan menghancurkan syariat Allah.
Kasih Sayang yes, Valentine Day no!
Kasih sayang merupakan fitrah manusia yang dianugerahkan oleh sang Khalik kepada manusia untuk menjaga kelangsungan jenisnya. Fitrah ini adalah manisfestasi dari adanya naluri mempertahankan jenis (gharizah nau’) yang terdapat dalam diri manusia. Dengan fitrah inilah kehidupan manusia terus berjalan sejak nabi Adam as. hingga kini. Hanya saja ketika fitrah ini tidak diatur oleh aturan yang benar tentunya tidak akan menghantarkan kepada tujuan dari diciptakan fitrah ini bahkan justru akan merusak. Lebih jauh lagi hal ini akan menghantarkan manusia pada kegelisan dan ketidaktentraman dalam menjalai hidup.
Pertanyaannya, aturan mana yang secara pasti dapat dibuktikan kebenarannya? Pastinya aturan yang berasal dari Allah Swt., Dzat yang menciptakan manusia dan alam semesta. Aturan yang berasal dari-Nya adalah aturan yang dapat dipastikan kebenarannya secara rasional.. Islam adalah aturan hidup yang diturunkan Allah Swt. untuk mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh. Di dalamnya mencakup pengaturan tentang bagaimana fitrah manusia berupa kasih sayang. Hal ini diatur supaya tujuan dari adanya fitrah ini dapat tercapai. Islam telah menetapkan beberapa aturan berkaitan dengan hal ini. Misalnya, pengaturan bagaimana hubungan antar lawan jenis yang diatur lewat lembaga pernikahan, pengaturan hubungan antar anak dan orang tua ; ayah dan ibu harus kasih sayang kepada anak sebaliknya anaknya pun demikian mereka harus berbakti kepada orang tua mereka. Sementara itu, kasih sayang diajarkan oleh ritual Valentine Day hanyalah kasih sayang semu. Karena kasih sayang yang mereka maksud adalah hubungan anatar lawan jenis yang didasarkan hawa nafsu biologis semata sebagaimana ritual yang biasa dilaksanakan oleh orang-orang Romawi kuno dengan peringatan Lupercalia-nya. Lebih dari itu, peringatan Valentine merupakan upaya menyerupai budaya kaum tertentu yang berasal dari keyakinan tertentu pula. Hal ini jelas sangat terlarang dalam Islam sebagaimana dalam sebuah hadits Rasul saw : Barang siapa menyerupai suatu kaum maka mereka termasuk kaum itu (HR. At-Tirmidzi)
Walhasil, tidaklah pantas bagi seorang muslim untuk terlibat dalam peringatan Valentine Day ini. Baik sebagai penyelenggara, peramai/penggembira, fasilitator, apalagi menjadi propagandisnya. Sejatinya kita semua menjadi agen-agen penyebar kasih sayang diantara manusia. Hal ini dapat kita lakukan dengan mendakwahkan Islam sebagai sebuah pandangan dan aturan hidup (way of life) dan diterapkan secara totalitas dalam sebuah negara atau pemerintahan yang berlandaskan kepada kitabullah dan sunnah rasul-Nya. Yakinlah ketika Islam diterapkan, kasih sayang diantara umat manusia yang menjadi dambaan dan impian kita semua akan terwujud seyakin akan datangnya kematian kepada kita ketika ajal telah tiba. Wallahu a’lam bishshawab.

BENCANA ITU BERNAMA VALENTINE DAY
bencana melanda negeri yang sesungguhnya makmur dan sejahtera ini. Banjir yang melanda ibukota Jakarta dan sekitarnya, wabah penyakit menular yang semakin menakutkan, lumpur Lapindo sidoarjo yang kian menenggelamkan daerah sekitarnya dan masih banyak sekali musibah yang melanda negeri zamrud Khatulistiwa ini.
Bencana dalam waktu dekat ini akan menerpa bangsa indonesia terutama kaum mudanya yaitu bencana Valentine Day. Bencana yang digagas oleh bangsa kafir untuk mengelabui dan membodohi generasi muslim dan berakibat timbulnya cap liberal bagi penganut hari kasih-sayang ini. Secara sengaja maupun tak sengaja hari valentine ini begitu dihebohkan dan dirayakan secara besar-besaran melebihi perayaan datangnya bulan Muharram tahun baru 1428 H.Kekecewaan tentunya datang dari Rosullullah SAW yang jauh-jauh hari melarang umatnya untuk bercampur-baur dalam hari/peringatan yang dibuat bangsa kafir ini.
Untuk menghapus budaya sesat dan membodohi generasi muslim ini perlu usaha bagi pengemban dakwah untuk meneriakkan bahwa sesungguhnya Valentine Day itu HARAM. Ini bukanlah suatu ijtihad namun suatu ajakan bagi kita semua untuk menyerukan bahwa tiada ruang dan tempat bagi kasih sayang yang mengarah pada perzinahan. Zina itu bukan saja melalui hubungan badan saja tetapi juga meliputi pandangan mata, ciuman, pegangan tangan dan berduaan bukan dengan muhrimnya.
Valentine Day juga dijadikan untuk meraup keuntungan bagi para pengusaha pernak-pernik hari penuh maksiat ini. Lihatlah tahun lalu, betapa larisnya penjulan kondom di berbagai propinsi. Bahkan di Kota yogyakarta saja alat pengaman itu ludes sebelum malam hari valentine day itu. Cokelat sebagai lambang utama dari hari kasih sayang ini terjual habis di beberapa pusat perbelanjaan.Serta tentu saja penjual bunga mendapat keuntungan berlipat dari hari penuh maksiat ini.
Sesungguhnya ini merupakan akal-akalan kaum kafir untuk membujuk dan merayu generasi muda kaum muslim bahwa ajaran islam bagi mereka tidaklah cocok. Mereka berupaya memasuki pikiran-pikiran jahat mereka dan kebebsan mereka untuk menghapus penegakan syariat islam. Hal lain yang mempengaruhi mereka yaitu jauhnya generasi muda muslim dari agama yang tentu saja dapat dengan mudah masuknya paham sekuler dan liberal ke dalam pikiran dsaan kebudayaan islam. Bahkan mungkin saja kedepannya hari valentine ini dijadikan perayaan dalam islam nantinya. Naudzubillah min dzalik.
Satu-satunya cara menghapus peradaban ini ialah menebarkan buih cinta-kasih syariat islam pada setiap generasi muda. Dengan hal ini mereka akan sadar bahwa sesungguhnya keridhoan Allah SWT yang mereka harapkan bukan keridhoan dari sang pacar. Selain itu hendaknya kita buat suatu komunitas peduli generasi muda dalam masyarakat dan mendidik anak kecil untuk jauh dari hari valentine dan perzinahan dan melarang mereka unutk berpacaran.
Semoga Khilafah dan syariat islam segera berdiri di bumi ini dan kita sebagai umat muslim bersatu padu membangun syariat islam dan menunjukkan pada agama lain bahwa agama islam itu rahmatan lil alamin.

KESHALEHAN POLITIK
Demokrasi adalah keshalehan politik. Politik minus demokrasi akan menjadi kotor dan membahayakan kemanusiaan. Demokrasi yang sejati berisi semangat kebebasan, kesejajaran, dan persaudaraan. (Abd Rohim Ghazali, Kompas 30 Desember 2006)
Demokrasi saat ini merupakan istilah yang sangat populer dan dipahami oleh sebagian besar orang sebagai sistem yang ideal. Bahkan menurut Abd Rohim Ghazali demokrasi adalah keshalehan politik. Benarkah demokrasi adalah keshalehan politik ? Tulisan ini akan mengupas apa dan bagaimana keshalehan politik seharusnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keshalehan diartikan ketaatan atau kepatuhan dalam menjalankan ibadah. Ibadah di sisi Allah SWT adalah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Perintah dan larangan Allah ini meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan dalam ranah politik.
Keshalehan politik menunjukkan politik sebagai wahana aktualisasi ketaatan dalam menjalankan perintah Allah. Keshalehan politik bagi setiap muslim diwujudkan dengan memandang politik dalam kaca mata Islam dan menjadikan perintah dan larangan Allah (hukum Allah) sebagai standar aktivitas politiknya.
Politik Islam
Makna politik tidak dapat dilepaskan dari urusan kekuasaan dan pemerintahan (lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Kamus Besar Bahasa Indonesia). Politik dalam perspektif sekularisme merupakan cara untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi (Muh. Zain: Kamus Modern Bahasa Indonesia). Sehingga kekuasaan dalam perspektif ini sekedar alat untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi yang berputar pada urusan harta, wanita, dan kedudukan. Politik bahkan dimaknai suatu seni bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan cara apa pun.
Sebaliknya politik dalam perspektif Islam adalah pengaturan urusan umat baik di dalam negeri maupun di luar negeri (Abdul Qadim Zallum: Pemikiran Politik Islam). Hal ini berdasarkan hadits Nabi: Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya. (HR Bukhari dan Muslim). Bentuk dan wujud pengaturan urusan umat ini bersandar pada hukum Allah (syariat Islam). Sehingga berdasarkan pemahaman ini kekuasaan bukanlah tujuan tetapi sarana untuk mengatur urusan umat.
Demokrasi: Keshalehan Politik atau Kemungkaran Politik ?
Demokrasi merupakan suatu bentuk sistem pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi dalam perkembangannya ditafsirkan dalam berbagai versi seperti demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi sosialis. Pandangan kompromistik tentang demokrasi diajukan oleh David Held yang menggabungkan pemahaman liberal dan Marxis (sosialis). Menurutnya dalam demokrasi seharusnya setiap orang bebas dan setara menentukan kondisi kehidupannya. Menurut Georg Sorensen, demokrasi bersifat dinamis dan akan terus berkembang dengan berbagai jenis dan model demokrasi (Georg Sorensen: Demokrasi dan Demokratisasi).
Terlepas berbagai macam defenisi demokrasi yang jenis dan modelnya akan terus berkembang, Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Demokrasi Sistem Kufur menekankan intisari demokrasi meliputi (1) kedaulatan di tangan rakyat. Makna kedaulatan adalah rakyat sebagai sumber hukum. Rakyatlah yang membuat hukum dan perundang-undangan melalui wakil-wakilnya di badan legislatif. (2) Rakyat sumber kekuasaan, dimana rakyatlah menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin mereka.
Dalam sudut pandang Islam, kedaulatan di tangan Allah SWT. Allah sajalah yang berhak menetapkan hukum bukan manusia. Perintah dan larangan Allah merupakan hukum yang mutlak ditaati dan diemban manusia. Dengan demikian demokrasi bertentangan dengan Islam, bahkan pertentangan ini bersifat mendasar dan memasuki ranah akidah apabila meyakini manusia sebagai sumber dan pembuat hukum bukan Allah. Sebab Allah berfirman dalam QS. al-An’am: 57 yang artinya “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah,” dan QS. al-Maidah: 44 yang artinya “Barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.”
Islam mengakui rakyat sebagai sumber kekuasaan. Sebab rakyatlah seharusnya yang mengangkat seorang penguasa melalui bai’at. Sedangkan dalam memilih penguasa caranya (uslub) beragam, bisa digunakan teknik pemilu atau dengan cara lain yang disepakati. Tujuan rakyat memilih dan mengangkat seorang penguasa agar ada seorang pemimpin yang mengemban amanah mengatur urusan umat dengan syariat Islam.
Adapun nilai-nilai demokrasi yang diagung-agungkan seperti keadilan, kebebasan, persamaan dan persaudaraan tidak bersifat universal. Selama ini umat dipaksa secara intelektual untuk memahaminya bersifat universal (netral) yang tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup. Tujuannya agar umat menerima demokrasi sebagai realitas sistem politik dan pemerintahan yang mutlak diadopsi karena tidak bertentangan dengan Islam.
Setiap agama dan ideologi memiliki pandangan berbeda tentang nilai-nilai tersebut. Misalnya adil dalam perspektif Islam berarti mendudukkan suatu perkara berdasarkan hukum Allah, sebab Allah berfirman dalam QS. an-Nisa yang artinya “Kemudian, jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnah).” Dalam hal kebebasan, perbuatan manusia terikat pada hukum Allah. Maksudnya setiap sikap dan perilaku harus disandarkan pada syariat Islam. Apabila suatu bentuk perbuatan hukumnya haram, maka perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan apalagi disebarkan. Jadi prinsip kebebasan malah bertentangan dengan perintah dan larangan Allah.
Dengan demikian demokrasi bukanlah wujud keshalehan politik tetapi wujud kemunkaran politik karena secara prinsip bertentangan dengan Islam. Setiap konsep dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum Allah merupakan kemunkaran, apalagi pertentangannya bersifat prinsip. Keshalehan Politik Seharusnya Aktivitas politik merupakan aktivitas yang ditujukan untuk mengatur urusan umat baik dilakukan oleh penguasa negara maupun oleh warga negara. Terwujudnya keshalehan politik apabila penguasa menjadikan kekuasaan yang dimilikinya tunduk kepada hukum Allah. Kekuasaannya semata-mata sarana untuk beribadah kepada Allah dengan menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara dan syariat Islam sebagai hukum dan sistem negara. Dengan syariat Islamlah ia mengatur urusan umat bukan dengan sistem yang lain seperti sistem demokrasi. Bagi warga negara aktivitas politik diwujudkan dengan melakukan koreksi terhadap penguasa apabila penguasa melakukan penyimpangan dari syariat Islam. Setiap penyimpangan dari syariat merupakan kemunkaran, sedangkan setiap orang beriman diwajibkan Allah untuk mengubah kemunkaran. Rasul bersabda: “Siapa saja melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya, dan apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, dan apabila (masih) tidak mampu ubahlah dengan membenci (perbuatan) itu dalam hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim).
Keberanian menentang kezaliman dan penyimpangan penguasa dari hukum Allah dengan berbagai resiko menghadang merupakan manifestasi dari keshalehan politik meskipun harus meregang nyawa. Rasul bersabda: “Penghulu syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zalim, menyerukan (kepadanya) untuk berbuat baik dan melarangnya (berbuat kemunkaran), kemudian ia dibunuh” (HR. Hakim).
Keshalehan politik muncul dari orang-orang yang memiliki kesadaran politik. Menurut Zallum dalam bukunya Pemikiran Politik Islam, kesadaran politik merupakan aktivitas mengamati dan memahami fakta dan peristiwa politik dalam sudut pandang Islam. Orang yang memiliki kesadaran politik setiap hari pemikirannya tercurah pada umat. Rasul bersabda: “Barang siapa yang bangun dan tidak memperhatikan urusan muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka (golongan muslimin)” (HR. Hakim dan al-Khatib).
Keshalehan politik hanya lahir dari orang-orang yang berpegang teguh pada hukum Allah. Ia memahami hukum Allah adalah standar pemikiran dan perbuatan yang diaktualisasikan dalam aktivitas politik tanpa kompromi meskipun godaan kekuasaan, harta, dan wanita menghadang. Pola pikir dan sikapnya jauh dari pragmatisme, karena ia tidak mau akidah dan syariat Islam tergadai hanya untuk kepentingan keduniaan. Ia tidak mau aktivitas politiknya tunduk dan disesuaikan pada realitas politik yang bertentangan dengan syariat, apalagi menjadi bagian dari sistem politik demokrasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Realitas politik demokrasi yang cenderung kotor dan menghalalkan segala cara tidak menyebabkan dirinya lari dari permasalahan politik. Sebab urusan dan kepentingan umat hanya bisa direalisasikan dengan menundukkan realitas politik pada syariat. Ia berusaha mengubah sistem yang rusak dengan perjuangan politik. Untuk itu sudah semestinyalah perjuangan politik ini dilakukan dalam sebuah partai politik ideologis, yakni partai politik yang berasaskan akidah Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran: 104 yang artinya “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”
Perjuangan politik dari sebuah partai politik ideologis dilakukan dengan mengikuti tariqah (metode) perjuangan politik rasul. Yakni dengan membongkar dan membeberkan kerusakan sistem yang ada, menunjukkan pertentangannya dengan akidah dan syariat Islam kepada umat. Bersama partai politik ideologis, ia berusaha mengubah pandangan dan pemahaman umat tentang politik menjadi pandangan dan pemahaman yang Islami agar umat sadar dan bergerak untuk mengubah sistem yang rusak dan menggantinya dengan sistem yang Islami. Melalui partai politik ideologis ia melakukan perekrutan dan pembinaan agar umat memiliki kesadaran politik. Dengan cara inilah ia tidak hanya mewujudkan keshalehan politik bagi dirinya tetapi juga bagi umat.
Kemunduran Peradaban Islam Dan Peranan Kapitalisme Dan Sosialisme Pasca Keruntuhan Khilafah Islamiyah
Kurang lebih 800 tahun sudah kita mengalami kemunduran yang sangat memiriskan hati mulai dari sektor ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya. Belum lagi pelecehan-pelecehan kemanusiaan yang terjadi atas nama kebebasan.
Meskipun kemunduran kaum muslimin beserta implikasi-implikasinya telah memukul peradaban Islam sejak abad pertengahan, akan tetapi, pukulan itu tidak sesadis setelah kehancuran Khilafah Islamiyah pada tahun 1924. Kehancuran kekhilafahan Ustmaniyyah tidak hanya berimplikasi buruk terhadap peradaban Islam dan kaum muslimin, lebih jauh dari itu, peradaban manusia kembali terseret dalam budaya primitif yang mengacuhkan humanitas. Dengan kata lain “Kehancuran Peradaban Islam” tidak hanya berpengaruh bagi kaum muslimin saja, akan tetapi juga berimplikasi luas bagi kehidupan manusia.
Pasca keruntuhan kekhilafahan Ustmaniyah maka diterapkan ideologi kapitalisme diterapkan ditengah-tengah kehidupan. Manusia kembali dikungkung oleh peradaban yang bodoh. Sebuah peradaban yang telah mengembalikan mereka kedalam lembah kehinaan, kenistaan, dan kehancuran jahiliyah modern.
Kapitalisme yang dibangun diatas sekularisme materialisme telah terbukti bertanggung jawab terhadap munculnya berbagai problem manusia. Kapitalisme walaupun dari satu sisi telah menumbuhkan percepatan produksi barang serta kemajuan pada sektor materi, namun pada sisi yang lain kapitalisme memberikan konstribusi “kerusakan” yang tidak kalah berbahaya ; ketimpangan sosial, penindasan, terilimanasinya moralitas agama, serta tereduksinya ajaran agama Islam menjadi sekedar moral- ritual. Pada saat yang sama pula, kapitalisme telah menumbuhkan humanitas baru, materialistik,individualistik,dan sekuleristik. Tidak berbeda dengan kapitalisme, komunisme juga menimbulkan problem-problem kemanusiaan yang tidak kalah menyakitkan, teriliminasinya agama, munculnya mentalitas “mesin” dari peradaban yang ultramater [Zainuddin sardar. The future of muslim civilization (rekayasa masa depan peradaban muslim), pent. Rahmani Astuti) Penebit: Mizan, Bandung] Anehnya kedua peradaban yang material sentris ini tidak jemu-jemunya melansir nilai-nilai humanitas. Dan membanggakan peradaban mereka. Ironisnya, pada saat yang sama paham mereka-kapitalisme dan sosialisme- disadari atau tidak telah memberangus nilai-nilai humanitas itu sendiri.
Kapitalisme dan sosialisme hanya menyentuh dataran dangkal dari realitas dan totalitas Kesemestaan hidup manusia. Apabila sentral pemikiran peradaban modern adalah manusia maka secara tidak langsung peradaban modern telah gagal mendekati dan memahami manusia dalam realitas historis yang dicita-citakan.
Kita memahami bahwa peradaban yang dibangun diatas landasan materialisme telah gagal. Peradaban kapitalisme juga telah disinyalir sebagai biang kerok malah petaka kemanusiaan. Kapitalisme dan sosialisme merupakan sumber destruktif pada masa depan. Khususnya peradaban manusia itu sendiri. Materialisme sudah memunculkan apa yang disebut dengan kegersangan psikologis munculnya psikopat-psikopat dan lahirnya generasi-generasi mesin, serta penuhanan terhadap materi. Lalu bagaimana kita bisa membebaskan manusia dari kungkungan paham sesat dan bebal tersebut?.
Jawabnya harus ada proses pencerahan tentang keagungan konsepsi Islam dan bahaya terhadap dominasi-dominasi paham -paham sesat dan menyesatkan (kapitalisme dam sosialisme) tersebut. Dan harus ada gerakan Islam yang bertujuan untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam selain itu gerakan sadar pula bertujuan untuk menerapkan syariat Islam secara total dan menyeluruh melalui perjuangan menegakkan kembali otoritas kekuasaan Islam, yakni Khilafah Islamiyyah. Ibnu Taimiyyah menyatakan” Mengatur masalah-masalah kemanusiaan, merupakan salah satu unsur terpenting didalam Islam, bahkan tanpa mengurusi urusan-urusan kemanusiaan, agama Islam tidak bisa mungkin bertahan…tugas menyerukan kebajikan dan mencegah kemungkaran tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa kekuasaan dan otoritas (Sistem Khilafah Islamiyyah) [Lihat karya E.I.J.Rosenthal.Political Thought In Medieval Islam, Cambridge universitas press.1958.hal.53].
Dan harus ada pemurnian ajaran Islam dari usaha-usaha mereduksi Islam dengan ajaran atau paham-paham yang lain. Sehingga jelas bagi kita mana Islam mana paham yang bukan dari Islam dengan demikian perjuangan kita jelas. Harus ada pula pengkajian ulang tentang sistem Islam bagaimana menerapkan, menjaga, dan mendawakannya.selain itu harus ada pula studi komparatif tentang Islam, kapitalisme, dan sosialisme baik itu kebenaran konsepsi, historis, empirik, maupun keagungan nilai yang ada dalam konsepsi itu sendiri. Sehingga ketika kita menolak atau menerima dari salah satunya adalah secara cerdas.
Pada akhir tulisan saya mengajak kepada seluruh kaum muslimin untuk kita kembali memahami ajaran Islam secara keseluruhan bukan secara parsial, setelah kita memahaminya maka satu kewajiban memberi penjagaan dan melaksanakannya dalam bentuk satu institusi yang sah yakni Daulah Islamiyah (Khilafah Islamiyah)di atas manhaj Rasulullah. Dengan demikian agama Islam sebagai rahmatan lil alamin akan terwujud. Kehidupan yang dicita-citakan akan tercapai. Wallahu alam.

PENDIDIKAN GRATIS UNTUK SEMUA, YAKIN BISA!
Tidak ada yang memungkiri jika Indonesia adalah negeri yang kaya raya.  Tapi pertanyaan yang langsung menohok kita adalah kemanakah kekayaan yang kita miliki itu sehingga kualitas SDM penduduknya banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, angka putus sekolah tinggi, utang luar negeri tidak terbayang kapan bisa lunas, angka kualitas hidup rendah dan indikator-indikator yang  menunjukkan rendahnya kualitas SDM yang lain.
Kita paham bahwa kualitas SDM itu merupakan pencapaian atau hasil dari sebuah proses yang kompleks, bukan inhern dengan penciptaan suatu umat/masyarakat.  Proses yang kompleks itu melibatkan pengelolaan/manajemen yang baik pada berbagai bidang, yakni ekonomi, pemerintahan, politik, pendidikan, hukum, sosial kemasyarakatan dan yang lainnya.  Namun pada kesempatan kali ini kita mendiskusikan aspek yang sangat penting dalam pembentukan kualitas SDM, yakni aspek/bidang pendidikan.
“Orang miskin dilarang sekolah,” demikian jeritan pilu masyarakat saat ini menanggapi mahalnya biaya pendidikan, khususnya biaya pendidikan tinggi. Jeritan masyarakat yang demikian itu senantiasa terjadi dan menghantui para orang tua menjelang awal tahun ajaran baru.  Para orang tua dibikin pusing ”seribu” keliling untuk memikirkan dari mana biaya untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Kondisi yang sangat mencolok mata dan sudah menjadi rahasia umum adalah ketika akan memasuki perguruan tinggi.
Betapa tidak, pada sejumlah PTN yang berformat BHMN (Badan Hukum Milik Negara), –awalnya seperti UI, IPB, ITB, UGM, disusul UPI dan UNAIR, dan segera menyusul PTN-PTN yang lain jika tidak segera dihentikan–, pembiayaan tak lagi sepenuhnya ditanggung negara. Maka perguruan tinggi BHMN pun harus mencari biaya sendiri. Pembiayaan pendidikan lalu dibebankan kepada mahasiswa. Sebagai contoh, fakultas kedokteran sebuah PTN melalui “jalur khusus”, ada mahasiswa yang harus membayar Rp 250 juta bahkan Rp 1 miliar (www.wikimu.com).
Pendidikan memang butuh pembiayaan yang besar. Namun mahalnya biaya pendidikan saat ini karena ada sesuatu yang aneh, ganjil dan tidak masuk akal, yaitu kebijakan pendidikan negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini malah berpijak pada ideologi kafir-kapitalisme khususnya varian/jenis neoliberalisme. Ideologi ini menekankan pada perluasan pasar bebas pada berbagai bidang (termasuk pendidikan), peran negara yang terbatas dan dibatasi, dan individualisme (Adams, 2004). Padahal ideologi inilah yang diemban AS dan negara-negara kafir Barat dalam rangka melanggengkan dan semakin mengokohkan dominasinya atas negara-negara Dunia Ketiga, yang mayoritas adalah negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia.
Dominasi ideologi kafir ini telah begitu menghujam dalam pola pikir dan pola tindak masyarakat kita yang kebanyakan muslim, baik rakyat maupun pemerintahnya. Wajar jika pemerintah yang semestinya bertindak bagaikan penggembala, telah berubah fungsi menjadi serigala buas yang tega menghisap darah rakyatnya sendiri. Di tengah kesulitan hidup yang berat karena kemiskinan, pendidikan mahal akibat tunduk pada agenda neoliberalisme global, semakin melengkapi kegagalan pemerintah sekuler saat ini.
Adapun contoh dominasi ideologi kapitalisme pada masyarakat adalah paradigma pendidikan sebagai ’investasi’ dan pendidikan adalah tanggung jawab bersama masyarakat sebagaimana yang sering dipromosikan di media massa. Paradigma ini keliru karena masyarakat akan berpandangan bahwa untuk memperoleh pendidikan berkualitas maka harus semakain besar pula ’modal’ yang harus dikeluarkan. Output pendidikan semacam ini lulusan-lulusan yang ’berorientasi balik modal dulu’. Pemikiran inilah yang kemudian membelenggu kepekaan sosial dan jiwa rela berkorban, serta individualis.
Sedangkan penerimaan paradigma bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama adalah semakin mengokohkan dan menjadi pembenaran bagi pemerintah menyimpang dari tugas utamanya mengurus urusan masyarakat. Lambat laun, masyarakat akan mulai meninggalkan paradigma ’pendidikan gratis’ yang sesungguhnya menjadi hak mereka. Konsekuensi logisnya, masyarakat semakin dibebani biaya hidup yang dapat berakibat semakin meningkatnya penyakit-penyakit kejiwaan di masyarakat. Lalu, apa gunanya mereka mengangkat pemerintah yang diamanahi mengurus kepentingan mereka?
Lalu, mungkinkah kita menyelenggarakan pendidikan gratis? Jawabanya dengan penuh keyakinan, MUNGKIN dan BISA!!! Pernyataan ini didukung oleh beberapa hal. Pertama, secara potensi kekayaan dan sumber daya alam kita melimpah. Untuk negeri muslim Indonesia saja, apabila mengacu pada APBN 2007, anggaran untuk sektor pendidikan adalah sebesar Rp 90,10 triliun atau 11,8 persen dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun. (www.tempointeraktif.com, 8 Januari 2007). Angka Rp 90,10 triliun itu belum termasuk pengeluaran untuk gaji guru yang menjadi bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bidang pendidikan, serta anggaran kedinasan.
Misalkan kita ambil angka Rp 90,1 triliun sebagai patokan anggaran pendidikan tahun 2007 yang harus dipenuhi. Dengan melihat potensi kepemilikan umum (sumber daya alam) yang ada di Indonesia, dana sebesar Rp 90,1 triliun akan dapat dipenuhi, asalkan penguasa mau menjalankan Islam, bukan neoliberalisme. Berikut perhitungannya yang diolah dari berbagai sumber :
1.  Potensi hasil hutan berupa kayu [data 2007] sebesar US$ 2.5 miliar (sekitar Rp 25 triliun).
2.  Potensi hasil hutan berupa ekspor tumbuhan dan satwa liar [data 1999] sebesar US$ 1.5 miliar (sekitar Rp 15 triliun).
3.  Potensi pendapatan emas di Papua (PT. Freeport) [data 2005] sebesar US$ 4,2 miliar (sekitar Rp 40 triliun)
4.  Potensi pendapatan migas Blok Cepu per tahun sebesar US$ 700 juta – US$ 1,2 miliar (sekitar Rp 10 triliun)
Dari empat potensi di atas saja setidak-tidaknya sudah diperoleh total Rp 90 triliun. Kalau masih kurang, jalankan penegakan hukum dengan tegas, insya Allah akan diperoleh tambahan sekitar Rp 54 triliun. Sepanjang tahun 2006, ICW (Indonesia Corruption Watch) mencatat angka korupsi Indonesia sebesar Rp 14,4 triliun. Nilai kekayaan hutan Indonesia yang hilang akibat illegal logging tahun 2006 sebesar Rp 40 triliun.
Kedua, secara ‘itiqadi (keyakinan) penduduknya yang mayoritas muslim meyakini bahwa Allah Swt. telah mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu (mendapat pendidikan) dan melakukan amar ma’ru nahy munkar dan mewajibkan setiap pemimpin, khususnya pemerintah untuk mengurusi persoalan masyarakat yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak pada Hari Akhir.
Faktor  kedua ini dapat menjadi pendorong dan etos masyarakat untuk belajar dan menghargai ilmu. Begitu juga keseriusan pemerintah mengurus pendidikan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan, serta membangun infrastruktur pendidikan agar menutup celah tidak ada alasan di hadapan Allah atas pengaduan masyarakat tidak memperoleh pendidikan. Begitu juga ketika masyarakat cerdas, mengetahui hak dan kewajiban mereka terhadap pemerintah, maka masyarakat akan menjadi pengawal jalannya pemerintahan. Keduanya, masyarakat dan pemerintah bekerja melaksanakan tugas-tugasnya itu didorong oleh kekuatan rohani yang tidak ada dalam sistem kufur-kapitalisme maupun sistem yang lainnya.
Ketiga, secara historis umat umat Islam sejak Rasulullah, khulafa’ur rasyidun, dan khalifah-khalifah setelahnya telah memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan dan keilmuan yang bukti-buktinya masih dapat kita rasakan hingga kini. Faktor historis ini dapat menjadi contoh penyelenggaraan pendidikan gratis.
Keempat, pada beberapa negara Kafir Barat juga menyelenggarakan pendidikan gratis, dimana negara menanggung sepenuhnya biaya pendidikan rakyatnya. Sistem pembiayaan pendidikan di Barat ada empat jenis. Jenis pertama adalah subsidi penuh sehingga pendidikan benar-benar gratis. Contohnya di Jerman dan Austria, biaya pendidikan gratis sejak sekolah dasar hingga ke jenjang kedoktoran (PhD). Jenis kedua mirip jenis pertama, hanya biaya disediakan sampai pada jenjang pendidikan tinggi dan masanya dibatasi hingga mencapai umur tertentu atau waktu studi tertentu. Setelah itu, mahasiswa akan dikenakan bayaran jika kelulusannya tertunda. Contoh negara yang menerapkan sistem seperti ini adalah Belanda.
Jenis ketiga adalah pembiayaan pendidikan gratis hingga jenjang Sekolah Menengah. Sedangkan untuk perguruan tinggi dikenakan iuran walaupun masih disubsidi. Jenis keempat adalah pendidikan pembiayaan sendiri. Caranya bermacam-macam; ada yang melibatkan komunitas atau alumni, kerjasama dengan industri atau perbankan (kredit pendidikan), atau menjadikan pendidikan sebagai aktivitas komersial. Contoh ini banyak di Amerika, walaupun ada juga model jenis ketiga.
Jika kita benar-benar ingin merujuk kepada Barat, kenapa ‘model pembiayaan gratis’ ini tidak dijadikan ikutan? Kita malah cenderung mengambil model keempat, seperti trend pembiayaan yang dilakukan PTN berstatus BHMN. Tidak aneh jika sentra-sentra perbelanjaan berdiri di atas lahan aset PTN. Ternyata terdapat sikap ‘double standard’ di sini. Bukan maksud kita untuk melakukan perbandingan model pembiayaan ini dengan Barat. Hanya saja hal ini harusnya membuatkan kita berpikir, bahwa negara yang jelas-jelas kafir saja, adakalanya jauh lebih baik menjaga kebaikan rakyatnya. Mengapa negara yang mengaku pemerintahannya islami tidak menjaga hak-hak rakyatnya???
Jadi, mewujudkan pendidikan gratis di Indonesia sebenarnya sangatlah dimungkinkan. Yang menjadi masalah sebenarnya bukan tidak adanya potensi pembiayaan, melainkan ketidakbecusan pemerintah dalam mengelola negara. Pendidikan mahal bukan disebabkan tidak adanya sumber pembiayaan, melainkan disebabkan kesalahan pemerintah yang bobrok dan korup. Pemerintah seperti ini jelas tidak ada gunanya. Karena yang dibutuhkan rakyat adalah pemerintah yang amanah, yang setia pada Islam dan umatnya. Bukan pemerintah yang tidak becus, yang hanya puas menjadi komprador asing dengan menjalankan neoliberalisme yang kafir.
Wahai kaum Muslimin! Sadarlah bahwa segala penderitaan yang dialami oleh kita adalah karena tidak diterapkannya Sistem Pemerintahan Islam di dalam kehidupan. Kita semua tahu bahwa sistem yang ada sekarang adalah sistem yang didasarkan kepada hawa nafsu, bukan berdasarkan Kitabullah dan as-Sunnah. Sistem ini yang mewujudkan para pemimpin yang melalaikan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, mengutamakan dunia dan melupakan Akhirat. Sistem yang pada hakikatnya mengabaikan hak kita, menindas dan menzalimi kita. Kita semua adalah orang-orang yang sadar tentang semua itu.
Maka, adalah menjadi tanggung jawab kita untuk berusaha mengubah semua ini dengan kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah melalui penegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan kita kecuali kita sendirilah yang merubahnya.

MEREVOLUSI TAFSIR HERMENEUTIKA
Al-Attas mungkin adalah sarjana Muslim kontemporer pertama yang telah memahami keunikan sifat ilmu Tafsir dan membedakannya dari konsep dan praktek Barat tentang hermeneutik, baik yang bersumber dari Kitab Bible atau teks-teks lainnya. Dalam hal ini al-Attas berbeda secara substantif dari Fazlur Rahman dan modernis atau post-modernis Muslim lainnya seperti Arkoun, Hasan Hanafi dan A.Karim Soroush. Pada Konferensi Dunia Kedua Pendidikan Islam (Second World Conference on Muslim Education) di Islamabad, al-Attas menggaris bawahi bahwa ilmu pertama dikalangan ummat Islam – ilmu Tafsir – menjadi mungkin dan menjadi kenyataan karena sifat ilmiah struktur Bahasa Arab.
Tafsir “benar-benar tidak identik dengan hermeneutika Yunani, juga tidak identik dengan hermeneutika Kristen, dan tidak juga sama dengan ilmu interpretasi kitab suci dari kultur dan agama lain.
Ilmu Tafsir al-Qur’an adalah penting karena ini benar-benar merupakan ilmu asas yang diatasnya dibangun keseluruhan struktur, tujuan, pengertian pandangan dan kebudayaan agama Islam. Itulah sebabnya mengapa al-Tabari (wafat 923 M) menganggapnya sebagai yang terpenting dibanding dengan seluruh pengetahuan dan ilmu. Ini adalah ilmu yang dipergunakan ummat Islam untuk memahami pengertian dan ajaran Kitab suci al-Qur’an, hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
Tafsir adalah satu-satunya ilmu yang berhubungan langsung dengan Nabi, sebab Nabi telah diperintahkan oleh Allah swt untuk menyampaikan risalah kenabian, seperti yang terbukti dari ayat ini: “agar kamu (Muhammad) dapat menjelaskan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka.” Karena al-Qur’an diturunkan dalam Bahasa Arab dengan mengikuti cara-cara retorika orang-orang Arab, maka orang-orang yang hidup sezaman dengan Nabi memahami makna ayat al-Qur’an serta situasi ketika diturunkannya (sha’n dan asbab al-nuzul). Meskipun demikian, terdapat aspek-aspek ayat dan ajaran al-Qur’an yang memerlukan penjelasan dan penafsiran dari Nabi, baik secara verbal ataupun tingkah laku yang kemudian menjadi sunnah. Sebenarnya, dalam beberapa koleksi hadith terdapat bab khusus yang membahas tentang penafsiran al-Qur’an yang disebut kitab atau bab al-tafsir. Pengetahuan tentang hadith dan sunnah menjadi salah satu prasyarat yang asasi bagi pemahaman dan penafsiran al-Qur’an. Prasyarat lain, menurut al-Suyuthi, adalah pengetahuan ilmu linguistik Arab, seperti lexicografi, Tatabahasa, Konjugasi dan retorika, ilmu Fiqih, pengetahuan tentang berbagai macam bacaan al-Qur’an, ilmu Asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya), dan ilmu Nasikh Mansukh.
Penafsiran dan penjelasan al-Qur’an seperti yang dibahas diatas, kebanyakan berdasarkan pada analisa semantik dengan pertimbangan latar belakang sosio-historis agar dapat memperoleh pengertian yang tepat. Kebenaran tentang ayat-ayat al-Qur’an tentang metafisika, hukum-hukum sosial dan sains tidaklah terbatas pada kondisi sosial historis ketika diturunkannya. Semua pertimbangan ini, yang seluruhnya berdasarkan pada sifat ilmiah Bahasa Arab dan adanya dukungan sejarah yang otentik, telah membantu menghasilkan Tafsir-tafsir al-Qur’an yang otoritatif yang tidak terdapat dalam tradisi-tradisi kitab suci lainnya. Sebagai contoh, dalam membandingkan al-Qur’an dengan kitab suci Hindu, Crollius mencatat bahwa analisa semantik lebih berkembang dalam kajian al-Qur’an dibandingkan dengan Kitab-kitab suci Hindu. Ia menambahkan:
Alasannya adalah bahwa al-Qur’an dari sudut pandang linguistik, menyuguhkan suatu kesatuan yang lebih besar dibandingkan dengan kitab-kitab suci Hindu. Selain itu beberapa situasi dalam al-Qur’an harus difahami dalam konteks latar belakang situasi keagamaan dimana penyebaran al-Qur’an berlangsung. Setting kesejarahan yang dapat diidentifikasi secara jelas hampir-hampir tidak ada pada sebahagian besar kitab-kitab suci Hindu. Ringkasnya, arti istilah-istilah al-Qur’an telah dijelaskan secara otoritatif oleh para ahli Tafsir Muslim. Tafsir otoritatif yang seperti ini tidak terdapat dalam agama Hindu.
Dari gambaran singkat diatas, sangatlah jelas bahwa ‘Ulum al-Tafsir atau ilmu penafsiran al-Qur’an sangat berbeda dari hermeneutik atau ilmu penafsiran kitab-kitab Yunani, Kristen atau tradisi agama lain. Dasar yang sangat fundamental dari perbedaan-perbedaan itu terletak pada konsepsi tentang sifat dan otoritas teks serta keotentikan dan kepermanenan bahasa dan pengertian kitab suci itu. Ummat Islam secara universal mengakui al-Qur’an sebagai kata-kata Tuhan yang diwahyukan secara verbatim kepada Nabi, dan banyak yang menghafal dan menulis ayat-ayatnya ketika Nabi hidup. Adanya berbagai variasi bacaan al-Qur’an telah diketahui dan diakui oleh orang-orang terdahulu yang berwenang sebagai tidak penting: semua itu berbeda hanya dalam kata-kata yang mengandung pengertian yang sama. Sebaliknya, orang-orang Yunani, seperti juga orang-orang Hindu, tidak pernah mempercayai sebarang Nabi atau wahyu. Pandangan keagamaan, tradisi dan adat istiadat orang Yunani kebanyakannya berdasarkan pada mitologi dan puisi, khususnya oleh Homer dan Hesiod, dan pada spekulasi filosof-filosof mereka yang bermacam-macam. Penafsiran-penafsiran mitologi dan puisi boleh jadi sangat subyektif atau ditentukan oleh kondisi politik keagamaan yang berlaku. Metode terpenting yang digunakan secara alami adalah metode kiasan (allegory), suatu tradisi di Yunani yang di prakarsai oleh Theagenes dari Rhegium (Abad ke 6 SM). Panafsiran kiasan (allegorical interpretation), umumnya melibatkan penolakan literer atau meninggalkannya sama sekali. Theagenes mempergunakan metode tersebut dalam menafsirkan Homer untuk melawan musuh-musuh teologis Homer dengan menafsirkan nama-nama tuhan untuk menunjukkan berbagai hakekat jiwa dan perjuangannya yang konstan menghadapi elemen-elemen alam. Kaum Stoic kemudian menjelaskan penggunaan Cynics dalam kiasan Homer untuk kepentingan suatu sistim filsafat. Yang agak menakjubkan adalah bahwa filsafat-filsafat Yunani telah menghasilkan penafsiran yang tak terhitung jumlahnya dan seringkali bertentangan secara mendasar.
Bible berbahasa Hebrew (atau materi-materi yang membentuk Perjanjian Lama), menurut para cendekiawan mereka, tidaklah dibangun sepenuhnya atas dasar ilmiah historis yang menunjukkan keasliannya, tapi berdasarkan pada keimanan belaka. Seperti yang dinyatakan oleh seorang cendekiwan: Teks Hebrew yang sekarang berada di tangan kita memiliki satu kekhususan: meski usianya yang cukup lama, ia datang kepada kita dalam bentuk manuskrip-manuskrip yang agak terlambat, oleh sebab itu dengan perjalanan waktu (lebih kurang hingga seribu tahun) telah banyak berubah dari aslinya)….tidak ada satupun dari manuskrip-manuskrip itu yang (datang) lebih awal dari abad kesembilan Masehi.
Sehubungan dengan kitab Perjanjian Lama (Old Testament), dapatlah disimpulkan bahwa, meskipun perbedaan-perbedaan itu tidak lagi wujud, namun kesalahannya tetap tersembunyi, dan jika ada kesalahan yang seperti itu ia dapat dikoreksi hanya dengan pembetulan spekulatif (yang bahayanya)…. sudah terkenal dan jelas…[aslinya italic].
Kehadiran kitab suci secara terlambat, sebenarnya tidaklah dengan sendirinya berarti negatif, jika semua isinya dihafal secara sempurna oleh sejumlah besar orang-orang yang sezaman dengan Yesus dan yang dedikasinya dapat dipercaya. Dengan begitu secara praktis mustahil terjadi kesalahan, seperti dalam kasus al-Qur’an.
Kitab Perjanjian Baru juga mempunyai masalah yang sama dengan Bible Hebrew. Kitab-kitab ini, khususnya gospel, ditulis setelah zaman Yesus dalam bahasa Yunani, yang dia sendiri sangat tidak mungkin berbicara dengan bahasa itu. Lagi pula, hal ini diakui oleh pihak yang berwenang dan terkenal dalam Kristen bahwa tujuan penulis-penulis gospel tidak untuk menulis sejarah yang obyektif tapi untuk tujuan-tujuan penyebaran agama Nasrani (evangelisme), yang sebahagiannya mengakibatkan kepada penafsiran-penafsiran allegoris yang berlebihan. Diakui pula bahwa salinan-salinan literatur Bible selanjutnya mengalami penyuntingan-penyuntingan reguler agar sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang berubah.
Masalah di dalam penafsiran dan pemahaman ajaran-ajaran Yesus yang ditimbulkan oleh absennya pernyataan-pernyataannya yang asli secara permanen sangatlah jelas dan tidak perlu penjelasan lebih lanjut. Alasan mengapa penulis-penulis Kristen awal memilih untuk menulis dalam bahasa Yunani ketimbang bahasa Armaic, yang merupakan bahasa asli Yesus yang historis, masih sejalan dengan kecenderungan evangelistis. Diduga bahwa bahasa Yunani dapat diadapsikan dan digunakan dengan baik bagi kepentingan agama Kristen. Hal ini bukan hanya karena bahasa itu digunakan secara luas pada masa kemudian, tapi juga karena bahasa itu menyediakan suatu medium yang kaya dan fleksible yang tanpanya kebenaran Kristiani tidak dapat menemukan ekspresi yang cocok. Bahasa Yunani dapat mengekspresikan berbagai nuansa makna dengan pembedaan yang halus, dan sebagiannya kaya dengan istilah-istilah keagamaan, etika dan filsafat yang diadapsikan untuk kegunaan bahasa Perjanjian Baru dan teologi Kristen. Perlu dicatat bahwa sehubungan dengan bahasa evangelis ini telah terjadi hal yang sebaliknya dalam sejarah Islam. Sejauh pengetahuan saya, al-Attas adalah cendekiawan pertama yang mencatat dan menjelaskan masalah yang sangat fundamental ini. Ketika Islam datang ke dunia Melayu melalui usaha-usaha para ulama dan saudagar Islam pada awal abad ke 12 M, mereka sengaja memilih bahasa Melalyu dan mempropagandakan pemakaiannya sebagai lingua franca dikawasan itu serta mengembangkannya menjadi bahasa keagamaan dan kesusasteran menggantikan Bahasa Jawa kuno atau Sanskrit, yang terminologi-terminologi keagamaan, etika dan filsafatnya diwarnai secara kental oleh pandangan hidup Hindu Budda. Bahasa Melayu saat itu belumlah dipakai dikebanyakan kawasan itu, ia hanya terbatas pada sedikit daerah-daerah komersial di pinggiran pantai.
Kasus yang sama telah terjadi lebih awal lagi ketika Islam datang ke Iran dan ke anak benua India. Meskipun Muslim Arab yang memasuki Persia pada sekitar tahun 900 M, memilih untuk menggunakan bahasa Pahlavi yang telah ada dan yang merupakan medium bagi agama Zoroaster, namun mereka mengganti tulisan Pahlavi yang usang itu dengan tulisan Arab. Oleh karena “Iran telah kemasukan agama dan jalan hidup orang Arab hingga ke urat nadinya” seperti yang dinyatakan oleh Noldeke, maka konsekuensinya yang nyata adalah bahwa kesusasteran dan percakapan Arab dipraktekkan dengan pengaruh yang sangat kuat terhadap bahasa Persia, khususnya dalam bahasa tulisannya, sehingga tidak ada kata-kata Arab yang tidak dapat digabungkan dengan bahasa Persia yang baik. Di India, orang-orang Islam tidak menggunakan bahasa Sanskrit yang merupakan bahasa kitab suci agama Hindu, atau bahasa Pali agama Buddha; mereka lebih cenderung memperkenalkan bahasa Persia. Mereka kemudian mengembangkan bahasa Urdu yang kebanyakan bedasarkan pada bahasa Persia dan Arab, meskipun tatabahasa dan strukturnya diambil dari bahasa Hindi.
Sebelum kita mengetrapkan secara tepat hikmah (wisdom) khusus dan umum yang terdapat dalam kitab suci ke dalam situasi sosio-historis yang berbeda-beda, pertama-tama kita harus memahami secara benar pengertian-pengertian yang orisinal ayat-ayat dalam kitab suci itu. Disini jelas bahwa pengetahuan tentang pengertian-pengertian yang orisinil dalam kitab-kitab suci Yahudi dan Kristen tidak dapat diperoleh, dan pada gilirannya akan memberikan jalan bagi suatu perkembangan yang oleh Gray disebut dengan “metode yang tidak sehat” dalam penafsiran:
(1) Penafsiran allegoris seperti yang dianut oleh Philo (meninggal sekitar 50 SM) dari agama Yahudi, Origen (meninggal sekitar 254 M) dan Jerome (meninggal 420 M) dari agama Kristen dikenal hingga Reformasi pada abad ke 16. Metode Philo sebenarnya diambil dari tradisi allegoris Yunani yang metodenya juga berpengaruh panjang terhadap metode penafsiran dalam agama Kristen dari sejak zaman Alexandria dan seterusnya. Pada zaman Pertengahan Latin para pendeta dari gereja Latin kemudian mentransfer metode ini ke dalam tafsir Perjanjian Baru.
(2) Metode dogmatis yang berusaha untuk menghukumi dan mengevaluasi semua interpretasi kitab suci menurut tradisi-tradisi gereja yang diberi otoritas dengan mudah tanpa cacat. Kaum Protestan, yang dipimpin oleh Luther, Zwingli, Melancthon dan Calvin pada abad ke 17 menolak kedudukan otoritas yang seperti itu dan berusaha untuk mengikuti otoritas tanpa cacat itu bukan dari gereja tapi hanya dari teks-teks kitab suci itu. Tapi karena teks-teks kitab suci itu tidak orisinal, terpaksa mereka menggunakan penafsiran sejarah.
Dalam hal ini perlu disebutkan bahwa kajian-kajian filosofis dan grammatikal yang ditrapkan terhadap penjelasan Bible sejak zaman pertengahan, khususnya terhadap Perjanjian Lama, dipengaruhi oleh hasil hubungan kultural dengan orang-orang Islam dan perkenalan mereka dengan retorika dan grammatika Bahasa Arab. Cendekiawan besar Yahudi, Sa’adyah Gaon (meninggal 942 M), seorang perintis kajian linguistik Yahudi, adalah diantara mereka yang dipastikan terpengaruh oleh metodologi kalam Arab-Islam. Seperti pendahulunya, Gaon telah terlibat dalam proses penterjemahan kitab suci itu kedalam Bahasa Arab dan juga dalam penulisan penjelasannya dalam bahasa yang sama, dan itu telah membuka jalan bagi suatu kajian baru kitab Perjanjian Lama. Usaha-usahanya itu telah mendorong tumbuhnya suatu pusat baru bagi kajian Bible dan linguistik yang intensif di Spanyol, yang kemudian mempengaruhi kajian Bible dalam Kristen. Fakta ini diakui oleh Josep Schmid yang menulis bahwa:”Para cendekiawan Yahudi Abad Pertengahan telah menghasilkan penjelasan-penjelasan kitab suci, karya-karya ketata-bahasaan dan lexicografis dalam jumlah yang besar yang juga mempengaruhi ilmu pengetahuan orang-orang Kristen tentang Bible. Solusi problem-problem tentang historisitas dan pemahaman kitab suci Yahudi dan Kristen nampaknya menemui jalan buntu, dan harus dijawab oleh generasi mendatang dengan bukti-bukti dan argumentasi yang lebih baik. Hal ini diakui oleh seorang cendekiawan yang ahli dalam bidang hermeneutik Bible yang dalam kesimpulan akhirnya menyatakan:”Persoalan tentang prinsip penafsiran yang valid dan konsisten untuk Perjanjian Lama dan Baru, serta penafsiran hukum secara keseluruhan, masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut.”
Berdasarkan pada penangkapannya yang ringkas tentang semangat dan kecenderungan yang fundamental tentang hermeneutik dan pemahamannya yang mendalam tentang keunikan karakter Tafsir sebagai ilmu, al-Attas menggaris bawahi dengan perkataan yang pasti bahwa Tafsir adalah benar-benar merupakan suatu metode ilmiah. Sebab Tafsir yang benar adalah yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang mapan tentang “bidang-bidang” makna seperti yang disusun dalam bahasa Arab, diatur dan diaplikasikan didalam al-Qur’an serta tercermin dalam Hadith dan Sunnah. Maka dari itu, al-Attas menyatakan bahwa di dalam Tafsir tidak ada ruang bagi terkaan atau dugaan yang gegabah, atau ruang bagi interpretasi-interpretasi yang berdasarkan pada penafsiran atau pemahaman yang subyektif atau yang berdasarkan hanya pada ide tentang relativisme historis, seakan-akan perubahan semantik telah terjadi dalam struktur-struktur konseptual kata-kata dan istilah-istilah yang membentuk kosa-kata kitab suci ini.
Tafsir al-Qur’an adalah interpretasi berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang mapan. Ia adalah kata benda infinitif yang diderivasikan dari kata kerja transitif fassara yang, menurut lexicolog Arab klassik, berarti menemukan, mendeteksi, mengungkapkan, memunculkan atau membuka sesuatu yang tersembunyi; atau membuat sesuatu menjadi jelas, nyata, atau gamblang; menerangkan, menjelaskan atau menafsirkan. Disitu, tafsir, seperti yang diterapkan kedalam al-Qur’an, menunjukkan arti “memperluas, menjelaskan, atau menginterpretasikan cerita yang ada…. dalam al-Qur’an, dan memaklumkan pengertian kata-kata atau ekspresi yang janggal, serta menjelaskan keadaan ketika ayat-ayat itu diwahyukan.” Pengertian Tafsir yang telah mapan adalah bahwa ia berusaha memberikan arti melalui bukti nyata atau eksternal (dalalah zahirah) sebagai bandingan dari bukti internal atau tersembunyi (dalalah batinah) yang terkandung dalam ta’wil atau interpretasi yang lebih mendalam.
Penafsiran dan penjelasan kata-kata dan konsep-konsep yang sulit, dalam al-Qur’an terdiri dari empat macam. Pertama, yang hanya diketahui oleh Tuhan, seperti arti-arti huruf-huruf yang terputus (huruf al-muqatta’at) yang muncul pada permulaan beberapa surah, informasi tentang tanggal dan waktu seperti waktu atau saat Hari Kebangkitan atau kemunculan kembali atau turunnya Nabi Isa, anak Maryam. Interpretasi mengenai hal-hal ini hanya akan merupakan dugaan dan terkaan belaka. Kedua, yang hanya dapat dijelaskan oleh Nabi, baik melalui teks (nass) dari beliau, atau melalui petunjuk (dalalah) yang telah diberikan kepadanya. Contoh tentang hal ini termasuk kewajiban agama yang spesifik dan masalah hukum seperti hukum waris. Ketiga, aspek-aspek yang dapat diinterpretasikan oleh mereka yang menguasai berbagai macam aspek Bahasa Arab, seperti yang difahami oleh orang-orang Arab, dan keempat, aspek-aspek yang dapat dijelaskan oleh ulama. Ulama yang mampu menafsirkan dan menjelaskan al-Qur’an adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan linguistik Bahasa Arab, seperti lexicografi, tatabahasa, konjugasi dan retorika, pengetahuan hukum, pengetahuan variasi bacaan al-Qur’an, pengetahuan tentang kondisi ketika wahyu diturunkan, dan pengetahuan tentang ayat-ayat nasikh mansukh (yang menghapuskan dan yang dihapuskan), serta pengetahuan tentang hadith dan sunnah.
Menafsirkan al-Qur’an tanpa memiliki ilmu pengetahuan yang memadai dalam atau tentang hal-hal ini adalah identik dengan membuat penafsiran sesuai dengan pendapat pribadi seseorang (tafsir bi-l-ra’yi), yaitu yang dilarang, tanpa mempertimbangkan apakah hasilnya itu benar atau salah. Suatu hadith Nabi seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, mengatakan:”Barangsiapa berbicara tentang al-Qur’an sesuai dengan pendapat pribadinya (bi ra’yihi), dipersilahkan untuk mengambil tempat duduknya di neraka.” Seperti diriwayatkan oleh Jundub, Nabi juga mengatakan:”Barangsiapa berbicara sesuai dengan pendapat pribadinya tentang al-Qur’an dan ia benar adalah (tetap) salah”.
Pandangan al-Attas ketika menyatakan bahwa “dalam Tafsir, tidak ada ruang bagi terkaan atau dugaan yang gegabah…..penafsiran atau pemahaman yang subyektif yang berdasarkan hanya pada ide tentang relativisme historis…”tidak berarti bahwa kebiasaan-kebiasaan seperti itu, yakni terkaan yang gegabah dan pemahaman yang subyektif, tidak pernah dilakukan dalam berbagai karya Tafsir, sebab hal itu memang ada dan akan terus ada. Meskipun begitu dugaan-dugaan dan penafsiran yang subyektif itu dengan sendirinya dan pada kenyataannya bukanlah Tafsir, walaupun itu merupakan karya besar yang diberi nama Tafsir. Tapi, karena adanya syarat-syarat yang jelas dan diterima secara luas, seperti yang disebutkan diatas, anggota masyarakat yang terdidik secara Islami tentu dapat bersikap secara tepat ketika menghadapi berbagai macam penafsiran al-Qur’an yang tidak bermutu dan tidak diakui itu. Karena kenyataan bahwa ilmu-ilmu yang disebutkan diatas adalah otoritatif dan telah dikodifikasikan serta dapat diperoleh dengan mudah, maka ilmu Tafsir al-Qur’an adalah sesuatu yang telah direalisasikan, dan karena itu tidak terbuka bagi generasi yang akan datang untuk mengadakan perubahan-perubahan yang fundamental. Sudah berang tentu generasi mendatang dapat memberi tambahan pengertian yang lebih luas terhadap Tafsir otoritatif yang telah ada, khususnya dalam aspek-aspek ilmu alam (natural sciences), tapi mereka tidak dapat begitu saja mengesampingkan penjelasan-penjelasan spiritual, etik dan hukum serta hubungan latar belakang historisnya. Persyaratan yang ketat dalam menafsirkan al-Qur’an bukanlah suatu upaya untuk menjauhkan al-Qur’an dari orang-orang Islam awam, tapi lebih merupakan suatu sikap yang adil terhadapnya dan tentunya merupakan suatu mekanisme efektif untuk meminimalkan masuknya kesalahan dan kebingungan. Daripada membiarkan terjadinya liberalisasi penafsiran al-Qur’an yang berdasarkan pada kejahilan, terkaan dan interes-interest pribadi dan kelompok, Islam menggalakkan belajar dan pencarian ilmu pengetahuan sebagai asas bagi pemahaman dan perkembangan agama, dengan meletakkan persyaratan yang berakar pada ilmu pengetahuan dan entegritas moral. Penekanan pada kriteria intelektualitas dan moralitas inilah yang menjadikan tamaddun Islam bercirikan ilmu pengatahuan.
Al-Attas mungkin satu-satunya intelektual Muslim kontemporer yang mendukung dan menjelaskan relevansi “Tafsir dan Ta’wil yang permanen sebagai metode pendekatan yang valid terhadap ilmu pengetahuan dan metodologi ilmiah dalam rangka pengkajian kita tentang alam semesta ini” dan dalam hubungannya yang integral dengan konsepsi Islam tentang ilmu pengetahuan dan pendidikan. Metode ilmiah Tafsir, yang berkaitan erat dengan penjelasan kami terdahulu tentang sifat ilmiah Bahasa Arab, dapat dibuktikan dari kenyataan bahwa hasil-hasil dari kerja Tafsir yang betul adalah ilmu pengetahuan yang pasti, sama pastinya dengan ilmu eksak seperti ilmu fisika dan matematika. Kesalahan dapat terjadi pada ilmu pasti sekalipun, baik dalam formulasi paradigma-paradigmanya dan prosedur-prosedurnya atau dalam aplikasinya, atau pada keduanya, tapi Tafsir sebagai ilmu eksak tidak mungkin salah, karena ia berdasarkan pada aturan lingusitik dan bidang semantik tentang makna yang mapan serta pandangan hidup al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang sahih. Tapi, Tafsir sebagai ilmu eksak tidak memberikan penjelasan yang final, karena hal itu adalah termasuk dalam ruang lingkup ta’wil.
Pandangan al-Attas tentang sifat ilmiah Tafsir adalah suatu jawaban yang tajam terhadap pandangan yang menyesatkan para penulis Muslim yang dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam sejarah sains dan sosiologi ilmu pengetahuan, dan juga oleh perkembangan umum hermeneutik. Pada intinya mereka berpendapat bahwa setiap penafsiran teks, termasuk teks-teks al-Qur’an, adalah penuh dengan muatan teori dan diasimilasikan dengan pemikiran yang terikat pada perkembangan sejarah, teologi, politik dan ilmu pada masa itu. Salah seorang dari penulis itu, setelah mengemukakan suatu gap yang tak dapat terjembatani antara agama/wahyu dan sains/ilmu pengetahuan/penafsiran, menyatakan bahwa:
Agama yang diwahyukan sudah tentu bersifat ketuhanan, tapi tidak demikian halnya dengan ilmu agama yang merupakan output dari produksi dan konstruksi manusia. Ia adalah bersifat manusia dalam artian bahwa ia secara esensial dirasuki oleh semua karakteristik manusia yang mulia dan sekaligus hina itu.
Penulis seperti ini terperangkap sekurang-kurang dalam dua jalan. Pertama, lemahnya pendapat mereka sendiri yang sudah tentu telah tercampur dengan ideologi, metodologi dan pemikiran lain yang telah usang, meskipun begitu mereka meyakini pendapat mereka itu sebagai final dan tak berubah. Kedua, ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan fakta bahwa beberapa Muslim yang cerdas, misalnya, masih berpegang pada penafsiran-penafsiran yang pernah dianut oleh, misalnya al-Ghazzali pada hampir seribu tahun yang lalu dan dapat berhasil mempertahankannya. Meskipun disitu jelas terdapat perbedaan-perbedaan kondisi sosial, politik dan ekonomi. Hal yang sama juga dapat diarahkan kepada beberapa pemikir Kristen modern seperti Etienne Gilson dan lainnya yang berpegang pada pendapat yang sama dengan apa yang dianut oleh Thomas Aquinas.
Al-Attas tentu akan tidak sependapat dengan Fazlur Rahman yang menganggap pembunuhan sebagai suatu tindak kejahatan sosial (social crime), dan bukan tindak kejahatan pribadi seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an. Yang demikian itu mungkin disebabkan oleh pengaruh metode historis kritis yang rancu seperti kritik-kritik terhadap Bible, yang memang telah melanda ilmu Tafsir. Metode yang seperti ini telah mengakibatkan berbagai kesulitan pada diri mereka sendiri, salah satunya adalah subyektifisme. Fazlur Rahman misalnya, menolak keras pendapat ahli hukum Muslim tradisional bahwa pembunuhan adalah suatu kejahatan pribadi terhadap keluarga korban berdasarkan ayat dalam surah Al-Baqarah (2):178-179, yang memperbolehkan keluarga itu untuk membalas, membayar uang darah atau memberikan maaf. Fazlur Rahman malah mengajukan “suatu prinsip yang lebih umum” dari surah al-Ma’idah (5):32 bahwa “Barangsiapa membunuh seseorang dengan secara tidak sah (bi ghayri nafsin) atau dengan tanpa suatu kerusakan (peperangan) di muka bumi, maka ia sama dengan membunuh seluruh ummat manusia”, yang jelas-jelas telah memahami makna pembunuhan diatas sebagai tindak kejahatan terhadap masyarakat ketimbang kejahatan pribadi terhadap suatu keluarga.
Selanjutnya untuk dapat “menghilangkan penafsiran-penafsiran yang tidak menentu” dan “mengurangi subyektifitas”, ia menyarankan agar setiap penafsir menyatakan secara eksplisit teori-teori umum dan khususnya serta premis-premis yang berhubungan dengan isue-isue atau masalah-masalah tertentu. Akan tetapi dalam kasus khusus diatas sama sekali tidak terjadi penafsiran yang tidak menentu dan subyektif, sebab seluruh ahli hukum Muslim sepakat dengan kenyataan bahwa pembunuhan adalah suatu kejahatan pribadi, justru Fazlur Rahman sendiri yang tidak menyatakan teori umum dan primis-premis khususnya. Terjemahan Fazlur Rahman kalimat bi-ghayri nafsin dengan pembunuhan yang tidak sah, menurut al-Attas adalah sangat subyektif dengan maksud agar sesuai dengan tujuannya yang bias bahwa semua pembunuhan selain perang adalah kejahatan terhadap masyarakat. Sudah barang tentu pembunuhan yang tidak dibenarkan adalah termasuk pembunuhan biasa sedangkan pembunuhan yang dibenarkan termasuk pembunuhan pembunuh dan orang-orang jahat. Al-Attas mengetengahkan bahwa bi ghayri nafsin berarti “kecuali seseorang”, yakni kecuali orang-orang biasa, dan karena itu menunjukkan kepada pembunuh biasa.
Penafsiran Fazlur Rahman jelas subyektif, karena ia juga dengan mudahnya melupakan konteks – historis sekaligus semantik – dari apa yang dinamakan ayat yang lebih umum. Konteks ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya jelas menunjukkan bahwa pembunuhan seorang individu yang dianggap sama dengan pembunuhan semua orang itu tidak menunjuk kepada individu tertentu, tapi kepada para nabi, dan kepada guru-guru besar yang mengajarkan kebaikan dan kesalehan, yang amal-amal dan ajaran-ajaran mereka berpengaruh kepada masyarakat. Sebab dengan membunuh mereka akan membuat masyarakat kehilangan petunjuk. Itulah sebabnya mengapa separoh bahagian terakhir dari ayat yang dikutip diatas menyebutkan dengan jelas “dan jika seseorang itu menyelamatkan satu nyawa, akan berarti seakan-akan ia menyelamatkan kehidupan semua orang”.
Ta’wil adalah kata benda infinitif dari kata kerja transitif, awwala, yang berarti membuat sesuatu itu kembali atau mengurangi sesuatu, yang berarti “menemukan, mendeteksi, mengungkapkan, mengembangkan, atau membuka, atau menjelaskan, menggambarkan, atau menterjemahkan tentang sesuatu atau mungkin menguranginya atau tentang sesuatu yang terjadi atau mungkin terjadi.” Istilah ta’wil yang disebutkan sebanyak 13 kali dalam al-Qur’an, menunjukkan arti penterjemahan sesuatu yang simbolik (seperti mimpi) atau penuturan hasil akhir atau hasil yang terjadi sesudahnya, seperti dalam surah Yusuf (12):101. Ia dapat juga berarti akibat terakhir (’aqibah) dari sesuatu seperti dalam Ali Imran (3):7 dan al-A’raf (7): 53, dst.
Al-Attas menganggap ta’wil sebagai “suatu bentuk intensif dari tafsir.” Ta’wil bukanlah interpretasi allegoris sebagaimana yang difahami oleh ilmuwan Barat seperti Andrew Rippin, sebab interpretasi allegoris, seperti yang disebutkan terdahulu, menolak semua pertimbangan-pertimbangan linguistik atau semantik atau mengesampingkan keduanya, sehingga tidak bisa sama dengan kebanyakan interpretasi ta’wil. Ta’wil adalah penafsiran batin dan lebih mendalam (tafsir batin), seperti yang ditunjukkan oleh Abu Thalib al-Thalabi, yang tentunya mensyaratkan kesesuaiannya dengan penafsiran zahir yang lebih nyata. Para cendekiawan Muslim sejak dahulu menganggap ta’wil sebagai tafsir dengan bentuk yang lebih spesifik, atau memahami tafsir sebagai lebih umum daripada ta’wil (al-tafsir a’ammu min al-ta’wil) seperti pendapat al-Raghib al-Isfahani. Selanjutnya, ta’wil, menurut al-Baghawi and al-Kuwashi, tidak dapat bertentangan dengan pengertian linguistik, dan ajaran-ajaran umum al-Qur’an dan Sunnah. Maka dari itu ia meliputi dan malah melampaui interpretasi tafsir, dan berusaha untuk mengungkapkan arti final dari sesuatu (’aqibatu-l-amr). Memang, kadang-kadang tafsir dan ta’wil dan juga ma’ani, dianggap sinonim, dan kita faham bahwa ini tidak disebabkan oleh metodenya yang persis sama, tapi lebih disebabkan oleh kesamaan dalam makna. Makna yang dicapai oleh tafsir tidak dapat diperluas kepada ta’wil yang kadang-kadang terjadi, khususnya, dalam penfsiran hukum. Dalam bidang hukum, penafsiran haruslah jelas (muhkam) dan tidak ambiguous (mutashabih). Hubungan intrinsik antara tafsir dan ta’wil ini telah difahami oleh Muslim sejak dahulu. al-Attas menunjukkan contoh klasik tentang sifat ilmiah ta’wil dan hubungan integralnya dengan tafsir:
Ketika Tuhan Yang Maha Agung berfirman bahwa Ia melahirkan (sesuatu) yang hidup dari yang mati (yukhriju al-hayy min al-mayyit) dan sekedar untuk memberi satu contoh khusus, kita menafsirkannya dengan pengertian bahwa Ia menjadikan burung dari telur, maka ini adalah tafsir. Tapi ketika kita menginterpretasikan kalimat yang sama dengan pengertian bahwa Ia menjadikan orang beriman (al-mu’min) dari kafir (al-kafir), atau Ia melahirkan orang alim dari yang jahil, maka ini adalah ta’wil. Dari sini jelaslah bahwa ta’wil tidak lain adalah suatu bentuk intensif dari tafsir; sebab yang terakhir (tafsir) menunjukkan penemuan, mendeteksi atau mengungkapkan tentang apa yang dimaksudkan oleh ungkapan yang ambiguos itu, sedangkan yang pertama (ta’wil) menunjukkan arti final dari ungkapan itu. Sekarang, penemuan, pendeteksian, atau pengungkapan makna-makna yang tersembunyi dari kata-kata dalam kalimat yang dikutip diatas – yang berkisar pada dua kata-kata yang ambiguous yang dipermasalahkan yaitu: yang hidup (al-hayy) dan yang mati (al-mayyit) – dalam kedua kasus tafsir dan ta’wil adalah berdasarkan pada kalimat lain dalam al-Qur’an, yang mengungkapkan struktur konseptual kata-kata itu dan konteks yang menentukan keduanya dalam bidang semantik, serta yang mencerminkan kondisi dimana keduanya diwahyu.

Tinggalkan komentar